Metode Hermeneutika Landasan Teoretis

dalam karya sastra, dan lebih menyoroti hal-hal simbolis dalam cerita, yang mana biasanya berkaitan dengan kehidupan manusia.

2.2.3 Metode Hermeneutika

Hermeneutika berkaitan erat dengan bahasa dan semua aspek kebahasaan dalam kehidupan manusia. Istilah ‘hermeneutik’ berasal dari Bahasa Yunani hermeneuein yang berarti ‘menafsirkan’; dan hermeneia, yang secara harafiah dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang penafsiran atau interpretasi tentang isi dan makna sebuah kata, kalimat, teks; dan menemukan instruksi-instruksi yang terdapat di dalam bentuk-bentuk simbolis Palmer, 2003. Metode hermeneutika melakukan penafsiran terhadap bahasa melalui dua cara; yakni penafsiran gramatikal dan penafsiran psikologis Bleicher, 2003. Penafsiran gramatikal adalah cara bagaimana orang menggunakan bahasa berdasarkan situasi di mana dan bagaimana bahasa itu digunakan. Sedangkan penafsiran psikologis adalah apa yang dapat ditangkap dari makna yang terkandung dalam setiap pembahasan itu Bungin, 2007a. Dalam meneliti suatu karya sastra, hermeneutika digunakan untuk memahami makna sastra yang terdapat di balik struktur. Sastra dipandang sebagai simbol dan teks dimana pada teks terdapat konteks yang bersifat polisemi sehingga teks harus dihubungkan dengan konteks. Universitas Sumatera Utara Menurut Sumaryono 1993, Habermas membedakan antara penjelasan dengan pemahaman. Ia juga memperingatkan kita bahwa kita tidak dapat memahami sepenuhnya makna suatu fakta, sebab ada juga fakta yang tidak dapat diinterpretasi. Bahkan kita tidak dapat menginterpretasi fakta secara tuntas. Fakta yang disampaikan melalui formasi diskursif dan diwacanakan secara terus menerus, akhirnya akan diterima sebagai sesuatu yang benar Bleicher, 2003. Dalam melakukan penafsiran, Endraswara 2008 mengemukakan empat langkah utama, yaitu: 1 menentukan arti langsung yang primer, 2 bila perlu menjelaskan arti-arti implisit, 3 menentukan tema, 4 memperjelas arti-arti simbolik dalam teks. Berdasarkan penjelasan di atas, maka peneliti akan mempergunakan teori ini untuk menafsirkan makna bahasa yang diungkapkan dalam novel Mary Shelley Frankenstein.

2.2.4 Teori Dekonstruksi