Pandangan Tokoh Waska tentang Cinta Kasih
Pandangan hidup Waska tentang cinta kasih adalah bahwa ia tidak mengakui keberadaan cinta. Ia menampik adanya keberadaan cinta dan
keberadaan Bigayah, mucikari lokal di lingkungan Waska. Meskipun Bigayah sangat sering mendekati Waska, akan tetapi Waska selalu
menampik dan memilih untuk lari. Bigayah
: Sudah hampir empat puluh tahun aku dirundung cinta suci atasmu, Waska, masihkah kau
menampik?
Begitu berartinya Waska bagi Bigayah, sampai-sampai segala hal yang berkaitan dengan Waska ia simpan rapih dalam hatinya dan
kebiasaannya. Akan tetapi, Waska selalu menjauh dan pergi dari hadapan Bigayah.
Bigayah : Jangan bersembunyi, Waska. Jangan
bersembunyi. Biar saja polisi-polisi dan kamtib-kamtib menangkap kita, asalkan kita bisa tetap bercinta.
Biarkan kita terjaring Dewi Ratih dan Kamajaya, Waska. Nasib buruk, kesialan, kemelaratan, dan
penyakit jangan pula kita biarkan memusnahkan cinta kita. Melarat sudah, penyakitan sudah, tapi janganlah
kita dimakan kebencian.
Waska memang menampik keberadaan cinta, akan tetapi bukan berarti ia tidak pernah merasakan cinta. Ia juga merasakan cinta layaknya
manusia biasa. Ia pernah juga mengakui bahwa ia rindu dengan Bigayah, bahkan pada saat ia sedang dalam keadaan panik, ia selalu meneriakan
nama Bigayah, bukan nama Tuhan atau sosok superior lainnya. Waska
: Aku
mohon janganlah
engkau memperdengarkan
suaramu. Frekuensi
suaramu sedemikian rupa menyebabkan gendang telingaku
terluka dan jantung melipatkan debarannya tujuh ribu kali perdetik. Aku mohon, Bigayah, aku mohon.
Apabila kita merasakan cinta, pastilah degupan jantung kita berlipat- lipat cepatnya. Itulah bukti bahwa Waska merasakan cintanya kepada
Bigayah. Tetapi ia menampiknya dan menolaknya mentah-mentah. Itu semua ia lakukan karena ia adalah penjahat besar yang tidak akan
menikah. Baginya, menikah adalah omong kosong belaka yang terdapat dalam dongeng.
Waska : Kalau cintamu tidak atau belum
mendapatkan balasan dari hatiku, adalah karena pikiranku yang jahanam serta penuh kepongahan yang
adalah bagaikan putra Nuh nan durhaka.
42
Menurut Waska, jika ia mencintai berarti rencana besarnya untuk merampok semesta akan sia-sia. Ia sombong dengan dirinya sendiri yang
menurutnya ia bisa hidup tanpa pendamping hidup. Ia melakukan hal-hal yang bersebrangan dengan masyarakat umum seperti menikah, memiliki
keturunan, dan sebagainya. Setiap manusia, khususnya laki-laki yang gagal dalam menjalankan
rencananya karena dijanjikan tiga hal; Harta, Tahta, dan Wanita. Ketiga hal itu yang sedari dulu menjadi rayuan dan hasutan yang membuat
seseorang tidak tahan untuk tidak menolaknya. Hariman Siregar, dalam kasusnya tidak menampik cinta, justru ia menampik harta dan tahta.
Sebelum dipenjarakan oleh Soeharto, Hariman sempat bertemu Soeharto dan ia dijanjikan akan mendapatkan hadiah jika rencananya mengajak
mahasiswa lain terhadap aksi anti-jepang yang bekerja sama dalam pembangunan Indonesia dibatalkan. Sama halnya dengan Umang-umang,
Arifin menggambarkan Waska yang menampik cinta karena harta dan tahta tentu tidak akan menjadi penggoda untuk menggagalkan rencana
Waska dalam merampok semesta. Waska dan bala tentaranya hidup dalam kemiskinan, tidak mungkin harta dan tahta menjadi simbol untuk
menggagalkan rencana besar Waska. Oleh karena itu, Arifin membuat Waska menampik cinta. Pengaruhnya sama-sama besar ketika dihadapkan
oleh tiga hal tersebut, harta, tahta, dan wanita.
42
Ibid, h. 19