Romansa Gotik Sebagai Reaksi Bagi Era Revolusi Industri

kelas sosial, dengan sudut pandang analogi logis: kesempurnaan fisik Victor sebagai representasi kaum aristokrat, dan kecacatan fisik Sang Monster sebagai representasi kaum kelas bawah.

6.3 Romansa Gotik Sebagai Reaksi Bagi Era Revolusi Industri

Romansa Gotik merupakan salah satu jenis jenis karya sastra Inggris yang mulai terkenal di Eropa pada abad ke-19. Karya sastra jenis ini menggabungkan unsur Romantik dengan unsur Gotik, yang mana pada satu sisi menggambarkan suasana puitis khas Romantik, dan pada sisi lainnya menggambarkan teror khas Gotik. Botting 2008 dalam buku Gothic Romanced: Consumption, Gender and Technology in Contemporary Fictions menjelaskan bahwa Romansa Gotik adalah sebuah novel Romantik yang melibatkan unsur Gotik sebagai usaha untuk mengubah nuansa kejam dan tak terpuji Gothic Energy menjadi ungkapan pencarian cinta. Karya sastra jenis ini sering menggambarkan penokohannya yang diliputi oleh rasa takut dan perbuatan yang dipicu oleh ambisi bahkan dorongan-dorongan misterius. Seperti yang sudah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya, bahwa yang menjadi permasalahan di era Revolusi Industri tersebut adalah dampak negatif dari era Pencerahan di Eropa; yang identik dengan kekauan sains. Dikarenakan pada era tersebut demokrasi belum dijunjung tinggi, maka sebagai akibatnya kaum Romantik memikirkan suatu cara untuk memberontak dari keadaan tersebut melalui gambaran Universitas Sumatera Utara cerita yang menyentuh, mengerikan, tragis, namun sekaligus menyindir bermetafora. Dalam hal ini Botting 2008: 133 menyatakan: “Strangeness, indeed, applies to the uncanny as much as science fictional metaphor invention, an experience of the disruption of boundaries between reality and fantasy caused by the return of repressed psychic forces or uncertainties surrounding technical and textual simulations of human beings”. “Keanehan yang diterapkan dalam sebagian besar metafora penciptaan fiksi ilmiah, tentunya merupakan pengalaman dan suatu kekacauan dalam hal batasan antara kenyataan dan fantasi yang disebabkan oleh tekanan batin dan ketidakpastian yang meliputi simulasi teknis dan tekstual manusia”. Sebagai salah satu penggerak sub genre ini, Mary Shelley juga mengangkat metafora monster dalam novel Mary Shelley Frankenstein untuk menyindir kekakuan sains dan teknologi dapat mengakibatkan merosotnya moralitas manusia. Pernyataan tersebut diuraikan Forry dan Baldick Botting, 2008: 134: ”Frankenstein and monster are repeatedly invoked as synonyms for acts of ungodly presumption or uncontrollable technological invention”. ”Frankenstein dan monster melambangkan prasangka yang luar biasa atau invensi teknologi yang tidak terkendali”. Novel Mary Shelley Frankenstein yang diceritakan Shelley dalam tema Romansa Gotik berusaha mencari suatu cara agar dapat menyadarkan masyarakat akan tirani dan kekuasaan yang membelenggu. Shelley mengibaratkan monster sebagai robot, yang mana merupakan korban dari kesalahan teknologi industri, yang dikendalikan oleh penguasa. Dengan demikian maka peneliti menangkap bahwa Universitas Sumatera Utara Shelley berusaha menyajikan suatu gambaran di mana masyarakat pada era Revolusi Industri merasa begitu terkungkung layaknya robot. Pernyataan tersebut dinyatakan Botting 2008: 183-184, sbb: ”The monsters of gothic and science fiction, whether idealised or degraded figures, participate in a process of defending or transgressing corporeal borders, marking out the limits of bodies that are individual, social, political. ...the process begins with Frankenstein, its monster the sire of ‘every robot, every android, every sentient computer’... Having a shared textual origin ...the emergence of both genres is made possible by modernity: science fiction ‘draws its beliefs, its material, its great organizing metaphors, its attitudes, from a culture that could not exist before the industrial revolution, before science became both an autonomous activity and a way of looking at the world’; Frankenstein, too, having supplanted the supernatural machinery of gothic fiction with natural and technological causes, inaugurates one of the ‘great myths of the industrial age’”. ”Para monster dalam Gotik dan fiksi ilmiah, baik yang ideal maupun yang cacat, ikut serta dalam proses mempertahankan atau melampaui batasan jasmani, yang menandai batasan tubuh individu, sosial, dan politik. ...proses tersebut dimulai oleh Frankenstein, monsternya ’raja dari semua robot, semua android, semua komputer yang tak berperasaan’... mempunyai asal tekstual yang sama ...kemunculan kedua genre tersebut mungkin dipicu oleh moderenitas: fiksi ilmiah ’ditarik kepercayaannya, materinya, susunan metaforanya yang luar biasa, perilakunya, dari kebudayaan yang tidak mungkin muncul sebelum revolusi industri, sebelum sains menjadi aktivitas otonom dan sebagai jendela dunia’; Frankenstein juga menggantikan mesin-mesin supernatural Gotik fiksi dengan perihal alamiah dan teknologi, menyingkap salah satu dari ’mitos-mitos dari abad industri’”. Berdasarkan keterangan-keterangan tersebut, maka terbukti bahwa kemunculan Romansa Gotik merupakan suatu reaksi terhadap era Revolusi Industri. Kekauan sains dan teknologi telah banyak merugikan dan mengeksploitasi SDM Universitas Sumatera Utara masyarakat pada era tersebut; terdapat suatu keadaan sistem yang kaku dapat menyebabkan manusia bertindak seperti robot, yakni mengikuti program baku yang tak dapat dibantah, yang mana pada akhirnya menanggalkan identitas manusia sebagai makhluk yang berpikir, berakal, dan berhati nurani.

6.4 Byronic Hero dan Dekonstruksi Kehidupan Sosial, Politik, dan Budaya