Latar Belakang Masalah PENUTUP

bahasa. Bahasa yang digunakan sangat bermacam-macam dan dapat memberikan potret-potret kehidupan masyarakat sehari-hari, baik itu yang tercermin dari prilaku tokoh atau lingkungan sosial yang ada dalam masyarakat. Hal ini merupakan wujud pengalaman dan pengetahuan sekaligus imajinasi yang dimiliki oleh pengarang yang kemudian dikemas dengan ribuan kata-kata yang puitis. Pelibatan pengalaman inilah yang melatar belakangi terciptanya karya tersebut. Naskah drama adalah salah satu karya sastra yang dipilih Arifin C. Noer sebagai proses kreatifnya. Banyak naskah yang kemudian digarapnya sendiri menjadi sebuah pementasan. Beralih dari itu, penelitian ini tidak menekankan pada pementasan, tetapi pada karya itu sendiri. Naskah drama yang berbeda dari karya sastra yang lain, merupakan kumpulan dialog yang berderet, bertek- tok, dan berirama keseharian. Namun demikian, naskah drama adalah bagian dari karya sastra yang mengandung unsur kesenian yang utuh. Dalam penelitian ini, naskah drama Arifin yang diteliti adalah Umang- umang Atawa Orkes Madun II. Umang-umang adalah sebuah kelompok atau organisasi yang dipimpin oleh seorang pensiunan pelaut. Organisasi ini mempunyai kebiasaan meludahi sebagai cerminan bahwa meludahi adalah penghargaan tertinggi di kelompok tersebut. Kelompok ini sama sekali berbeda dengan kelompok yang lain. Mereka adalah komplotan manusia yang mencari tempat bagi kemiskinan, untuk memberontak dan merampok semesta. Umang-umang Atawa Orkes Madun II mengisahkan tentang seorang pemimpin perampok yang arogan dan sangat disegani, bernama Waska. Ia dan komplotannya kerap kali melakukan aksi-aksi perampokan hingga disaat suatu rencana perampokan besar akan dilakukannya, Waska menderita penyakit aneh yang membuat semua anggotanya bingung dan sedih memikirkannya. Ranggong dan Borok merupakan kaki tangan yang setia bagi Waska, mereka berusaha mencari ramuan agar penyakit yang diderita pemimpinnya itu lenyap. Akhirnya, mereka mendapatkan ramuan dadar bayi dari dukun sakti, yang kemudian langsung mereka berikan kepada Waska. Efeknya, dengan meminum ramuan itu, Waska dan kedua anak buahnya tidak dapat mati. Naskah drama Umang-umang Atawa Orkes Madun II sering dihubungkan dengan rekaman kehidupan kelam masyarakat miskin di negeri ini pada masa lampau, sekarang, atau kelak di masa depan, di mana kejahatan kerap timbul karena keterpaksaan. Hidup enggan, mati tak mau Pilihan untuk menjadi manusia jahat yang mengingkari hati nurani merupakan satu-satunya jalan untuk bertahan hidup meskipun pilihan itu diselingi nafsu dan kepuasan. Tuhan pun akhirnya memberikan sebuah hukuman kepada komplotan perampok itu melalui pemimpinnya karena gaung kejahatan yang diteriakkannya. Tidak hanya itu, kisah percintaan Waska dengan mucikari bernama Bigayah disuguhkan secara liar dan vulgar dalam naskah lakon ini. Tetapi, kisah cinta dan kejayaan Waska makin meredup seperti api dalam lampion, termakan waktu dan juga kekekalan hidupnya bersama kaki tangannya yang setia. Upaya waska, Ranggong, dan Borok untuk membunuh diri ditampilkan dalam beberapa adegan menjelang akhir cerita, kemudian hal itu menjadi kesia-siaan, sebab melawan hukum alam seperti kematian sama artinya dengan melawan kehendak Tuhan dan itu adalah harga mati yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Sebagai pekerja seni, Arifin C Noer memberi sumbangan yang besar bagi perkembangan seni peran di Indonesia. Karya-karya tulisnya berupa naskah drama yang kemudian disutradarainya dan dipentaskan oleh Teater Ketjil yang dipimpinnya, membuktikan kedudukannya sebagai salah satu pencetus bentuk teater modern. Sebagai penulis naskah dan sutradara teater, Arifin merupakan fenomena yang menarik dalam khasanah perkembangan teater modern Indonesia. Selain giat mengembangkan apa-apa yang disebutnya teater eksperimental, Arifin juga menjadikan kekayaan teater tradisi Indonesia sebagai sumber kreativitas. Hal ini diakui oleh banyak pengamat yang mengatakan bahwa teater Arifin adalah teater modern Indonesia yang meng- Indonesia. Di berbagai daerah, terutama di Jawa, mulai tampak kecenderungan untuk menggunakan bahasa daerah dan memanfaatkan anasir teater tradisional sebagai bahan untuk pengembangannya. 2 Ini jelas merupakan kecenderungan yang perlu mendapat perhatian terutama karena bahasa lisan yang beredar di beberapa masyarakat bukanlah bahasa Indonesia yang baku dan bahwa sebagian besar masyarakat di daerah masih lebih akrab dengan bahasa ibunya meskipun dalam wujud yang oleh beberapa kalangan bisa saja dianggap sebagai bahasa yang sudah rusak sebagai akibat dari adanya pengaruh timbal balik dengan bahasa Indonesia. Hal ini tidak perlu diresahkan sebab pada dasarnya drama menampilkan dialog yang tentunya bersumber pada bahasa lisan yang dalam perkembangan bahasa kita tidak ada yang disebut baku. Dengan bahasa semacam itulah masalah yang berakar dalam-dalam pada masyarakat tertentu bisa ditangkap intinya untuk kemudian diangkat ke pentas dan selanjutnya dipergunakan sebagai salah satu bahan bagi masyarakat yang lebih luas untuk mempertimbangkan kembali konvensi moral dan sosial yang selama ini menjadi keyakinan orang ramai. Dengan cara demikianlah maka drama memiliki fungsi yang nyata dalam masyarakat. Fungsi yang nyata di sini adalah pandangan masyarakat tentang kesenian drama sebagai cara untuk menikmatinya. Sedangkan yang akan dibahas dalam penelitian ini pandangan tidak tertuju pada masyarakat saja, melainkan kepada tokoh-tokoh yang berdialog di dalam sebuah naskah drama. Pandangan itu meliputi; dalam hal ini hanya berbatas pada naskah drama Umang-umang Atawa Orkes Madun II karya Arifin C. Noer, yaitu pandangan tentang masalah-masalah tertentu, misalnya pandangan tentang masalah sosial yang terjadi di masyarakat, pandangan tentang ideologi tokoh, dan pandangan terhadap agamakeyakinan. Sudah kita ketahui sebelumnya, bahwa drama lahir dari kehidupan sosial masyarakat. Dalam penelitian ini, naskah drama yang digarap menggambarkan keadaan sosial yang carut-marut serta jauh dari kehidupan yang layak. Namun demikian, pembahasan dalam penelitian ini berkaitan dengan pengajaran sastra di sekolah. Pengajaran ini dimaksudkan agar siswa dapat memperoleh pengalaman sastra dan pengetahuan sastra. Salah satu upaya dalam mencapai tujuan pengajaran sastra yaitu, pengetahuan sastra 2 Ibid yang diajarkan kepada siswa hendaknya berangkat dari suatu penghayatan atas suatu karya sastra yang konkret. Hal ini dimaksudkan agar pengalaman sastra yang diajarkan pada siswa melekat dan berakar kuat. Selain membahas masalah sosial dan pandangan hidup di lingkungan naskah dan masyarakat, pendidikan pun berperan aktif sebagai penyalur serta sarana untuk masyarakat mendapatkan pengetahuan. Pendidikan adalah sebuah wadah untuk menampung kebutaan-kebutaan pada masyarakat tentang kehidupan. Pendidikan juga menjadi pemersatu beragam bahasa yang ada di Indonesia menjadi satu bahasa saja, yaitu bahasa Indonesia. Pendidikan di sini, berkaitan dengan pengajaran sastra, karena sastra merupakan hasil karya seni yang cenderung angkuh karena mau mengungkapkan segalanya secara utuh. Namun, tanpa membaca sastra manusia tidak bisa berkaca diri untuk mengungkapkan kenyataan. Pengajaran sastra bukanlah semata-mata produk khayalan, tetapi juga hasil produk pengalaman dan berpikir. Dalam dunia pendidikan, sekolah adalah tempat utama untuk mendapatkan pengalaman serta berpikir yang kreatif dan inovatif, maka dari itu, penulis mengangkat judul “PANDANGAN HIDUP TOKOH WASKA DALAM NASKAH DRAMA UMANG-UMANG ATAWA ORKES MADUN II KARYA ARIFIN

C. NOER DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN SASTRA DI SMA.”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka masalah yang dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut: 1. Kurangnya minat baca peserta didik terhadap karya sastra terutama naskah drama. 2. Kurangnya sarana dan prasarana di sekolah untuk meningkatkan kreativitas peserta didik terhadap pembelajaran drama, padahal, Umang- umang Atawa Orkes Madun II relevan dengan dunia pendidikan karena mengandung nilai sosial, moral, dan pandangan hidup, sehingga dapat diimplikasikan dalam pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. 3. Kurangnya perhatian peserta didik dalam mengkaji unsur intrinsik naskah terutama pada pengkajian tokoh dan hal yang berkaitan dengan tokoh. Misalnya, kepribadian tokoh, pandangan hidup tokoh, dan pandangan- pandangan tentang masalah tertentu. 4. Kurangnya apresiasi masyarakat luas tentang drama sebagai bahan pertimbangan dalam memperkenalkan nilai edukasi kepada anak-anak. 5. Kurangnya kesempatan dalam mempelajari drama menjadikan kurangnya minat peserta didik dalam mempelajari drama.

C. Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah bertujuan membatasi banyaknya masalah yang muncul dalam penelitian ini. Pembatasan masalah juga dapat mempermudah peneliti agar objek yang diteliti lebih spesifik dan mendalam. Dalam naskah drama Umang-umang Atawa Orkes Madun II terdapat banyak permasalahan, maka dari itu, penulis membatasi dan memfokuskan penelitian pada: 1. Unsur intrinsik naskah drama Umang-umang Atawa Orkes Madun II karya Arifin C. Noer. 2. Pandangan hidup tokoh Waska dalam naskah drama Umang-umang Atawa Orkes Madun II karya Arifin C. Noer. 3. Implikasi naskah drama Umang-umang Atawa Orkes Madun II terhadap pembelajaran sastra di SMA.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan dan pembatasan masalah penelitian seperti telah dikemukakan di atas, masalah penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut. 1. Bagaimana unsur intrinsik naskah drama Umang-umang Atawa Orkes Madun II karya Arifin C. Noer? 2. Bagaimana pandangan hidup tokoh Waska dalam naskah drama Umang- umang Atawa Orkes Madun II karya Arifin C. Noer?