5.4 Latar Belakang Sosial-Politik Periode Romantisme
Seperti yang kita ketahui, Romantisme Pergerakan Kaum Romantik dipicu oleh perubahan drastis dalam hal perekonomian dan keadaan sosial-politik pada
pertengahan abad ke-18, yakni pada saat akan dimulainya Revolusi Industri. Romantisme itu sendiri merupakan suatu pergerakan melawan kaum tirani yang
dilakukan oleh kaum borjuis, birokrat, dan pemerintah terhadap masyarakat miskin yang dirampas hak dan kebebasannya tereksploitasi. Dampak dari Revolusi Industri
begitu mempengaruhi kekuasaan kaum kelas atas dan pemerintah Inggris terhadap kaum proletariat kaum buruh. Hal tersebut direalisasikan dengan banyak
didirikannya pabrik-pabrik yang mempekerjakan masyarakat kelas bawah, di mana sebagian besar tenaga kerja pabriknya adalah para petani yang dirampas ladang dan
sawahnya, dan anak-anak di bawah umur. Romantisme tidak dapat dimengerti dengan jelas tanpa mengaitkannya dengan
imperialisme moderen dan kapitalisme moderen, dan sebaliknya imperialisme moderen juga tidak dapat dimengerti dengan jelas tanpa mengaitkannya dengan
Romantisme. Yang menjadi latar belakang permasalahan pada abad tersebut antara lain bahwa kemajuan dalam hal industri tidak terbukti menjamin penghidupan yang
layak bagi para masyarakat kecil terutama kaum buruh, melainkan suatu usaha untuk menciptakan bentuk perbudakan baru. Permasalahan tersebut disebabkan oleh
berbagai ketidakadilan di mana para buruh yang dipekerjakan sering menerima upah di bawah standar dan jam kerja yang tidak manusiawi. Sebagai akibatnya, pada tahun
Universitas Sumatera Utara
1798 terjadi pemberontakan besar-besaran yang dilakukan oleh kaum buruh Luddity dengan cara pengerusakan mesin-mesin dan alat industri lainnya. Pergerakan tersebut
disuarakan sebagai aksi protes simbolis terhadap perbudakan era industri. Sebagai reaksi simpatisan, terjadi suatu gebrakan yang dilakukan oleh para
seniman era Romantik Romantik Radikal. Dimana pada saat itu karya-karya sastra dan seni berhenti bercerita tentang keindahan alam dan mulai menyuarakan protes
dalam nama seni dan kemanusiaan disampaikan melalui lukisan, puisi, novel, dsb. Dalam hal novel dan puisi, seniman tersebut menuangkan imajinasi pesimisme yang
berisi reaksi emosional terhadap pengasingan, diskriminasi kelas sosial, eksploitasi, bahkan dampak negatif dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal-hal
tersebut dapat disimak dengan jelas dalam karya-karya pengarang seperti Lord Byron, Percy Bysshe Shelley, Mary Shelley, dan Charles Dickens.
Selain dipengaruhi semangat Revolusi Perancis, dalam sejarahnya, kejayaan era Romatisme ini juga dilatarbelakangi oleh Perang Kemerdekaan Amerika. Kedua
peristiwa tersebut diyakini sebagai pendengungan isu-isu demokrasi yang cukup berpengaruh. Pada saat itu para pengarang mulai melahirkan karya-karya yang tidak
terlepas dari isu-isu industrialiasi dan pergerakan-pergerakan sosial-politik dalam kehidupan bermasyarakat. Sebagai akibatnya, pengangkatan tema-tema tentang
keindahan, keluhuran, dan impian-impian mulia manusia pun mulai mendapatkan tempat yang semestinya. Berkaitan dengan hal tersebut, Hall dan Hurley 1930: 186,
berpendapat bahwa penyuaraan isu sosial-politik masyarakat dalam Periode Romantisme merupakan acuan terhadap semangat hak asasi manusia, yang diwarnai
Universitas Sumatera Utara
oleh peran semboyan jargon-jargon persaudaraan dan federasi dunia brotherhood of man, and the federation of the world.
5.5 Interpretasi Sebagai Ciri Khas dalam Pendekatan Romantik