Ekotipologi Pulau Kecil Optimazation of Small Islands Utilize Base on Carrying Capacity for Tourism (Case Study Sapeken Archipelago, Sumenep).
Salinitas
00
Gugus Pulau Sapeken memiliki rata – rata salinitas 33.60
00
pada musim kemarau dan 32.3
00
pada musim hujan, masih memungkinkan untuk sejumlah ekosistem dan biota di dalamnya untuk tumbuh dan berkembang. Terumbu
karang sebagai ekosistem yang dominan ada di wilayah gugus Pulau Sapeken, memiliki nilai salinitas optimal berkisar antara 32
00
– 35
00
namun karang baru dapat mentolerir kisaran salinitas antara 27
00
– 40
00
Nybakken, 1988 dan kondisi salinitas yang baik bagi pertumbuhan dan dan perkembangan karang
karang berkisar antara 30
00
– 35
00
pH Wilayah perairan gugus Pulau Sapeken memiliki derajat keasaman atau pH
yang berbeda tiap musimnya. Hasil pengamatan pada dua titik waktu musim menunjukkan pada musim hujan, perairan cenderung memiliki pH yang lebih
tinggi berkisar antara 7.5
– 8.6 Tabel 6. Pada kisaran pH tersebut, perairan
wilayah gugus Pulau Sapeken merupakan tempat yang baik bagi sejumlah ekosistem dan biota untuk tumbuh dan berkembang dengan baik, seperti derajat
keasaman yang optimal untuk pertumbuhan terumbu karang berkisar antara 7 –
8.5 serta berpengaruh terhadap komunitas biologi yang ada pada perairan tersebut
DO ppm DO atau Dissolved Oxygen atau oksigen terlarut adalah parameter kimia
perairan yang menunjukkan banyaknya oksigen yang terlarut dalam ekosistem perairan. Hasil pengamatan menunjukkan DO perairan wilayah gugus Pulau
Sapeken memiliki perbedaan pada dua titik waktu musim pengamatan. Kisaran DO terendah terjadi pada waktu pengamatan musim kemarau 4.55 ppm
– 5.59 ppm Tabel 6. Rendahnya nilai DO pada waktu pengamatan musin
kemarau menunjukkan pada suhu lebih tinggi atau terjadi peningkatan suhu maka kelarutan oksigen akan semakin berkurang dan kelarutan oksigen
cenderung lebih rendah daripada kadar oksigen di perairan air tawar Effendi, 2003.
Total Suspended Solid TSS Nilai TSS Total Suspended Solid yang didapatkan dari dua titik waktu
musim pengamatan menunjukkan, pada musim hujan perairan wilayah gugus Pulau Sapeken memiliki nilai TSS yang lebih tinggi dibandingkan pada saat
musim kemarau. Nilai TSS tertinggi berkisar antara 0.04 mgliter – 7.95 mgliter.
Kandungan padatan tersuspensi di wilayah perairan gugus Pulau Sapeken ini cukup layak untuk kehidupan biota laut. Nilai kandungan padatan tersuspensi
yang u up aya bagi arang ada a ≤ 20 mg iter.
o Ekosistem di gugus Pulau Sapeken
Gugus Pulau Sapeken memiliki sejumlah ekosistem yang menjadi ciri khas sebuah pulau kecil, seperti ekosistem pantai, terumbu karang, lamun, mangrove
dan sumberdaya perikanan. Keberadaan sejumlah ekosistem tersebut memberikan kontribusi penting terhadap keberlanjutan jasa ekosistem
ecosystem service gugus Pulau Sapeken. Pantai
Ekosistem pantai merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari keberadaan pulau
– pulau kecil yang ada di wilayah gugus Pulau Sapeken. Ekosistem pantai yang ada umumnya merupakan pantai yang landai berupa
hamparan pasir putih yang memiliki lebar antara 5 meter FDC dan INRR 2006. Penutupan lahan pantai pada pulau
– pulau yang ada di gugus Pulau Sapeken umumnya berupa kelapa dan pemukiman, hanya beberapa pantai pada
pulau kecil penutupannya berupa hutan mangrove yaitu di Pulau Sepanjang dan Pulau Paliat.
Terumbu Karang dan Ikan Karang Terumbu karang di gugus Pulau Sapeken merupakan ekosistem yang
paling memegang peranan penting dalam keberlanjutan kehidupan yang ada di dalamnya. Kondisi terumbu karang di sekitar perairan wilayah gugus Pulau
Sapeken umumnya dalam kondisi baik. Prosentase penutupan karang berkisar antara 50 - 74 FDC - INRR 2006. Lebih lanjut dijelaskan rata
– rata tutupan substrat dasar di dominasi oleh karang keras HC, abiotik pasir, batu
Gambar 5 Kondisi dan penutupan lahan pantai pada gugus Pulau Sapeken
Sumber : Survey Lapang 2011
dan patahan karang, karang mati beralga DCA dan karang lunak SC. Terdapat hampir 36 genera karang yang ditemukan di perairan gugus Pulau
Sapeken. Genera karang karang terkecil terdapat di Pulau Paliat sebanyak 8 genera.
Mangrove
Ekosistem mangrove merupakan ekosistem yang tidak dijumpai pada semua pulau
– pulau kecil yang ada di gugus Pulau Sapeken. Ekosistem mangrove pada luasan yang besar hanya dijumpai di Pulau Sepanjang, Pulau
Paliat dan Pulau Sapangkur. Lebih lanjut dijelaskan jenis mangrove terbanyak terdapat di Pulau Sepanjang, yaitu sebesar 36 jenis, 23 jenis di antaranya
dikategorikan sebagai jenis - jenis mangrove langka berdasarkan ketetapan IUCN dengan status kelangkaan terkikis LR sampai kritis CR, seperti
Bruguiera gymnorrhiza Xylocarpus moluccensis, Lumnitzera littorea, Bruguiera
parviflora, Heritiera littoralis dan Sesuvium portulacastrum Suharjono 2007.
Gambar 6 Bentuk pertumbuhan terumbu karang pada gugus Pulau Sapeken
Sumber :KEI, 2006
Gambar 7 Ekosistem mangrove pada gugus Pulau Sapeken
Sumber : Survey Lapang 2011
Lamun Ekosistem lamun merupakan ekosistem perairan yang ditumbuhi oleh
lamun sebagai vegetasi yang dominan Wimbaningrum 2003. Terdapat sejumlah pulau kecil dalam wilayah perairan gugus Pulau Sapeken yang memiliki
ekosistem lamun, seperti Pulau Sepanjang dan Pulau Sapangkur. Keberadaan ekosistem lamun pada wilayah perairan gugus Pulau Sapeken banyak ditentukan
oleh faktor lingkungan yang sesuai seperti suhu, salinitas, arus dan kedalaman. Kisaran suhu wilayah gugus Pulau Sapeken pada bulan kemarau dan
hujan berkisar antara 26.5 °C - 26.5 °C Tabel 6. Kisaran suhu tersebut masih berada pada kisaran suhu optimal 28 °C
– 30 °C bagi perkembangan lamun Berwick, 1983. Demikian pula kisaran salinitas yang ada di perairan wilayah
gugus Pulau Sapeken berada pada rentang kisaran salinitas yang baik bagi pertumbuhan lamun sebesar 10
00
– 40
00
Dahuri et al. 1996
b. Kondisi Ekonomi Gugus Pulau Sapeken secara administrasi terbagi menjadi 9 desa, memiliki
penduduk sebesar 43.782 jiwa. Berdasarkan data yang dikeluarkan Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Bappeda Kabupaten Sumenep Tahun
2010 menyebutkan sektor penggerak perekonomian di wilayah Kecamatan Sapeken meliputi sektor energi dan pertambangan, perikanan, pertanian
tanaman pangan serta kehutanan dan perkebunan. Mata pencaharian utama penduduk pada di gugus wilayah Pulau Sapeken
adalah nelayan dan petani, selainnya memiliki mata pencaharian sebagai pedagang, jasa angkutan, pegawai pemerintahan maupun bekerja pada
pertambangan minyak. Sektor yang memiliki potensi untuk dikembangkan adalah sektor perikanan, meliputi perikanan tangkap dan perikanan budidaya.
Gambar 8 Ekosistem lamun pada gugus Pulau Sapeken
Sumber : Survey Lapang 2011
Produk perikanan tangkapan yang dihasilkan berupa ikan karang, ikan hias, layang, kepiting, dan kerang. Armada tangkap yang digunakan berupa
perahu bermotor sebesar 2 .
859 unit dan tidak bermotor sebesar 1 .
222 unit yang terdapat di seluruh desa di wilayah gugus Pulau Sapeken DKP Sumenep 2010.
Kondisi tersebut menunjukkan bahwasanya pada wilayah gugus Pulau Sapeken permintaan mesin sudah biasa digunakan untuk meningkatkan hasil tangkapan.
Tabel 7 Jumlah sarana penangkapan di Kecamatan Sapeken
No Desa
Perahu Jumlah
Bermotor Tidak Bermotor
1 Sabuntan
120 172
292 2
Paliat 38
75 113
3 Sapeken
949 339
1,288 4
Sasiil 198
41 239
5 Sepanjang
94 67
161 6
Tanjungakiaok 162
119 281
7 Pagerungan Kecil
642 128
770 8
Pagerungan Besar 531
122 653
9 Sakala
125 159
284 Jumlah
2,859 1,222
4,081 Sumber : DKP Kabupaten Sumenep 2010
Nelayan di Kecamatan Sapeken masih menggunakan metode pengambilan sumberdaya ikan secara tradisional dengan menggunakan alat pancing dan
perahu dengan memanfaatkan angin untuk bergerak namun terkadang terdapat perahu yang menggunakan mesin sebagai alat penggerak utamanya. Kegiatan
memancing ini hasil yang didapat cukup untuk konsumsi sendiri, namun jika jenis ikan yang didapat memiliki nilai ekonomi tinggi dapat dijual ke pengepul untuk
menambah penghasilan. Perdagangan produk hasil perikanan yang berasal dari wilayah gugus
Pulau Sapeken terkonsentrasi di Pulau Sapeken sebagai sentra perdagangan. Produk hasil perikanan tersebut selanjutnya diperdagangkan di luar wilayah
gugus Pulau Sapeken seperti Probolinggo, Banyuwangi dan Bali. Pelabuhan Sapeken inilah yang digunakan masyarakat melalui transportasi laut untuk
melakukan transaksi perdagangan antar wilayah untuk memenuhi kebutuhan
hidup sehari-hari. Permintaan transportasi laut dalam transaksi perdagangan
antar wilayah sangat tergantung pada kondisi cuaca. Gangguan cuaca akan menyebabkan aktifitas pelayaran yang berpengaruh terhadap distribusi barang
kebutuhan masyarakat. Kondisi tersebut menyebabkan transaksi perdagangan
dan kegiatan ekonomi menjadi terganggu, pertukaran barang dan jasa menjadi tersendat, baik barang dan jasa yang berasal dari kepulauan maupun yang
berasal dari luar. Kondisi tersebut seringkali membuat masyarakat kepulauan
harus berhemat dalam menggunakan barang kebutuhan pokok sebagai dampak
karena keterbatasan suplai barang dan semakin tingginya harga barang kebutuhan.
c. Kondisi Sosial Gugus Pulau Sapeken terdiri dari sejumlah pulau kecil yang ada di
dalamnya memiliki sejumlah keunikan. Salah satunya adalah budaya. Keunikan budaya tersebut berasal dari sejumlah suku yang ada di wilayah gugus Pulau
Sapeken seperti Suku. Bajo, Suku Mandar, Suku Bugis, Suku Bali dan Suku Madura. Terdapat lima bahasa yang digunakan masyarakat pada wilayah gugus
Pulau Sapeken sehari-hari, yaitu bahasa Indonesia, Bajo, Bugis, Makassar dan Mandu semuanya Sulawesi, hanya sejumlah orang saja yang bisa bahasa
Madura. Keragaman suku yang ada menjadikan penduduk pada gugus Pulau Sapeken lebih terbuka dalam menerima budaya lain.
Keunikan budaya di gugus Pulau Sapeken terlihat dari bentuk rumah panggung penduduk yang khas. Roma Tenggi merupakan rumah tradisional
yang dirancang sedemikian rupa untuk mencegah masuknya air laut waktu pasang. Status pemilik rumah tinggi dibedakan dari Tembak Layar, atau bentuk
atap rumah. Untuk masyarakat dengan status social tinggi biasanya memiliki memiliki dua hingga tiga tingkat tembak layar, sedangkan rakyat biasa umumnya
memiliki satu tembak layar saja. Gambar 9 Alat tangkap yang digunakan pada wilayah gugus Pulau Sapeken
Sumber : Survey Lapang 2011
Keberadaan sarana prasarana pada wilayah gugus Pulau Sapeken merupakan salah satu hal yang perlu dibenahi dalam pengembangan kegiatan
ekowisata, selain peninggalan berupa budaya. Jumlah dan kondisi sarana prasarana yang ada, belum mencukupi kebutuhan masyarakat yang ada. Berikut
kondisi sarana prasarana kewilayahan yang ada pada gugus Pulau Sapeken : o
Infrastruktur perhubungan dan transportasi Sarana perhubungan dan transportasi merupakan faktor yang berpengaruh
bagi wilayah yang bersifat insular dan remoteness. Ketersediaan sarana dan prasarana perhubungan baik berupa jalan, darmaga, dan sarana angkutan akan
mempermudah akses bagi masuknya barang dan jasa pada gusus Pulau Sapeken. Berdasarkan data Bappeda Kabupaten Sumenep 2010 Kecamatan
Sapeken memiliki panjang jalan darat secara keseluruhan sepanjang 39,341 km dengan kondisi jalan rusak 9,53 . Sarana transportasi antar pulau banyak
menggunakan perahu bermotor dan sarana angkutan darat didominasi oleh sepeda motor, mobil jarang ditemui di beberapa pulau pada wilayah gugus Pulau
Sapeken. Sarana perhubungan lain yang terdapat di Kecamatan Sapeken adalah
dermaga pelabuhan. Keberadaan dermaga pelabuhan sangat diperlukan mengingat jalur transportasi laut merupakan jalur utama yang menghubungkan
wilayah gugus Pulau Sapeken dengan wilayah di sekitarnya. Tidak semua pulau kecil yang ada di gugus Pulau Sapeken memiliki dermaga pelabuhan. Dermaga
pelabuhan hanya terdapat di Pulau Sapeken, Pegerungan Kecil dan Pagerungan Besar, Sabunten, Paliat, Sasiil, Sepanjang dan Sakala. Untuk
sarana perhubungan bandara udara, hanya ditemui di Pulau Pagerungan Besar
sebagai tempat beroperasinya eksploitasi migas milik perusahaan Kangean
Gambar 10 Roma Tenggi, rumah tradisonal suku Bajo di gugus Pulau Sapeken
Sumber : Survey Lapang 2011