komunikatif. Untuk mengetahui sifat dan sikap seorang tokoh, dalam karya drama, kita mengetahuinya lewat dialog-dialog yang berfungsi sebagai tuturan
dari tokoh satu ke tokoh lainnya. Di dalam dialog terdapat informasi tentang cerita, atau ide-ide, bahkan hal-hal yang bersifat pandangan hidup. Dialog
dalam drama haruslah ragam bahasa tutur karena jika pembicaraan sepasang kekasih tidaklah harus menggunakan kelengkapan bahasa. Dialognya haruslah
akrab dan intim, jika kalimatnya lengkap, maka dialog antarkekasih tersebut tidak akan hidup.
Dialog merupakan kumpulan tanya-jawab antarpelaku yang berfungsi menciptakan peristiwa di dalam karya drama. Salah satu hal yang
membedakan karya drama dengan karya yang lainnya yaitu, bahwa karya drama berbentuk dialog. Dialog melancarkan cerita atau lakon, mencerminkan
pikiran tokoh cerita, mengungkapkan watak para tokoh cerita, dan dialog juga berfungsi menggerakan cerita dan melihat watak atau kepribadian tokoh
cerita. Biasanya pada awal cerita dialog-dialog yang disajikan adalah dialog yang panjang, karena sebagai penjelasan tentang tokoh-tokoh yang dimaikan.
“Dialog juga harus bersifat estetis, artinya memiliki keindahan bahasa”.
46
Hal ini disebabkan karena kenyataan yang ditampilkan di pentas harus lebih indah
dari kenyataan yang benar-benar terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Dalam naskah drama umang-umang yang akan dibahas ini pun memiliki keindahan
dialog yang disajikan, karena naskah drama juga merupakan keperluan pementasan dan juga merupakan karya sastra. Maka dari itu, bahasa yang
digunakan haruslah mengandung keindahan bahasa dan tetap saja mengandung unsur bahasa lisan atau bahasa keseharian.
Seorang pengarang drama yang sudah berpengalaman tentulah akan mampu memadukan unsur estetis dan unsur komunikatif itu. Arifin C. Noer
adalah salah satu pengarang yang memadukan unsur kecapakan tersebut, karena pada saat mencipta karya drama, pengarang yang berasal dari pentas
seni ini akan membayangkan kemungkinan pementasan.
46
Ibid, h. 21
5. LatarSetting
Selain berbentuk dialog, drama juga tidak terlepas oleh “latar atau
setting yang disebut juga sebagai landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-
peristiwa yang diceritakan”.
47
Latar termasuk bagian penting di dalam sebuah karya drama, karena dari situ pembaca akan mengetahui kejadian apa dan
kapan peristiwa itu terjadi. Jika di dalam pementasan, latar berperan untuk memudahkan pemain sekaligus sutradara untuk merealisasikan kegiatannya di
panggung. Membaca sebuah karya drama, tentu saja kita dihadapkan pada tempat atau lokasi-lokasi kejadian serta waktu kejadian peristiwa, misalnya,
nama kota, nama jalan, desa, pagi, sore, malam, dan lain-lain yang menandai jalannya alur cerita.
Menurut Sudjiman, unsur yang membangun latar dapat dikatakan “bahwa segala keterangan, petunjuk, pengacuan, yang berkaitan dengan
waktu, ruang, dan suasana terjadinya peristiwa dalam suatu karya sastra”.
48
Latar dalam karya sastra tidak benar-benar disajikan pengarang secara jelas dan gamblang, melainkan mereka bersifat eksplisit, seperti kepercayaan,
kebudayaan, adat istiadat, dan sebagainya. Begitu juga pada latar waktunya tidak dijelaskan dengan angka, tetapi disajikan lewat peristiwa yang sedang
terjadi pada saat itu. Ini dimaksudkan agar pembaca tidak hanya terfokus pada karya drama itu saja, tetapi menelusuri lebih dalam lagi apa yang terjadi dan
apa yang dimiliki oleh latar yang membawa peristiwa itu terjadi. “Latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, yaitu tempat, waktu,
dan sosial”.
49
Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Penggunaan latar tempat dengan nama-
nama tertentu haruslah mencerminkan, atau paling tidak tak bertentangan dengan sifat dan keadaan geografis tempat yang bersangkutan. Latar waktu
berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Kejelasan waktu dalam karya drama
47
Burhan, Op,cit., h. 216
48
Nani Tuloli, Op,Cit., h. 52
49
Burhan, Op,cit., h. 227
biasanya ditandai keadaan sosial di suatu daerah tertentu, keadaan yang sedang hangat dibicarakan bahkan dialami oleh sebagian masyarakat. Latar
sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi.
50
Bagi pembaca, latar sosial disajikan oleh pengarang lewat status sosial tokoh,
kebiasaan hidup, adat istiadat, pandangan hidup, tradisi, cara berpikir, cara bertindak, dan juga keyakinan.
6. Amanat
Di setiap karya sastra, ada hal-hal yang mengilhami kita atau hal yang harus kita ambil dan kita perbaiki untuk kehidupan kita. Sebut saja itu adalah
upah kita setelah beberapa waktu membacanya bahkan mementaskannya untuk karya drama. Hal itu, dalam karya fiksi disebut amanat. Amanat
sendiri lahir ketika kita sudah selesai membaca, mengkaji, bahkan mementaskannya. Ia berisi pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada
pembaca lewat tulisannya. Amanat dalam sebuah drama akan lebih mudah dihayati, jika drama itu
dipentaskan. Amanat biasanya memberikan manfaat dalam kehidupan secara praktis. Ia merupakan pesan dari pengarang yang memerlukan penafsiran
sebagai bentuk bahwa kita mampu memetik manfaatnya. Setiap pembaca berbeda-beda menafsirkan makna karya itu bagi dirinya, dan semuanya
cenderung dibenarkan. Misalnya seperti kisah wayang yang diambil dari Mahabarata biasanya memberikan amanat bahwa kebaikan akan mengalahkan
kejahatan. Amanat tersebut merupakan perang bagi diri sendiri yang sebagai manusia memiliki sisi baik dan sisi jahat. Begitulah drama yang dipentaskan
memang sangatlah lekat dengan kehidupan kita. “Dalam naskah drama diperlukan juga petunjuk teknis, yang sering pula
disebut teks samping”.
51
Teks samping ini memberikan petunjuk teknis tentang tokoh, waktu, suasana pentas, musik, keluar masuknya aktor atau
50
Ibid, h. 233
51
Herman, Op,cit., h. 29