Tema Unsur Intrinsik Naskah Drama Umang-umang atawa Orkes Madun II Karya Arifin C. Noer.

Seluruh penjuru kota kita serang, kita rampok habis- habisan. Paling sedikit 130 bank yang ada, 400 pabrik, 2000 perusahaan menengah dan kecil dan ribuan toko-toko dan warung-warung yang ada di kota ini, akan kita gedor secara serempak. Mendadak. Pasti. Pasti menetas impian tua saya ini. Jumlah kita, anak-anak lapar dan dahaga sudah menjadi rongga mulut raksasa yang juga akan mengancam keheningan langit. Kehadiran kita yang bersama ini akan menggetarkan para nabi dan malaikat. 3 Dialog di atas adalah rencana Waska merampok secara simultan untuk menanggulangi kemiskinan kelompoknya. Merugikan orang lain dan memiliki apa yang bukan miliknya. Hal ini sama seperti umang- umang dalam kehidupan, ia merampok sarang yang lebih baik dan lebih bagus untuk kelangsungan hidupnya. Ia rela membunuh sang empunya sarang untuk tempat tinggalnya kelak. Kemiskinan dengan berbagai jenisnya, merupakan tema sentral caturlogi naskah drama Orkes Madun. Selain kemiskinan ekonomi, kemiskinan jiwa, moral, dan kemiskinan metafisis juga disajikan dengan jelas oleh Arifin dalam naskah lakon ini. Waska : Kami bertiga berdiri bagaikan trisula yang berkarat yang digenggam bermilyar tangan lapar dan dahaga, lapar badan, dan lapar jiwa. 4 Debleng : Betapapun hina dinanya orang yang ada dalam kubur ini, Tuhan, namun terimalah dia. Barangkali ia hanyalah serbuk kayu, barangkali ia hanyalah arang, barangkali ia hanyalah daki, barangkali ia hanyalah karat pada besi tua, namun tak bisa dipungkiri ia adalah milikMu, makhlukMu, maka terimalah ia kembali dalam rahasiaMu. Kejahatan yang dilakukan orang dalam kubur ini betul-betul kelewatan, Tuhan. Ia telah menghina dirinya habis-habisan. Sekali lagi, Tuhan, terimalah ia karena Engkau pun tahu kami tak bisa menyimpannya. Amin... 5 3 Arifin, Op,cit., h. 5 4 Ibid, h. 70 5 Ibid, h. 4 Dialog di atas menampilkan bahwa kejahatan memang tidak layak diterima, akan tetapi, jiwa makhluk tersebut memiliki Tuhan dan harus mempertanggung jawabkannya kelak di alam lain. Waska dan komplotannya berjuang memberantas kemiskinan untuk kesejahteraan dengan cara apapun. Waska berkeinginan untuk jangan pernah menutupi kejahatan-kejahatan yang terjadi di sekitar kita. Apabila hanya kebaikan saja yang ditampilkan, mana bisa hal itu disebut kebaikan. Seringnya kita tidak menyadari bahwa hal-hal yang ada di sekitar kita hanya menutupi kejahatan saja, bukan memperbaikinya. Di sini, Arifin secara terang-terangan mengungkapkan kejahatan yang pada hakikatnya adalah sisi lain dari diri kita sendiri. Manusia memiliki dua sisi, yang satu sifat baik, dan yang satu lagi bisa dikatakan sifat kejam atau tidak memiliki rasa belas kasih. Maka, jika kita menginginkan sesuatu, janganlah pernah untuk berpura-pura baik atau membohongi diri sendiri untuk kelihatan baik di mata orang lain. Arifin mengajarkan untuk bersikap biasa, jika kejahatan yang akan engkau lakukan, maka bertindaklah seperti orang jahat. Tampilkanlah kebaikanmu, maka kau akan dilindungi Tuhanmu, dan jangan malu menampilkan kejahatanmu jika memang itu perlu. Arifin menampilkan kejahatan karena tokoh-tokoh yang berperan memiliki profesi yang dinilai buruk oleh masyarakat. Itu semua bukan keinginan mereka semata, keadaanlah yang membuat mereka seperti itu. Koor : Kemiskinan telah menghalau kami ke kota yang penuh kemiskinan ini. Kemiskinan telah mengajar mencuri, mencopet, menjambret, menodong, menggarong. Desa telah mengusir kami. Kota telah mengusir kami. Apakah langit juga akan mengusir kami? 6 Kemiskinan memang telah menggerogoti kelompok ini, cara menanggulanginya tidak dengan berdiam diri dan pasrah terhadap nasib. Mereka menerobos segala yang berbau konvensional. Mereka merampok 6 Arifin, Op,cit., h. 47 semesta untuk menanggulangi kemiskinan yang menyelimuti mereka. Keadaan tidak akan memberimu kesempatan jika yang kau lakukan hanya berdiam diri. Itulah tema dalam drama, segala yang berbau tentang memberantas kemiskinan terjadi dalam lakon naskah ini. Selanjutnya, peneliti akan mendeskripsikan tentang tokoh sekaligus penokohannya dalam naskah drama Umang-umang atawa Orkes Madun II ini.

2. Tokoh dan Penokohan

“Tokoh dalam fiksi adalah manusia yang diciptakan atau direka oleh pengarang”. 7 Sebagai manusia yang memiliki masalah serta problema kehidupan, tokoh yang dihadirkan pun berperan dalam menciptakan konflik serta alur bagi kehidupannya. Tokoh-tokoh yang berperan dalam naskah drama Umang-umang atawa Orkes Madun II karya Arifin C. Noer ini, yaitu Waska, Borok, Ranggong, Bigayah, Debleng, Gustav, Japar, Buang, Nabi-nabi, Embah, Embah Putri, SenimanJonathan, Tukang Jamu, Tukang Sekoteng, Tukang Kue, Tukang pijat, Anak kecil, Juru kunci, Anaknya, Engkos, Dajjal, Dan lain-lain. Apabila diklasifikasikan dalam kategori penokohan seperti pada analisis sastra, naskah drama Umang-umang atawa Orkes Madun II karya Arifin C. Noer memiliki tiga kategori. Pertama tokoh sentral-antagonis, meliputi: Waska, Borok, dan Ranggong. Kedua, tokoh sentral-protagonis, yaitu Semar, SenimanJonatan. Ketiga, tokoh pendukung, yaitu Bigayah dan juga tokoh-tokoh pembantu seperti Debleng, Buang, Gustav, Embah, Embah Putri, Anak, Tukang Jamu, Tukang Sekoteng, Tukang Kue, satu, Tukang pijat, Anak kecil, Juru kunci, Anaknya, Dajjal, Engkos, dan Japar. Berikut ini analisis ketiga jenis penokohan tersebut. a. Tokoh Sentral-Antagonis Waska, Borok, dan Ranggong adalah tokoh sentral-antagonis, dari ketiganya, Waska adalah yang mendalangi setiap adegan dalam cerita. Waska adalah pemimpin kelompok serta biang keladi pertikaian dalam 7 Nani Tuloli, Op,cit., h. 28 naskah lakon ini. Borok dan Ranggong adalah tokoh yang berkaitan penting dengan Waska. Waska adalah seorang pemimpin komplotan yang disegani anak buahnya. Nabi : Kenapa Waska? Gustav : Waska, pemimpin besar kami, pemimpin umat manusia, sedang menderita sakit. Bahkan pada detik-detik ini ia sedang dalam keadaan inkoma, sakaratulmaut. Nabi : Kalian kelewatan, betul-betul kelewatan. Tuhan, ampunilah mereka karena mereka menangisi waska. Debleng : Ya, kami menangisi Waska. Nabi : Waska, kalian tangisi? Nggak masuk akal, nggak masuk akal. Waska? Orang macam itu? Gustav : Orang katamu? Dia lebih dari orang. Ranggong : Orang katamu? Dia raja. Dia pembesar. Dia pembela. Dia penghibur. Dia juga adalah sebuah kendi air di suatu jalan lenggang di suatu desa yang tandus. Dan Tuhan pun tahu tangi kami adalah ucapan spontan terima kasih kami. 8 Begitulah pendapat mereka tentang Waska, seorang pemimpin komplotan yang ditakuti, dikagumi, dan semua orang patuh padanya. Mereka sangat patuh, hal ini terlihat pada dialog ketika berikut ini. Waska : Ranggong Ranggong : Ranggong di sini, Waska, di becak nomor tiga belas. Waska : Borok Borok : Gua di kuburan cina, Waska. Waska : Japar Japar : Aku dalam bus kota, orang tua 9 Meskipun Waska dihormati, dikagumi, dan dipatuhi, ia tetap tidak ingin disembah layaknya Tuhan. Waska juga makhluk Tuhan, hanya saja kedudukannya di hadapan anak buahnya dianggap dewa. 8 Arifin, Op,cit., h. 10 9 Ibid, h. 3