Alur Unsur Intrinsik Naskah Drama Umang-umang atawa Orkes Madun II Karya Arifin C. Noer.

Naskah drama Umang-umang Atawa Orkes Madun II ini terdiri dari tiga bagian babak dan tidak terdapat jumlah serta nomor-nomor adegan. Bagian pertama terdiri dari 34 halaman, bagian kedua terdiridari 15 halaman, dan bagian ketiga terdiri dari 29 halaman. Sebagai naskah drama, jika naskah drama ini diasosiasikan seperti manusia, naskah atau pertunjukannya memiliki dua wajah, dua kepribadian. Wajah pertama, Waska dengan umang-umang sebagai bala tentaranya. Wajah kedua adalah Semar dan para anggota aktif orkes madun. Bagian pertama adalah pengenalan atau pelukisan awal cerita. Di mana dalam tahap ini pembaca diperkenalkan dengan tokoh-tokoh drama dengan watak masing-masing. Dalam naskah drama Umang-umang, Waska adalah tokoh utama sekaligus pemimpin sebuah kelompok. Kelompok ini terbentuk karena mereka memiliki kesamaan nasib dan kebutuhan. Diceritakan ada rombongan orkes keliling yang di pimpin oleh Semar. Rombongan orkes ini akan mementaskan tentang seorang penjahat berumur panjang bernama Waska. Waska : Aku akan memulai uraian panjang dalam pertemuan besar ini dengan suatu kebenaran. Dan kebenaran itu berbunyi bahwa “Lihatlah, kami yang terdiri dari berbagai agama, keyakinan, kepercayaan, berbagai suku, berbagai daerah telah dikumpulkan dan disatukan oleh ikatan nasib yang kuat dan tekad semangat yang kuat” Ya, anak-anaku kita telah disatukan oleh kesamaan nasib dan tidak oleh apa yang disebut kebajikan atau agama, apalagi kebenaran. Atau dengan kalimat yang lain, kita telah dipersatukan oleh kebutuhan-kebutuhan dasar kita sebagai insan. Amin. 23 Kelompok ini adalah bentukan dari rombongan orkes madun yang dipimpin oleh Semar, sutradara sekaligus memainkan peran Waska. 23 Ibid, h. 44 Semar : Nah, saya Semar, pemimpin rombongan sandiwara ini tanpa tedeng aling-aling ingin menjelaskan apa adanya. Para penonton, percayalah dan yakinlah bahwa mereka tadi sedang dalam perjalanan dipimpin oleh seorang penjahat besar bernama Waska, yang kebetulan saya mainkan sendiri sambil sekaligus menyutradarai. Lantas, perjalanan ke manakah, para penonton? Jawabannya: Tontonlah sandiwara ini. 24 Berawal dari kehidupan kepala rombongan ini, yaitu Waska, yang memiliki cita-cita merampok semesta. Ia adalah tokoh antagonis karena berwatak keras kepala, diktator, dan menjadi sumber pertikaian dalam lakon ini. Waska memiliki dua anak buah yang setia, yaitu Borok dan Ranggong yang watak dan perilakunya mirip dengan yang dijalani oleh Waska, akan tetapi sangat patuh dan tunduk kepada pemimpinnya itu. Ranggong : Kamu lebih tua, jauh lebih tua dari pada saya, tapi kamu juga lebih kuat dalam segala hal. Kamu adalah tauladanku. Kamu adalah cita- citaku.kamu adalah panduku. Waska, kebanggaanku berkibar-kibar setiap kali aku menatap garis-garis wajahmu yang tajam bagaikan mata pisau membara. 25 Begitu mulia dan sangat diagungkan Waska dalam kelompoknya. Hingga apa-apa yang diperintahkan Waska tak ada yang berani menolak. Dalam hal kejahatan, Borok dan Ranggong dikatakan sangat sempurna oleh Waska karena jalan hidup yang mereka lakoni sama dengan jalan hidup yang dilakoni Waska, yaitu mencuri, dipenjara, dan tidak menikah. Semua itu disukai Waska karena mereka tidak akan memiliki kesibukan lain selain melayani dan mengikuti Waska. Bagian kedua adalah bagian komplikasi atau pertikaian awal. Waska seorang pemimpin yang sangat gagah dan dianggap putra Nabi Nuh ternyata memiliki penyakit yang begitu memedihkan. Konflik atau pertikaian dalam lakon ini dimulai karena pemimpin kelompok yang 24 Ibid, h. 3 25 Ibid, h. 27 istimewa itu menderita penyakit yang aneh. Di mana, Waska tidak hanya memiliki konflik pada dirinya saja konflik internal. Ia pun memiliki konflik di luar dirinya sendiri, yaitu dengan cintanya dan dengan sahabatanya konflik eksternal. Konflik internal yang dimiliki Waska bahwa ia menderita penyakit aneh dan penyakitnya itu perlu disembuhkan agar rencana spektakulernya dalam merampok semesta itu terwujud. Tiba-tiba saja, ketika Waska dan bala tentaranya sedang mengadakan pertemuan, ia sakit kemudian rebahan dan kaku. DEBLENG LALU MENGGUNCANG- GUNCANGKAN TUBUH WASKA, TAPI WASKA TIDAK BEREAKSI SAMA SEKALI. MELIHAT KEADAAN TUANNYA YANG LUAR BIASA INI, SEGERA SAJA ORANG- ORANG SAMA MENGGUNCANG- GUNCANGKAN TUBUH WASKA. SEMUANYA DILIPUTI KECEMASAN. Semua orang menjadi cemas dan bingung. Kalau tidak ada Waska pemimpin besar itu, siapa yang akan memimpin mereka nanti? Waska yang sakit-sakitan kiranya tidak dapat menjalankan misinya untuk merampok semesta. Semar : Sebagaian orang menganggap tokoh Waska itu sebagai laki-laki atau jawara tua setengah sinting, eksentrik kayak seniman besar. Sebagian lagi menganggap penyakitnya itu sebagai akibat guna-guna. Banyak dugaan-dugaan atas penyakit yang diderita Waska, sementara bala tentaranya meributkan siapa yang akan menjadi pemimpin. Mereka bertengkar satu sama lain tentang siapa yang akan menjadi pemimpin. Saling beradu pendapat dan saling merasa dirinya paling hebat. Mereka membenarkan bahwa siapa yang paling kuat dalam hal bertarung, dialah yang layak menggantikan Waska. Padahal, setengah abad lebih Waska menunggu saat yang tepat untuk melaksanakan rencana besarnya. Dia menggagas penjarahan semesta yang mengerahkan seluruh penjahat dan menjarah seluruh kota. Konflik eksternal yang menimpa Waska yaitu kemunculan Bigayah, pelacur tua yang ingin menikahi Waska, yang mencintai Waska dengan sepenuh hatinya. Ia memaksa Waska untuk menikahinya dan hidup bersama dengannya. Bigayah : Saya betul-betul tidak habis mengerti kenapa Waska selalu menolak setiap kali saya ajak kawin. 26 Bigayah tidak jera jika hanya ditolak Waska, ia terus mendatangi Waska dan akan merawatnya, ia tidak percaya bahwa seorang Waska tidak mencintainya. Tanpa peduli rencana besar Waska, Bigayah terus- terusan mengejar Waska. Kemudian konflik eksternal lainnya, yaitu dengan munculnya sosok Jonatan, sahabat Waska yang selalu memberikan peringatan- peringatan serta mencoba menggali masa lalu Waska untuk menghalangi rencana besar Waska. Kemunculan Jonatan sangat tidak diduga-duga, ia hadir untuk menggagalkan rencana Waska dan bala tentaranya. Jonatan terus-terusan membujuk Waska agar mengingat masa lalunya ketika mereka berdua sedang berlayar dilautan lepas. Begitu berkecamuk pikiran Waska. Hampir ia tidak dapat minum, dan makan, serta tidur dengan tenang atas rencana besarnya itu. Bagian ketiga atau titik puncak cerita, di sini konflik yang meningkat itu akan meningkat terus sampai mencapai klimaks atau titik puncak atau puncak kegawatan dalam cerita. Di tengah sakitnya yang begitu parah, Waska tetap memiliki anak buah yang setia, yaitu Ranggong dan Borok yang merupakan tangan kanan dan tangan kiri kesayangan Waska, yang kemudian mencari penawar untuk kesembuhan Waska. 26 Ibid, h. 32 Ranggong : Ya, Embah tologlah kami. berikan jamu itu. nyawa Waska sudah getas sekali. Beberapa detik saja Embah terlambat menolong, putuslah semuanya. Embah : Kenapa? Kenapa kalau putus? dan lagi apa benar putus? apa kamu tahu? Putus? begitu? Orang-orang macam kalianlah yang membuat hidup menjadi bising. Sekarang aku minta supaya kalian jangan lagi mengganggu tidurku. Malam sudah larut. Aku harus tidur. Sayang sekali yang memiliki resep jamu itu tidak mau memberikannya kepada mereka berdua. Si tukang jamu malah tidur pulas. Borok dan Ranggong melalukan berbagai cara untuk membangunkannya. Mulai dari memanggil-manggil sampai mengguncang-guncangkan tubuhnya. akhirnya, karena keadaan di sekitarnya tidak membiarkannya untuk tidur, Embah Wiku bangun dengan malas-malasan. Kemudian mereka berdebat atas jamu Dadar Bayi yang tidak akan diberikan Embah kepda Ranggong dan Borok. Setelah perdebatan yang sangat panjang dan sangat sengit itu, akhirnya Embah menyerah dan memberikan resep kepada mereka berdua. Borok : Kami tidak perlu minum mbah. Kami perlu minum jamu itu. Embah Putri : Duduk saja dulu. Soal jamu itu soal sepele. LALU KETIGANYA DUDUK Embah Putri : Kami punya banyak macam jamu. Jamu klingsir, galian singset, jamu nafsu kuda, jamu kanker, jamu saraf……. Borok : Bukan jamu itu, Mbah. Embah Putri : Embah tahu, jangan cerewet. Kamu menginginkan jamu dadar bayi. Tidak hanya itu, Embah Putri walaupun tukang jamu tetap tidak bisa meracik jamu itu sendiri. Ramuan-ramuannya harus diracik sendiri oleh Borok dan Ranggong. Embah putri hanya memberikan resepnya saja. Dadar bayi. Ya, dadar bayi adalah penawar yang dianjurkan dukun untuk menyembuhkan penyakit Waska, karena bahan-bahannya dibuat dari jantung bayi yang dikeringkan. Ranggong : Jadi, kami harus mendapatkan jantung bayi dan mengeringkannya, mbah? Embah Putri : Ya, kamu tega? Mengeringkannya lalu kamu tumbuk sampai halus dan selanjutnya dapat kamu minum bersama minuman apa saja asal panas. Nah, kamu tega? Setelah berpamitan dan dengan syarat yang telah diberikan Embah Putri, berangkatlah Borok dan Ranggong ke kuburan untuk mencari mayat bayi. Di pekuburan, mereka bertemu Juru Kunci dan Anaknya. Penggalian serta pengambilan mayat bayi dibantu oleh Juru Kunci dan anaknya. KOOR : Empat belas pemain mencangkul bersama. Empat belas pocong bayi dicomot bersama. Mot 27 Setelah lima belas pocong bayi yang dikumpulkan oleh Juru kunci dan Anaknya, kemudian mereka bertengkar dengan Borok dan Ranggong atas tidak setujunya Juru Kunci karena yang diambil oleh Borok dan Ranggong bukan kain kafan, melainkan mayat bayi yang lima belas itu. Juru kunci tidak setuju karena biasanya, orang-orang yang datang ke sana hanya mengambil kain kafan. Akhirnya, karena merasa niat dan kerjanya ada yang menghalangi, langsung saja Borok membunuh Juru Kunci beserta Anaknya. Juru Kunci : Berhenti Kalau nggak berhenti gua granat. Borok : Modar Gua granat duluan. Bum TUBUH JURU KUNCI BERSERAK. Si Anak : Lu bunuh babe gua? Borok : Modar Bum TUBUH SI ANAK BERSERAK. Juru kunci dan anaknya pun mati dibunuh oleh Borok. Akhirnya Borok dan Ranggong meracik jamu dan kemudian akan pulang menemui Waska dan memberikan jamu itu. 27 Ibid, h. 66 Di tengah sakitnya dan menunggu jamu yang sedang dibawa oleh anak buahnya, Waska dengan susah hati menolak keinginan Bigayah yang mengajaknya menikah. Bigayah terus merayu Waska dan Waska terus menghindari Bigayah. Kejadian ini berulang-ulang, Bigayah selalu menghampiri Waska dan sangat lemah untuk meladeninya. Kemudian Jonatan yang terus mengintimidasi Waska akan masa lalunya. Ia menganggap Waska telah melupakan persahabatan mereka ketika mereka di kapal dulu. Waska merasa tidak kuat menghadapi ocehan Jonatan yang begitu membuatnya marah. Akhirnya, dengan berat hati, Waska memutuskan persahabatannya dengan Jonatan, si seniman yang selalu berbohong atas cerita yang ditulisnya. Bagian keempat adalah resolusi atau penyelesaian, di mana pada tahap ini konflik telah mereda atau menurun. Tokoh-tokoh yang menghalangi jalan Waska untuk merampok semesta ada yang mati dan ada yang diam hanya menonton saja. Seperti Jonatan dan Bigayah, mereka hanya ikut menonton dan diam seribu bahasa. Ranggong : Kita menang Borok. LALU KETIGANYA BERDIRI DI PUCUK BUKIT SEMENTARA PARA PENGIKUT MEREKA MEMENUHI LEMBAH. TERJALNYA DAERAH ITU BUKAN MAIN. DAN MATAHARI BUKAN MAIN TERIKNYA. Waska : Dalam beberapa detik lagi kita akan mendengarkan nafas amarah kita yang dihembuskan oleh gas bau bacin dari perut kita yang kosong, melanda sebagai wadah epidemik yang tak akan tertahankan oleh kota yang sombong ini. di bukit terjal ini kami berdiri bagaikan batang lilin hitam dengan nyala ungu. Waska berpidato atas kemenangannya. Ia tak jadi mati. Ia sembuh total dan seperti muda kembali. Ia Berjaya dan ia merampok semesta bersama komplotannya. Tujuannya tercapai, cita-citanya tercapai.Akan tetapi, efeknya sangat signifikan, mereka bertiga tidak jadi mati. Naskah drama ini menyajikan alur secara langsung dengan peristiwa-peistiwa dan konflik yang berurutan. Konfliknya sudah ditampilkan di awal cerita, karena ini adalah naskah kedua setelah Madekur Tarkeni. Oleh karena itu, sudah kita ketahui bersama bahwa sebagian kecil ceritanya sudah digambarkan di naskah sebelumnya. Naskah drama Umang-umang atawa Orkes Madun II menggunakan alur maju, yaitu peristiwa yang disajikan dibuat secara merunut dan kronologis.

4. Settinglatar

“Setting atau tempat kejadian cerita sering pula disebut latar”. 28 Penentuan ini harus secara cermat sebab naskah drama harus juga memberikan kemungkinan untuk dipentaskan. Setting biasanya memiliki tiga dimensi, yaitu: tempat, ruang, dan waktu. Latar tempat pada naskah lakon ini terletak di Jakarta, atau lebih tepatnya di Jakarta Barat dan Jakarta Utara, yaitu di Kota Tua. Satu : Nggak nengok dulu di gerbong? Kata gerbong di sini adalah sebutan pada gerbong tua, yaitu istilah untuk Kota Tua di Jakarta Barat, karena berada di wilayah yang strategis atau dekat dengan laut. Pada sejarahnya, Belanda memilih daerah-daerah dekat laut untuk dijadikan pusat perdagangan. Oleh karena itu, ciri-ciri lingkungan sejarah di Kota Tua banyak menunjukkan kekuatan politik kolonial VOC yang berorientasikan politik dagang militer melalui kekuatan maritimnya. 29 Begitu pula Waska yang seorang bekas kelasi atau pensiunan pelaut. Dialog-dialog lain yang menyatakan bahwa latar tempat pada stasiun kereta apigerbong. Bigayah : Tapi kok situ berani melarang saya bicara keras padahal keras itu adat saya dan di stasiun tua ini adat serta kepribadian di junjung tinggi. 28 Herman, Op,cit., h. 23 29 Dinas Kebudayaan dan Permuseuman Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Sejarah Kotatua, Jakarta : Jaya Raya, 2007, h. 87 Satu : Betul bigayah, kami berkumpul di sekitar gerbong tua karena di dalam gerbong itu Waska sedang berkelahi dengan ajalnya. Di Kota Tua wilayah Jakarta Barat juga banyak terdapat masyarakat Tionghoa atau yang disebut orang-orang Cina. Waska : Borok Borok : Gua di kuburan Cina, Waska. 30 Ketika dipanggil oleh Waska, Borok mengatakan bahwa ia di kuburan Cina. Itu pertanda bahwa latar tempat yang digunakan oleh pengarang adalah sekitar wilayah Jakarta Barat di Gerbong Tua dan di kuburan Cina. Drama bertujuan untuk dipentaskan, maka dari itu latar tempat lebih dipusatkan hanya pada satu tempat saja. Ada beberapa tempat seperti rumah, kuburan, dan sungai. Boleh jadi itu semua masih berada di sekitar Jakarta. Setelah tempat dianalisis, latar waktu yang menandakan kapan peristiwa itu terjadi juga harus dianalisis. Latar waktu berarti juga zaman terjadinya lakon itu. Latar waktu dalam naskah ini tidak dipaparkan oleh pengarang, akan tetapi naskah ini hadir di tahun 1976. 31 Biasanya pengarang adalah pencatat sejarah yang baik, karena tulisannya berupa peristiwa-peristiwa yang kadang peristiwa itu menyembunyikan dirinya dari masyarakat. Tugas pengarang adalah menguak setiap rahasia yang patut diketahui. Naskah dibuat ketika mahasiswa berkumpul untuk menolak kedatangan Perdana Menteri Jepang, yaitu Tanaka Kakuei. Pada tahun 1974 berdekatan dengan pementasan naskah Umang-umang ini, yaitu pada tahun 1976. Di sini, Arifin ingin mengingatkan pada penonton bahwa telah terjadi pemberontakan besar oleh mahasiswa akan kedatangan Perdana Menteri Jepang. Di hari kelabu itu, pusat pertokoan yang dikenal dengan Proyek Senen di Jakarta dibakar masa. Unjuk rasa mahasiswa yang berakhir rusuh 30 Arifin, Op,cit., h. 5 31 Arifin, Op,cit., h. 87