berkaitan dengan peristiwa-peristiwa pada tahap selanjutnya. Biasanya, tahap pertama disebut tahap pengenalan. Pada tahap ini pengarang memperkenalkan
tokoh-tokoh dramanya dengan watak masing-masing. Pada tahap kedua, alur peristiwa yang terjadi di dalam sebuah karya biasanya ditandai dengan adanya
konflik antarpelaku yang merupakan bagian paling menegangkan di dalam sebuah karya. biasanya konflik di sini tidak terlalu serius, hanya pertikaian
awal antarpelaku atau masalah yang dialami oleh para lakon. Dari tahap pengenalan sebelumnya, sekarang sudah lebih mendalam karena adanya
pertikaian. Kemudian tahap ketiga yang merupakan tahap klimaks atau titik puncak
cerita. biasanya, konflik yang meningkat itu akan meningkat terus sampai mencapai titik gawat dari sebuah cerita. Pengarang yang pintar memanjakan
pembaca, pasti akan dibuat geregetan karena keingintahuan pembaca terhadap akhir cerita yang dibaca. Akhirnya, tahap ini disebut tahap peleraian yang
menampilkan adegan klimaks suatu karya. Di mana dalam tahap ini konflik sudah mereda atau menurun. Tokoh-tokoh yang memanaskan situasi atau
meruncingkan konflik telah mati atau menemukan jalan pemecahan. Dalam naskah drama Arifin C. Noer, biasanya akhir dalam ceritanya membutuhkan
penjelasan akhir seperti cerita dalam wayang. Akan tetapi dalam naskah drama yang dibahas ini, akhir ceritanya menggantung karena merupakan naskah
caturlogi yang berkesinambungan dengan naskah-naskah yang lainnya. Naskah drama Umang-umang ini merupakan serial kedua dari caturlogi Orkes
Madun, maka dari itu akhir ceritanya tidak ada penjelasan.
3. Tokoh dan Penokohan
Berbicara tentang plot dan unsur lainnya, tokoh dan penokohan di dalam sebuah karya tidaklah boleh terlupakan, hal ini sangat penting karena
tanpa adanya tokoh pemain di dalam sebuah karya, maka tidak akan ada yang mencipta peristiwa dan tidak akan ada konflik dalam peristiwa tersebut.
Seperti yang dikatakan oleh Waluyu, mengemukakan “penokohan ialah cara pengarang menampilkan tokoh-tokohnya, watak tokoh-tokoh, dan bagaimana
ia menggambarkan watak tokoh- tokoh itu”.
43
Tokoh di dalam sebuah cerita haruslah jelas dan memiliki karakter yang kuat untuk membangun cerita dan
menciptakan suasana yang merujuk pada sifat dan sikap para tokoh sehingga dapat ditafsirkan oleh pembaca. “Tokoh menurut Abrams, adalah orang-
orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu
seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan”.
44
Tokoh memanglah ciptaan pengarang dari imajinasinya, tapi tokoh merupakan seseorang yang hidup secara wajar sebagaimana ia
menjalani kehidupan ini. Berlaku baik, memiliki moral yang bagus, dan merencanakan berbagai hal selayaknya manusia yang memiliki kehidupan dan
kebiasaan. Tokoh atau penokohan erat kaitannya dengan perwatakan. Di dalam
sebuah drama, watak tokoh disajikan melalui dialog-dialog yang dilontarkan oleh para lakon. Biasanya, hal itu berhubungan dengan nama, jenis kelamin,
tipe fisik, jabatan, dan keadaan jiwanya. Pada naskah drama Arifin ini, tokoh- tokoh disajikan lewat sutradara yang memainkan dramanya sendiri yaitu
sebagai tokoh utama. Ia sangat jelas menggambarkan keadaan fisik serta kejiwaan tokoh tersebut. “Dalam wayang kulit atau wayang orang, tokoh-
tokohnya sudah memiliki watak yang khas, yang didukung pula dengan gerak- gerik, suara, panjang pendeknya dialog, jenis kalimat, dan ungkapan yang
digunakan”.
45
Ciri khas naskah drama Arifin adalah dalam tokohnya ia menyisipkan tokoh wayang sebagai pusat cerita atau malah membalikkan
watak yang sebenarnya dimiliki wayang menjadi berbeda di tangannya. Akan tetapi tetap saja ia tidak terlepas oleh ketradisionalan dalam karyanya.
4. Dialog
Ciri khas suatu drama adalah naskah yang berbentuk percakapan atau dialog. Ragam bahasa dalam dialog antar tokoh merupakan ragam lisan yang
43
Nani Tuloli, Teori Fiksi, Gorontalo: Nurul Jannah, 2000, h. 30
44
Burhan, Op,cit., h. 165
45
Herman, Op,cit., h. 14