Bagian ketiga adalah mengenai konsekuensi penolakan Victor terhadap permintaan Sang Monster. Berbagai kejadian tragis menimpa Victor, termasuk
kematian istri, sahabat, dan ayahnya. Sebagai akibatnya, Victor terbakar amarah dan rasa dendam terhadap Sang Monster. Victor terus mengejarnya ke arah utara, dan
berakhir di Laut Arktik, di mana ia ditemukan oleh Kapten Walton. Setelah Victor meninggal, cerita novel dilanjutkan dengan penutup singkat oleh Kapten Walton.
Selama penulisan novel Mary Shelley Frankenstein, Shelley banyak membaca karya-karya penulis lain seperti Lord Byron, William Shakespeare, Samuel
Richardson, Samuel Taylor Coleridge, Humphry Davy, John Locke, William Godwin, dan Percy Bysshe Shelley, dsb Shelley: xxiii-xxxix. Dari kegiatan tersebut,
Shelley berhasil menggabungkan tema-tema yang berkaitan dengan sosial-politik yang sedang hangat pada era itu dengan representasi penokohan seseorang yang
berjiwa tidak stabil. Selanjutnya, paparan tentang pengaruh-pengaruh tema tersebut akan diuraikan, sbb:
4.4.1 Keluarga, Masyarakat, dan Pengasingan
Pada bagian awal cerita, Mary Shelley Frankenstein menceritakan tentang gambaran kasih sayang yang ditunjukkan dalam suatu keluarga, dan banyak diwarnai
oleh kisah tragis pembunuhan dan keputusasaan pada bagian pertengahan dan bagian akhirnya. Berdasarkan keterangan tersebut dapat diketahui bahwa novel berusaha
menceritakan tentang kelalaian, kemarahan, dan kejahatan tokoh-tokohnya sebagai
Universitas Sumatera Utara
akibat dari kurangnya kontak sosial, baik terhadap sesama anggota keluarga maupun terhadap masyarakat. Sebagai contoh, ketika Victor gagal dalam studinya, ia
mengasingkan diri dari lingkungan sosialnya, sehingga mengakibatkan ia menjadi tak terkendali dan kurang menyadari tanggung jawab serta konsekuensi atas tindakan dan
perbuatannya. Kasus serupa dirasakan oleh Sang Monster, yakni pengasingan masyarakat yang dirasakannya mengakibatkan ia menyimpan amarah, kebencian, dan
rasa dendam terhadap penciptanya. Keadaan tersebut menyebabkan Sang Monster membalaskan dendam dengan cara meneror Victor, sebagai alasan agar Victor
merasakan keterasingan seperti halnya Sang Monster. Dengan demikian maka dapat ditarik kesimpulan bahwa keterasingan telah mengakibatkan tokoh Victor
Frankenstein dan Sang Monster berperilaku tidak terpuji. Ungkapan-ungkapan tersebut dapat disimak, sbb:
”In a solitary chamber, or rather cell, at the top of the house, and separated from all the other apartments by a gallery and staircase,
I kept my workshop of filthy creation; my eyeballs were starting from their sockets in attending to the details of my employment”
Shelley: 55.
”Di dalam ruangan terpencil atau penjara, terletak di atas rumah, dan dipisahkan dari gedung lain oleh sebuah galeri dan tangga, aku
melakukan kegiatan kejiku” Shelley: 55.
Berdasarkan ungkapan tersebut, dapat diketahui bahwa Victor mengasingkan dirinya sendiri selama proses penciptaan Sang Monster. Dalam keterasingannya,
Victor tidak mampu berpikir waras dan cenderung lepas kendali, sebagai akibat dari absennya kehadiran seseorang yang dapat menyadarkannya.
Universitas Sumatera Utara
”When I looked around I saw and heard of none like me. Was I, then, a monster, a blot upon the earth, from which all men fled and
whom all men disowned?” Shelley: 123.
”Ketika aku melihat ke sekelilingku tak satupun aku lihat atau dengar adanya sosok sepertiku. Apakah berarti aku seorang
monster, sebuah bintik di antara bumi, di mana semua orang melarikan diri juga dijauhi oleh semua orang?” Shelley: 123.
Berdasarkan ungkapan Sang Monster tersebut, dapat diketahui bahwa ia merasakan keterasingan karena absennya sosok yang menyerupai dirinya.
4.4.2 Ilmu Pengetahuan dan Teknologi