Model Penelitian METODOLOGI PENELITIAN

3.6 Model Penelitian

Intrinsik Pembaca Ekstrinsik Penokohan Psikologi Sastra Alur Cerita Hermeneutika Tema Novel Pnd. Arketaipal Latar Pnd.Postruktural Representasi Byronic Hero dalam Novel Mary Shelley Frankenstein Karya Mary Shelley Dekonstruksi Kesenjangan Diskriminasi Diskriminasi Ketidakadilan Kelas Sosial Ras Manusia Jenis Kelamin Sosial Masyarakat Karya Sastra Sebagai Rekonstruksi Sosial Masyarakat Praksis Emansipatoris Bagi Kehidupan Manusia Bagan 2 Model Penelitian Universitas Sumatera Utara Keterangan: : tanda panah dua arah menunjukkan kesalinghubungan. : tanda panah satu arah menunjukkan hubungan satu arah. : tanda panah putus-putus satu arah menunjukkan keterbukaan. Penjelasan Model: Novel Mary Shelley Frankenstein dibahas menurut konsep pendekatan yang dipelopori oleh Wellek dan Warren 1977, yakni pendekatan intrinsik dan ekstrinsik yang dilakukan secara bersamaan. Pada pendekatan intrinsik dikaji penokohan, alur cerita, tema, dan latar novel, sedangkan pada pendekatan ekstrinsik dikaji melalui Psikologi Sastra, metode Hermeneutika, Pendekatan Arketaipal, dan Pendekatan Postrukturalisme. Representasi Byronic Hero yang digambarkan Mary Shelley dalam novel Mary Shelley Frankenstein menyoroti sikap pemberontakan mental tokoh-tokohnya terhadap kekakuan sistem sosial masyarakat yang terjadi dalam cerita. Permasalahan tersebut kemudian didekonstruksi dengan konsep Derrida dan konsep Postrukturalisme untuk keperluan pembongkaran makna-makna yang disembunyikan oleh pengarang hidden meanings dalam karyanya. Setelah dilakukan dekonstruksi, dapat diketahui bahwa Byronic Hero adalah representasi kesenjangan kelas sosial masyarakat sebagai akibat dari Revolusi Industri: yakni munculnya masyarakat kelas menengah sebagai kelas masyarakat baru Universitas Sumatera Utara yang menderita dampak kapitalisme, eksploitasi, dan mekanisasi; Byronic Hero adalah representasi diskriminasi ras manusia rasisme sebagai dampak dari ekspansi kekuasaan negara barat terhadap negara timur; Byronic Hero menggambarkan diskriminasi jenis kelamin sebagai akibat dari dominasi kaum pria terhadap kaum wanita, yang mana merupakan salah satu gejala umum masyarakat patriarkis tahun 1800an di Eropa; Byronic Hero adalah representasi ketidakadilan sosial kaum yang mendominasi kaum penguasa terhadap kaum yang didominasi kaum yang dikuasai. Dengan kata lain, keseluruhan dari representasi Byronic Hero di sini adalah konstruksi sosial masyarakat barat abad ke-19. Selanjutnya, konstruksi sosial tersebut didasarkan kepada konsep dekonstruksi sosial Derrida dan Habermas: yakni dengan menempatkan konstruksi sosial sebagai objek yang didekonstruksi. Dengan menyingkap negativitas konstruksi sosial masyarakat tersebut, Mary Shelley mengisyaratkan pembacanya untuk melakukan rekonstruksi sosial. Rekonstruksi sosial yang dimaksud adalah membangun kembali tatanan kehidupan sosial masyarakat dengan keadaan yang lebih bersifat humanistis manusiawi. Dengan mengetahui adanya suatu isyarat untuk melakukan rekonstruksi sosial, maka dapat disimpulkan bahwa melalui karya sastranya, Mary Shelley berusaha untuk menciptakan suatu edukasi publik yang bersifat emansipatoris demi kesejahteraan hidup umat manusia. Universitas Sumatera Utara

BAB IV GAMBARAN UMUM NOVEL MARY SHELLEY FRANKENSTEIN

KARYA MARY SHELLEY DAN KONFLIK BATIN VICTOR FRANKENSTEIN

4.1 Pendahuluan

Novel Mary Shelley Frankenstein adalah salah satu bentuk karya sastra Inggris periode Romantik yang digambarkan dalam suasana Gotik Gothic Romance. Novel tersebut menjadi sangat terkenal dan melegenda, terutama di negara-negara Eropa dan Amerika, sebagai akibat dari isi ceritanya yang unik, menarik, dan berbeda dibandingkan novel-novel Romantik lainnya. Mary Shelley Frankenstein diketahui banyak menceritakan keadaan yang dirasakan penokohan-penokohannya secara arketaipal; yakni berupa ekspresi-ekspresi dan simbolisasi pencitraan penokohan perwatakan yang berkaitan erat dengan psikologi manusia dan pola perilaku manusia dalam berkebudayaan sesuai zamannya, yang mana mengakibatkan perilaku yang ditunjukkan satu penokohan mempengaruhi perilaku penokohan lainnya. Berkaitan dengan hal tersebut, Mary Shelley Frankenstein sebagai Romansa Gotik dengan penggunaan arketaipal dijelaskan Beville 2009 : 41, sebagai berikut: Mary Shelley’s Frankenstein is an archetypal example of Gothic fiction and her uncanny monster-figure can be seen as an enacting the quandary of life in the terrifying context of profound non- identity. Steven Bruhm would argue that ‘the volatile status of otherness’, as manifest in Shelley’s novel, will forever haunt theGothic mode, but he also notes that this ‘otherness’ is often framed by a psychoanalitic model of the human psyche that includes a larger social vision full of phobias and prejudices about many types of ‘others’. Universitas Sumatera Utara