E.  Drama sebagai Media Pembelajaran
“Pengajaran  drama  di  sekolah  dapat  diklasifikasikan  ke  dalam  dua golongan,  yaitu:  1  pengajaran  teks  drama  yang  termasuk  sastra,  dan  2
pementasan drama yang termasuk bidang teater”.
55
Media pembelajaran secara umum  adalah  alat  bantu  proses  belajar-mengajar  yang  digunakan  untuk
merangsang  pikiran,  perasaan,  perhatian,  serta  keterampilan  siswa  sehingga
terjadinya proses pembelajaran.
Sebagai  media  pembelajaran,  drama  dapat  dikategorikan  sebagai pembelajaran  teori  drama  dan  pembelajaran  apresiasi  drama.Masing-masing
pembelajaran  ini  terdiri  atas  dua  jenis,  yaitu  teori  tentang  teks  naskah  drama dan  apresiasi  pementasan  drama.  Dalam  apresiasi  itulah,  naskah  maupun
pementasan adalah hal penting karena teori termasuk dalam kawasan kognitif, dan  apresiasi  dalam  kawasan  afektif.  Untuk  meningkatkan  daya  apresiasi
siswa,  maka  langkah  yang  ditempuh  adalah  meningkatkan  kemampuan membaca  karya  sastra,  dalam  hal  ini  adalah  naskah  drama.  Hal  ini
dimaksudkan  agar  siswa  memiliki  pengetahuan  luas  tentang  sastra,  seni,  dan budaya  yang  terkandung  di  dalam  drama  baik  dalam  segi  pementasan  dan
teori serta karya.
Mempelajari  naskah  drama,  dapat  memperkaya  kemampuan  membaca dan  memahami  jalan  cerita,  tema,  masalah  tentang  masyarakat,  dan  juga
melalui  dialog-dialog  pelakunya,  siswa  juga  belajar  tentang  bahasa  lisan  dan kemampuan  tampil  percaya  diri  di  depan  kelas.Pengajaran  drama  juga  dapat
melatih  keterampilan berbahasa siswa, yaitu  menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Siswa akan menyimak naskah yang dibacakan oleh siswa lainnya
yang  kemudian  ia  menganalisis  naskah  tersebut  menjadi  tulisan  yang kemudian  membacakan  juga  hasil  analisisnya  di  depan  kelas.Drama  sangat
penting  bagi  bagi  pendidikan  karena  dapat  mengungkapkan  lebih  banyak tentang kemanusiaan dalam segala kekompekan dan konflik-konfliknya itulah
yang  membentuk  pembelajaran  drama.  “Drama  tidak  hanya  cermin
55
Herman, Op,cit., h. 156
lingkungan, tetapi
juga membantu
kita untuk
menanggulanginya, menumbuhkan rasa simpati, imajinasi, dan pengertian”.
56
Drama  yang  baik  diajarkan  di  sekolah  harus memiliki
tujuan-tujuan khusus,
yaitu: 1
pengembangan kenikmatan dan keterampilan membaca dan  menafsirkan  drama,  dan  memperkenalkan  siswa
dengan sejumlah karya yang signifikan. 2 pengenalan tradisi  drama  dan  dan  peranannya  dalam  sejarah
kemanusiaan.  3  pengembangan  dasar  dan  citrarasa terhadap  drama,  film,  dan  televise.  4  perangsangan
perhatian  terhadap  permainan  drama  dari  penunjangan selera  masyarakat.  5  peningkatan  pengertian  siswa
tentang  pentingnya  drama  sebagai  sumber  pemekaran kawasan  terhadap  masalah-masalah  pribadi  dan
sosial.
57
Apabila  tujuan-tujuan  di  atas  dapat  dilaksanakan  dengan  baik,  maka drama  mendapat  tempat  di  dalam  kurikulum,  sehingga  keterampilan-
keterampilan  drama  dapat  dikembangkan  dalam  bentuk  proses  belajar- mengajar yang terpola.
F.  Penelitian yang Relevan
Adapun  penelitian  yang  relevan  ini  dilakukan  untuk  menghindari  hal- hal yang tidak diinginkan seperti menyontek karya orang lain dan sebagainya.
Untuk  menhindari  hal-hal  tersebut,  akan  penulis  paparkan  tentang  perbedaan di antara masing-masing judul dan masalah yang dibahas.
Skripsi yang berjudul “Religiusitas Naskah Drama Kapai-Kapai Karya Arifin  C.  Noer  dan  Implikasinya  terhadap  Pembelajaran  Drama”  karya  Tuti
Mutia  ini  adalah  skripsi  Mahasiswa  Universitas  Islam  Negeri  Syarif Hidayatullah  Jakarta  Jurusan  Pendidikan  Bahasa  dan  Sastra  Indonesia  pada
tahun 2013. Mendeskripsikan tentang nilai-nilai religi yang terkandung dalam naskah  tersebut.  Hasil  penelitiannya  meliputi:  Pertama,  religiusitas  otentik
atau  religiusitas  secara  langsung,  yaitu  penuntutan  ke  arah  yang  lebih  baik, dalam  hal  ini  adalah  sikap  tolong-menolong,  kesungguhan,  kepasrahan,  dan
56
Rizanur Gani, Op,cit., h. 258
57
Ibid, h. 260