Settinglatar Unsur Intrinsik Naskah Drama Umang-umang atawa Orkes Madun II Karya Arifin C. Noer.

Satu : Betul bigayah, kami berkumpul di sekitar gerbong tua karena di dalam gerbong itu Waska sedang berkelahi dengan ajalnya. Di Kota Tua wilayah Jakarta Barat juga banyak terdapat masyarakat Tionghoa atau yang disebut orang-orang Cina. Waska : Borok Borok : Gua di kuburan Cina, Waska. 30 Ketika dipanggil oleh Waska, Borok mengatakan bahwa ia di kuburan Cina. Itu pertanda bahwa latar tempat yang digunakan oleh pengarang adalah sekitar wilayah Jakarta Barat di Gerbong Tua dan di kuburan Cina. Drama bertujuan untuk dipentaskan, maka dari itu latar tempat lebih dipusatkan hanya pada satu tempat saja. Ada beberapa tempat seperti rumah, kuburan, dan sungai. Boleh jadi itu semua masih berada di sekitar Jakarta. Setelah tempat dianalisis, latar waktu yang menandakan kapan peristiwa itu terjadi juga harus dianalisis. Latar waktu berarti juga zaman terjadinya lakon itu. Latar waktu dalam naskah ini tidak dipaparkan oleh pengarang, akan tetapi naskah ini hadir di tahun 1976. 31 Biasanya pengarang adalah pencatat sejarah yang baik, karena tulisannya berupa peristiwa-peristiwa yang kadang peristiwa itu menyembunyikan dirinya dari masyarakat. Tugas pengarang adalah menguak setiap rahasia yang patut diketahui. Naskah dibuat ketika mahasiswa berkumpul untuk menolak kedatangan Perdana Menteri Jepang, yaitu Tanaka Kakuei. Pada tahun 1974 berdekatan dengan pementasan naskah Umang-umang ini, yaitu pada tahun 1976. Di sini, Arifin ingin mengingatkan pada penonton bahwa telah terjadi pemberontakan besar oleh mahasiswa akan kedatangan Perdana Menteri Jepang. Di hari kelabu itu, pusat pertokoan yang dikenal dengan Proyek Senen di Jakarta dibakar masa. Unjuk rasa mahasiswa yang berakhir rusuh 30 Arifin, Op,cit., h. 5 31 Arifin, Op,cit., h. 87 itu dikenal sebagai Malari, Peristiwa Limabelas Januari tentang kerusuhan sosial yang terjadi pada 15 Januari 1974 di Jakarta. Peristiwa Malari dilatari kemarahan rakyat karena melambungnya harga beras dan bahan kebutuhan pokok. Penyebabnya adalah resesi dunia sejak 1973 lantaran embargo minyak oleh negara-negara Arab dan melambungnya harga minyak dunia. Ekspresi kemarahan itu muncul melalui mahasiswa karena selama enam bulan sebelumnya mereka diminta Soemitro mengkritik pemerintah dengan alasan untuk memberikan umpan balik atas kebijakan pemerintah. 32 Selain melakukan aksi, kelompok mahasiswa juga mengatur strategi agar dapat melakukan pertemuan dengan mahasiswa yang lain. Hal ini sama dengan yang tercatat dalam naskah, Waska si pemimpin komplotan yang mengumpulkan setiap balatentaranya. Buang : Saudara-saudaraku, segeralah kumpul di alun-alun, maksud saya di kompleks kuburan berbagai bangsa dan berbagai agama. Di atas tanah yang di dalamnya kursi leluhur kita itu Waska pemimpin jempolan akan mebagi-bagikan impian spektakuler dan kolosalnya dari ketentraman jiwa kita. 33 Kejadian mengumpulkan bala tentara Waska dan para mahasiswa dari setiap golongan yang mendukung rencana Hariman Siregar itu ada kemiripan. Waska dan bala tentaranya akan merampok semesta, sedangkan Hariman dan orang-orang yang mendukungnya akan menguak semua kesalahan pemerintahan pada saat itu. waska dan bala tentaranya mengadakan rapat di sekitar daerah Jakarta, sedangkan Hariman sering mengadakan pertemuan di Jl. Telukbetung, kediaman Jajang Pamoentjak, istri dari almarhum Arifin C. Noer. Waska dan baa tentaranya merampok besar-besaran dengan menghancurkan toko-toko, pabrik-pabrik, dan bangunan yang ada di 32 Jopie Lasut, Malari : Melawan Soeharto dan Barisan Jenderal ORBA, Depok: Yayasan Penghayat Keadilan, 2001, h. 91 33 Arifin, Op,cit., h. 40 sekitar Jakarta. Di dalam sejarah pun tercatat bahwa peristiwa Malari mengadakan aksi pembakaran dan pengrusakan terhadap bangunan- bangunan yang ada di Jakarta. Sebanyak 807 mobil dan 187 sepeda motor rusak atau dibakar, 144 buah gedung rusak atau terbakar, dan 160 kilogram emas hilang dari sejumlah toko perhiasan. Wilayah pertokoan Senen menjadi titik perhatian kala itu, mengingat pembangunan pertokoan yang memakan biaya Rp2,7 Milyar habis dilahap api. 34 Pada waktu itu kurs Dollar masih 25 rupiah, begitu banyak kerugian akibat pemberontakan mahasiswa. Ironisnya, hingga saat ini sebagian orang masih mempertanyakan siapa dalang dibalik peristiwa kerusuhan tersebut. Salah seorang mahasiswa Universitas Indonesia yang bernama Hariman menyebutkan bahwa Malari sebagai puncak dari gerakan kritis terhadap konsep pembangunan yang dilakukan pemerintah Orde Baru saat itu. Peristiwa Malari dapat dilihat dari berbagai perspektif. Ada yang memandanganya sebagai demonstrasi mahasiswa menentang modal asing, terutama Jepang. beberapa pengamat melihat peristiwa itu sebagai ketidaksenangan kaum intelektual terhadap Aspri asisten pribadi Presiden Soeharto Ali Moertopo, Soedjono Humardani, dll yang memiliki kekuasaan teramat besar. Ada pula analisis tentang friksi elite militer, khususnya rivalitas Jenderal Soemitro dengan Ali Moertopo. Sebagaimana diketahui, kecenderungan serupa juga tampak dikemudian hari dalam kasus Mei 1998 Wiranto vs Prabowo. Peristiwa pemberontakan mahasiswa terhadap pemerintah ini digambarkan oleh Arifin sebagai komplotan Umang-umang yang arti semantisnya adalah orang yang memakai baju atau celana milik orang lain. Jelas, satu mahasiswa yang mengatur dan bertindak sesuka hati tanpa tahu apa yang ia lakukan. Padahal, ini adalah kerja Pemerintah untuk membangun Negara. Mahasiswa malah serta-merta merusak dan ingin menggagalkan rencana Pemerintah. Akhirnya, rencana menggagalkan itu 34 Jopie Lasut, Op,cit., h. 91 jelas gagal total. Hal tersebut malah merugikan masyarakat dan Pemerintah. Itulah, seorang mahasiswa yang berani mengambil hak atas cara kerja pemerintah, ketika ditangannya, rencana itu malah hancur dan kedodoran, tidak pantas. Bisa jadi memang arti semantis umang-umang di sini mengibaratkan pemerintah yang menguras habis uang rakyat untuk modal pembangunan dan kerja sama dengan negara Asing dengan menaikan harga-harga hingga melambung tinggi. Menaikan harga saat itu bisa saja hanya alasan pemerintah, padahal uang rakyat dilahap habis untuk keperluan pribadinya. Itulah pemerintah yang memakai uang rakyat, masa kepemimpinannya menjadi kedodoran dan tidak pantas, banyak yang menentang. Kemudian latar ruang yang disebut tempat kejadian atau keadaan keperluan untuk pementasan. Misalnya, di ruang keluarga modern yang kaya akan lain dari ruang keluarga tradisional yang miskin. Hal ini dibutuhkan untuk keperluan pemanggungan. Ruang dalam naskah ini adalah kehidupan miskin. Koor : Kemiskinan telah menghalau kami ke kota yang penuh kemiskinan ini. Kemiskinan telah mengajar mencuri, mencopet, menjambret, menodong, menggarong. Desa telah mengusir kami. Kota telah mengusir kami. Apakah langit juga akan mengusir kami? 35 Kemiskinan sudah pasti dirasakan masyarakat Jakarta saat itu setelah kejadian Malari yang membakar hangus semua bangunan dan kendaraan. Kemiskinan moral, kemiskinan tata negara, dan kemiskinan pendapat tentang negara di bawah kekuasaan Soeharto, Orde Baru. Wajar saja jika mahasiswa mengadakan kerja sama antarmahasiswa lainnya untuk melawan pemerintahan. 35 Ibid, h. 47

5. Dialog

Bahasa yang digunakan dalam naskah drama biasanya berbentuk dialog. Dialog-dialog inilah yang membentuk konflik serta jalan cerita pada sebuah naskah drama. Dialog biasanya berupa bahasa lisan atau bahasa sehari-sehari, tetapi di dalam sebuah karya sastra, dialog juga bersifat estetis seperti yang dikemukakan oleh ahli. “Dialog juga harus bersifat estetis, artinya memiliki keindahan bahasa”. 36 Dialog menggunakan bahasa lisan yang tidak baku karena naskah drama bertujuan untuk dipentaskan. Sedangkan sifatnya yang estetis menunjukkan bahwa naskah drama adalah keperluan karya sastra sebagai bahan bacaan. Contoh dialog sehari-hari dengan bahasa lisan yang tidak baku. Ranggong :Jangan terlalu berkepanjangan, Bigayah. Kasihan Waska, kasihan jiwanya. Debleng : Kalau terlalu lama mengangis nanti serak. Ranggong : Jangan ngaco, Debleng 37 Dialog ini dikatakan tidak baku karena bahasa yang dipakai bahasa sehari-hari, tidak menggunakan bahasa intelek atau puitis. Berikut ini adalah contoh dialog dengan menggunakan bahasa yang estetis. Debleng : Betapapun hina dinanya orang yang ada dalam kubur ini, Tuhan, namun terimalah dia. Barangkali ia hanyalah serbuk kayu, barangkali ia hanyalah arang, barangkali ia hanyalah daki, barangkali ia hanyalah karat pada besi tua, namun tak bisa dipungkiri ia adalah milikMu, makhlukMu, maka terimalah ia karena Engkau tahu kami tak bisa menyimpannya. Mengapa dikatakan estetis, karena dialog di atas mengandung unsur puitis yang menggunakan bahasa kiasan atau gaya bahasa metafora 38 , yaitu “Barangkali ia hanyalah karat pada besi tua,….” 36 Herman. Op,ci.t, h. 21 37 Arifin, Op,cit., h. 31 38 Melani, Op,cit., h. 40 Embah : Malam sudah larut, angin sangat lembut Dan saya sudah siap akan hanyut, tidur, Istirahat dari siang gerah dan kemelut 39 Dialog di atas juga dikatakan sebagai dialog yang menggunakan bahasa yang estetis, artinya mengandung unsur keindahan atau unsur