159.85 Optimazation of Small Islands Utilize Base on Carrying Capacity for Tourism (Case Study Sapeken Archipelago, Sumenep).

Tabel 57 Daya dukung pemanfaatan oranghari untuk kegiatan ekowisata jenis wisata pancing di gugus Pulau Sapeken No Pulau Luas m 2 Daya Dukung Kawasan Jumlah Unit Sarana JUSPI Daya Dukung Pemanfaatan

1 Pagerungan Besar

185 000.00 55 600.00 61.80 185.00

2 Pagerungan Kecil

669 000.00 201 000.00 223.00 669.00

3 Paliat

167 000.00 50 100.00 55.70 167.00 4 Sapangkur Besar 91 300.00 27 400.00 30.40 91.30

5 Sapeken

25 500.00 7 650.00 8.50 25.50

6 Saor

174 000.00 522 000.00 580.00 1 740.00

7 Sepanjang

181 000.00 544 000.00 604.00 1 810.00 Total 4 687.80 Tabel 58 Daya dukung pemanfaatan oranghari untuk kegiatan ekowisata jenis wisata mangrove di gugus Pulau Sapeken No Pulau Luas m 2 Daya Dukung Kawasan Daya Dukung Pemanfaatan

1 Pagerungan Besar

- - - 2 Pagerungan Kecil - - -

3 Paliat

6 500.00 520.00 52.00 4 Sapangkur Besar - - -

5 Sapeken

- - - 6 Saor - - -

7 Sepanjang

33 600.00 2690.00 269.00 Total 321.00 Tabel 59 Daya dukung pemanfaatan oranghari untuk kegiatan ekowisata jenis wisata pantai di gugus Pulau Sapeken No Pulau Panjang Area m Daya Dukung Kawasan Daya Dukung Pemanfaatan

1 Pagerungan Besar

44 500.00 1 780.00 178.00 2 Pagerungan Kecil 5 930.00 237.00 23.70

3 Paliat

741.00 29.60 2.96 4 Sapangkur Besar 4 220.00 169.00 16.90

5 Sapeken

- - - 6 Saor 13 300.00 530.00 53.00

7 Sepanjang

26 400.00 1 050.00 105.00 Total 380.00 Daya dukung pemanfaatan kegiatan ekowisata di gugus Pulau Sapeken tergantung pada besaran ekosistem, kondisi ekosisitem serta status kesesuaian ekosistem yang ada bagi pemanfaatan ekowisata. Berdasarkan hal tersebut penilaian terhadap daya dukung pemanfaatan gugus Pulau Sapeken bagi kegiatan ekowisata menunjukkan nilai yang berbeda untuk tiap jenis wisata. Daya dukung pemanfaatan terbesar pada tiap jenis wisata secara berurutan adalah wisata pancing 4 688 orang; wisata snorkeling 732 oranghari; wisata selam 699 oranghari; wisata pantai 380 orang; dan wisata mangrove 321 oranghari. Lebih lanjut nilai tersebut merupakan batasan maksimum pengguna wisatawan yang dapat ditampung pada kawasan gugus Pulau Sapeken untuk tetap memberikan kenyamanan leisure tanpa mempengaruhi atau menyebabkan penurunan kualitas sumberdaya. Gugus Pulau Sapeken merupakan kawasan yang terdiri dari beberapa pulau kecil yang saling berinteraksi satu dengan lainnya. Seperti halnya pulau kecil lainnya, gugus Pulau Sapeken memiliki karakteristik berupa keterbatasan ukuran, luas, kelangkaan sumberdaya sekaligus rentan terhadap perubahan. Keterbatasan yang dimiliki oleh pulau kecil tersebut menjadikan pengaruh dampak yang diterima dari kegiatan pemanfaatan, berbeda dengan daratan Royle 2001. Meskipun memiliki sejumlah keterbatasan, kawasan pulau kecil memiliki peluang untuk dikembangkan melalui pemanfaatan jasa ekosistem. Jasa ekosistem merupakan manfaat dari keberadaan sebuah ekosistem terhadap kehidupan manusia Layke et al. 2012, meliputi provisioning service, suporting service, regulating service dan cultural service. Jasa ekosistem sangat tergantung pada kondisi ekosistem. Ekosistem yang terpelihara dengan baik akan menjamin keberlangsungan jasa ekosistem. Terkait dengan kegiatan ekowisata, jasa ekosistem yang dimanfaatkan berupa cultural service yang meliputi kemampuan ekosistem untuk menyediakan keindahan, spiritual, pendidikan dan rekeasi. Faktor inilah yang mendasari kegiatan ekowisata sebagai bentuk pemanfaatan berbasis sumberdaya alam yang direkomendasikan bagi kawasan pulau kecil. Keterkaitan kegiatan ekowisata dengan jasa ekosistem menjadikan upaya pengelolaan terhadap pemanfaatan ekosistem di pulau kecil diperlukan. Keterbatasan yang dimiliki oleh pulau kecil menjadikan kegiatan ekowisata sebagai bentuk pemanfaatan yang akan dilakukan harus didasarkan atas keterbatasan yang ada. Bentuk pengelolaan tersebut berupa penyesesuaian kegiatan ekowisata dengan daya dukung kawasan pulau kecil, dengan mengatur jumlah wisatawan. Pengaturan jumlah wisatawan ini dimaksudkan untuk mengatur konsumsi sumberdaya dan ruang yang keberadaannya sangat terbatas di pulau kecil dalam memberikan kenyamanan atau kepuasan bagi wisatawan. Lebih lanjut pengaturan jumlah wisatawan ini juga meminimalkan dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan ekowisata terhadap kualitas sumberdaya sekaligus menjamin berlangsungnya jasa ekosistem di kawasan pulau kecil. Mengacu pada penjelasan diatas, daya dukung gugus Pulau Sapeken bagi kegiatan ekowisata yang direpresentasikan melalui jumlah wisatawan perhari untuk jenis wisata selam, snorkeling, pancing, mangrove dan pantai Tabel 54 – Tabel 58, menunjukkan batasan kemampuan ekosistem yang ada dalam menyediakan jasa ekosistem untuk kenyamanan wisatawan. Jumlah wisatawan yang melampui daya dukung kawasan gugus Pulau Sapeken akan berpengaruh terhadap kemampuan ekosistem dalam menyediakan jasa ekosistem sekaligus berdampak terhadap keberlanjutan kegiatan ekowisata. Lebih lanjut, Loomis 2000 menjelaskan pengaturan jumlah wisatawan sebagai bentuk pengelolaan untuk membatasi dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan ekowisata, memastikan kualitas pengalaman quality of the visitor experience dan perencanaan fasilitas penunjang kegiatan ekowisata.

5.3.2 Rekam Jejak Ekologi Ecological Footprint Gugus Pulau Sapeken untuk Ekowisata

Rekam jejak ekologi merepresentasikan batas kritis pemanfaatan sumberdaya alam yang secara dibagi menjadi empat macam, yaitu : 1 rekam jejak ekologi untuk negara; 2 rekam jejak ekologi untuk rumah tangga; 3 rekam jejak ekologi untuk kegiatan tertentu seperti wisata dan budidaya; dan 4 rekam jejak ekologi untuk komunitas atau populasi. Untuk kegiatan wisata, touristic ecological footprint TEF merupakan suatu upaya terencana dalam mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan merupakan kegiatan pembangunan yang menyesuaikan kebutuhan generasi saat ini tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka, melalui keterpaduan antara dimensi ekonomi, sosial dan lingkungan. Hal ini memiliki pemahaman bahwasanya tingkat pemanfaatan sumberdaya dibatasi pada tingkatan tertentu sehingga tetap bisa dimanfaatkan oleh generasi selanjutnya. Implementasi dari pembangunan berkelanjutan, salah satunya melalui kegiatan wisata yang berlanjutan sustainable tourism. Pembangunan wisata yang berkelanjutan merupakan suatu kegiatan dalam memenuhi kebutuhan wisatawan dan penduduk sekaligus melindungi dan meningkatkan kesempatan pemanfaatan untuk masa depan Goosling et al. 2002. Penilaian tersebut dapat diketahui melalui aplikasi TEF. TEF mengukur berapa banyak kapasitas regeneratif dari biosfer digunakan oleh aktivitas wisata, dengan menghitung jumlah lahan produktif secara biologis dan catchment area yang diperlukan untuk mendukung populasi tertentu pada tingkat saat ini melalui konsumsi dan efisiensi sumber daya. Terdapat dua komponen utama yang digunakan untuk menilai daya dukung gugus Pulau Sapeken untuk kegiatan wisata, yaitu : 1 biokapasitas sebagai supply, meliputi biokapasitas energi dan biokapasitas sumberdaya; 2 rekam jejak ekologi sebagai demand, meliputi rekam jejak ekologi komunitas dan rekam jejak wisata. Berikut hasil penilaian terhadap daya dukung gugus Pulau Sapeken. a. Biokapasitas Gugus Pulau Sapeken Biokapasitas adalah total daerah bioproductive dari suatu kawasan planet, negara, atau sub-region, dalam satuan global hektar gha. Biokapasitas menunjukkan besaran daya tampung yang dimiliki oleh suatu kawasan untuk digunakan bagi peruntukan sejumlah kegiatan sekaligus refleksi dari kondisi eksisting suatu kawasan. Gugus Pulau Sapenen sebagai sebagai kawasan kepulauan, memiliki dua jenis biokapasitas, yaitu 1 biokapasitas energi matahari, angin, hujan, gelombang dan pasang surut; dan 2 biokapasitas sumberdaya. - Biokapasitas energi Penilaian biokapasitas energi berasal dari konsep ekologi populasi Brown and Ulgiati 2001 sebagai kapasitas yang menghubungkan penggunaan sumberdaya dengan dukungan lingkungan environmental support. Hal ini selanjutnya didefinisikan sebagai populasi maksimum dari spesies yang dapat diterima oleh ekosistem Odum and Barett 2005, dengan variasi tergantung pada konteks dimana kawasan yang digunakan. Dalam konteks ini, biokapasitas energi didefinisikan sebagai jumlah orang yang dapat didukung oleh lingkungan di sebuah standar hidup yang diberikan dari gugus Pulau Sapeken yang dinilai dari ketersediaan energi yang dapat dimanfaatkan. Biokapasitas energi gugus Pulau Sapeken, meliputi energi matahari, energi angin, energi hujan, energi gelombang dan energi pasang-surut pasut. Berikut biokapasitas energi yang ada di gugus Pulau Sapeken Tabel 60. Tabel 60 Biokapasitas energi di gugus Pulau Sapeken No Pulau Biocapacity Energi ghakapitatahun Matahari Hujan Angin Gelombang Pasang - surut 1 Pagerungan Besar 10.40 509.00 3.01 x10 10 211.00 126.00

2 Pagerungan Kecil

7.66 374.00 2.21 x10 10 144.00 113.00

3 Paliat

303.00 14800.00 8.73 x10 11 2700.00 0.00 4 Sapangkur Besar 0.16 7.60 4.49 x10 8 1880.00 90.20

5 Sapeken

0.04 1.84 1.09 x10 8 102.00 18.90

6 Saor

0.23 11.20 6.60 x10 8 2760.00 103.00

7 Sepanjang

189.00 9250.00 5.46 x10 11 15500.00 288.00 Gugus Pulau Sapeken sebagai kumpulan pulau-pulau kecil, merupakan suatu kawasan yang memiliki sejumlah keterbatasan berupa ukuran wilayah yang kecil, rentan terhadap bencana, terbatas sumberdaya dan memiliki keterbatasan terhadap air. Dibandingkan dengan daratan, aspek yang menonjol dari keberadaan pulau kecil adalah wilayah yang dikelilingi laut. Wilayah yang dikelilingi laut memungkinkan pulau kecil selain memiliki sumberdaya kelautan yang besar, juga memiliki energi potensial yang cukup besar berasal dari kondisi lingkungan tersebut. Kondisi tersebut terlihat pada proporsi biokapasitas energi di tiap pulau kecil pada gugus Pulau Sapeken sebagai energi potensial Gambar 20. Diantara lima jenis energi potensial yang ada di wilayah gugus Pulau Sapeken, angin memiliki energi potensial terbesar yang ada di tiap pulau kecil, berkisar antara 1.09 x10 8 sampai 5.46 x 10 11 ghakapita Tabel 54 atau setara dengan 5.48 x10 26 Joule. Energi angin terbesar ada di Pulau Paliat dan Pulau Sepanjang. Pulau kecil identik dengan minimnya sarana air besih dan energi listrik. seperti halnya pulau kecil yang ada di gugus Pulau Sapaken. Ketersediaan energi potensial yang bersumber dari angin merupakan sumber energi yang dapat dijadikan sebagai solusi bagi salah satu keterbatasan yang ada di gugus Pulau Sapeken, berupa sarana listrik. Dibandingkan dengan angin yang ada di wilayah pesisir, energi potensial angin yang ada di wilayah kepulauan,dapat memenuhi kebutuhan 1 keluarga Hantoro dan Rahmandiansyah 2007. Daya aktual tertinggi peak yang dapat dicapai di wilayah kepulauan mencapai 972,7 watt,dan daerah pesisir mencapai 355 watt. Daya terendah untuk daerah kepulauan bernilai 21 watt dan di daerah pesisir bernilai 0 watt. Berdasarkan hal tersebut diatas, potensi angin yang ada di gugus Pulau Sapeken dapat digunakan sebagaialternatif energi yang bersifat terbarukan. Dilihat dari sisi ekonomis dan kebutuhan energi listrik, pemanfaatan energi angin sebagai sumber energi alternatif akan mengurangi ketergantungan pulau kecil terhadap fuel energy dalam memenuhi kebutuhan listrik. Pemanfaatan angin sebagai sumber energi alternatif juga memiliki pengaruh dari sisi ekologis. Penggunaan bahan bakar fossil fuel energy untuk pembangkit listrik memberikan dampak yang signifikan terhadap lingkungan. Pengurangan penggunaan bahan bakar yang dikonversi sebagai energy listrik akan meningkatkan biaya kerusakan damage cost terkait emisi yang dihasilkan berupa peningkatan PM 10 , NO x , SO 2 , dan CO 2 Rabl and Spadaro 2000. Lebih lanjut, peningkatan emisi dari penggunaan bahan bakar untuk menghasilkan energi listrik akan memperberat kerja lingkungan dalam mengabsorpsi emisi yang ditimbulkan. - Biokapasitas sumberdaya Biokapasitas suatu kawasan juga ditentukan oleh besaran sumberdaya yang dapat menyediakan sejumlah barang dan jasa bagi kesejahteraan manusia. Dalam konsep rekam jejak ekologi, biokapasitas mengukur potensi produksi dan ketersediaan biologis daerah produktif untuk penggunaan ekonomi manusia Ewing et al. 2010. Biokapasitas adalah mitra untuk indikator footprint. Kapasitas produksi lahan pertanian, lahan penggembalaan, lahan hutan dan perikanan digunakan untuk menentukan seberapa besar apa yang orang dapat memanfaatkan dari ekosistem. Namun, biokapasitas tidak dapat ditafsirkan sebagai indikator integritas ekosistem dan kesehatan, jasa ekosistem atau keanekaragaman hayati Lenzen et al. 2007. Berdasarkan hal tersebut untuk biokapasitas sumberdaya gugus Pulau Sapeken yang dihitung meliputi biokapasitas pangan padi, jagung, ketela pohon, kacang tanah, kacang hijau, biokapasitas hutan dan biokapasitas perikanan. Tiap pulau kecil yang ada pada gugus Pulau Sapeken memiliki biokapasitas sumberdaya yang berbeda Gambar 19. Kondisi tersebut menunjukkan ditiap pulau kecil pada wilayah gugus Pulau Sapeken, memiliki kemampuan berbeda dalam penyediaan sumberdaya tertentu. Hasil perhitungan selanjutnya terhadap biokapasitas sumberdaya ada di gugus Pulau Sapeken Tabel 61. Gambar 20 Proporsi biokapasitas energi di gugus Pulau Sapeken Tabel 61 Biokapasitas sumberdaya di gugus Pulau Sapeken No Pulau Biokapasitas Sumberdaya ghakapitatahun Pangan Hutan Ikan 1 Pagerungan Besar 0.0015 629.00 11.40

2 Pagerungan Kecil

0.0011 - 13.80 3 Paliat 0.0043 23 500.00 4.82 4 Sapangkur Besar 0.0025 11 600.00 5.31 5 Sapeken 0.0023 - 8.72

6 Saor

0.0053 - 8.18 7 Sepanjang 0.0062 45 100.00 5.48 Dampak aktifitas manusia terhadap lingkungan dalam pengertian luas tergantung dari kualitas dan kuantitas dari sumberdaya alam yang dikonsumsi oleh manusia. Semakin baik kualitas dan kuantitas dari sumberdaya semakin baik pula pemenuhan kebutuhan hidup yang diperlukan manusia. Biocapacity sumberdaya pada Tabel 55 menunjukkan kualitas dan kuantitas sumberdaya yang dapat dimanfaatkan dalam pemenuhan kebutuhan manusia. Berdasarkan biokapasitas sumberdaya yang telah dikuantifikasi, menunjukkan biokapasitas sumberdaya terbesar secara berurutan berupa sumberdaya hutan, sumberdaya perikanan dan sumberdaya pangan. Sumberdaya hutan di gugus Pulau Sapeken terbesar terdapat pada Pulau Sepanjang. Ekosistem mangrove di Pulau Sepanjang memiliki luas ± 3 374.26 ha termasuk dalam kawasan yang berstatus hutan produksi dan dikelola oleh Perum Perhutani. Luasan tersebut jika diasumsikan tiap hektar menghasilkan 220 m 3 Chan 1994 akan menghasilkan kayu sebesar 80 4716 m 3 akan menghasilkan biokapasitas sebesar 45 100 gha Tabel 61. Nilai biokapasitas mangrove tersebut 45 . 100 gha memiliki korelasi terhadap kemampuan mangrove dalam menyediakan bahan baku kayu. sumberdaya dalam menyediakan kebutuhan manusia. Lebih lanjut, selain sebagai penyedia bahan baku, mangrove berfungsi sebagai penyerap karbon dioksida CO 2 dari udara. Penyerapan karbon dioksida berhubungan erat dengan biomassa pohon. Pohon melalui proses fotosintesis menyerap CO 2 dan mengubahnya menjadi karbon organik karbohidrat dan menyimpannya dalam biomassa mangrove Pambudi 2011. Stok karbon dalam mangrove diestimasi dari biomassanya dengan mengikuti aturan 46 biomassa Rahayu dan Hairiah 2007. Hal tersebut menjelaskan semakin banyak mangrove yang ada pada suatu kawasan akan meningkatkan kemampuan kawasan dalam menyerap karbon dioksida CO 2 dan emisi yang ditimbulkan dari penggunaan fossil fuel. - Total biokapasitas gugus Pulau Sapeken Biokapasitas gugus Pulau Sapeken merupakan total dari keselurahan biokapasitas yang ada, yaitu biokapasitas energi dan biokapasitas sumberdaya. Total biokapasitas gugus Pulau Sapeken ditampilkan pada Tabel 62. Tabel 62 Total biokapasitas di gugus Pulau Sapeken ghakapitatahun No Pulau Total Biokapasitas Energi + Sumberdaya

1 Pagerungan Besar

3.01 x 10 10

2 Pagerungan Kecil

2.21 x 10 10

3 Paliat

8.73 x 10 11 4 Sapangkur Besar 4.49 x 10 08

5 Sapeken

1.09 x 10 08

6 Saor

6.60 x 10 08

7 Sepanjang

5.46 x 10 11 Biokapasitas pulau kecil yang ada pada gugus Pulau Sapeken memiliki keterkaitan dengan luas area yang dimilki di tiap pulau kecil. Tabel 55 menunjukkan, total biokapasitas terbesar terdapat pada Pulau Paliat dan Pulau Sepanjang. Dibandingkan dengan pulau kecil lainnya, kedua pulau tersebut memiliki luas wilayah yang lebih besar Tabel 3. Biokapasitas merupakan bagian penting dari analisa ecological footprint dalam menilai ekologi lahan produktif yang ada pada suatu kawasan. Oleh karena itu biokapasitas merupakan endowment dari ekologis wilayah produktif yang tersedia secara lokal dan itu menunjukkan kapasitas potensial ekosistem lokal untuk menyediakan sumberdaya alam dan jasa. Berdasarkan hal tersebut Pulau Paliat dan Pulau Sepanjang memiliki kapasitas potensial Gambar 21 Proporsi biokapasitas sumberdaya di gugus Pulau Sapeken ekosistem lokal yang lebih besar dalam menyediakan sumberdaya alam dan jasa yang dibutuhkan. b. Rekam jejak ekologi ecological footprint gugus Pulau Sapeken Rekam jejak ekologi EF adalah agregat area dari tanah dan air pada berbagai kategori ekologi, dalam menghasilkan semua sumber daya yang dikonsumsi, sekaligus limbah yang dihasilkan Wackernagel and Monfreda 2004. Berdasarkan definisi tersebut pada dasarnya, setiap perhitungan EF mencoba untuk menilai berapa banyak daerah yang produktif secara biologis diperlukan untuk menghasilkan aliran sumberdaya yang dikonsumsi oleh penduduk suatu wilayah, untuk menyerap limbah atau emisi terutama CO 2 , dan sekaligus infrastruktur yang dibangun pada suatu wilayah. Terkait dengan pengembangan kegiatan ekowisata di gugus Pulau Sapeken, perhitungan ecological footprint dibagi menjadi dua kelompok, meliputi rekam jejak ekologi komunitas community ecological footprint dan rekam jejak ekologi wisata touristic ecological footprint. - Rekam jejak ekologi untuk komunitas community ecological footprint Rekam jejak ekologi EF komunitas merupakan perhitungan rekam jejak ekologi terhadap semua sumberdaya yang dikonsumsi sekaligus limbah yang limbah yang dihasilkan pada suatu komunitas tertentu pada suatu kawasan. Perhitungan EF wilayah di gugus Pulau Sapeken berbasiskan pada dua bagian, yaitu : 1 jumlah sumberdaya utama yang dikonsumsi dan limbah yang dihasilkan melalui aktifitas manusia yang dapat ditentukan dan dilacak; 2 sumberdaya dan limbah yang dihasilkan selanjutnya dirubah menjadi ekologi area lahan produktif untuk konsumsi sumberdaya dan penyerapan limbah yang dihasilkan. Oleh karena itu, rekam jejak ekologi dari komunitas di gugus Pulau Sapeken adalah total daerah produktif secara biologis yang dapat memenuhi konsumsi sumberdaya dan limbah yang dihasilkan. Ekologi area lahan produktif yang dihitung dalam rekam jejak ekologi komunitas pada gugus Pulau Sapeken meliputi area pangan cropland, mangrove, perikanan fishing ground, pemukiman built-up land, air, listrik energy land dan sampah waste. Berdasarkan area lahan produktif tersebut, tiap pulau kecil pada gugus Pulau Sapeken memiliki proporsi konsumsi sumberdaya yang berbeda Gambar 14. Hasil perhitungan rekam jejak ekologi komunitas di gugus Pulau Sapeken adalah sebagai berikut : Tabel 63 Rekam jejak ekologi komunitas di gugus Pulau Sapeken No Pulau Rekam jejak ekologi komunitas ghakapitatahun Pangan Hutan Ikan 1 Pagerungan Besar 2.9 x 10 2 5.6 x 10 -5 5.5 x 10 -5

2 Pagerungan Kecil

3.9 x 10 2 4.6 x 10 -5

3 Paliat

1.4 x 10 1 8.5 x 10 2 1.3 x 10 -7 4 Sapangkur Besar 3.4 x 10 1 2.9 x 10 3 1.2 x 10 -4

5 Sapeken

3.4 x 10 1 7.0 x 10 -8

6 Saor

1.5 x 10 1 3.1 x 10 -8

7 Sepanjang

2.6 x 10 1 4.3 x 10 2 1.2 x 10 -7 Tabel 63 Rekam jejak ekologi komunitas di gugus Pulau Sapeken lanjutan No Pulau Rekam jejak ekologi komunitas ghakapitatahun Pemukiman Listrik Air Sampah

1 Pagerungan Besar

6.1 x 10 -9 4.0 x 10 3 1.2 x 10 -2 6.1 x 10 -5

2 Pagerungan Kecil

8.4 x 10 -9 3.9 x 10 3 1.2 x 10 -2 5.9 x 10 -5

3 Paliat

2.1 x 10 -10 1.6 x 10 3 5.0 x 10 -3 2.5 x 10 -5 4 Sapangkur Besar 1.0 x 10 -7 1.5 x 10 3 4.7 x 10 -3 2.3 x 10 -5

5 Sapeken

1.2 x 10 -3 5.1 x 10 3 1.6 x 10 -2 7.8 x 10 -5

6 Saor

1.2 x 10 -4 1.5 x 10 3 4.4 x 10 -2 2.2 x 10 -5

7 Sepanjang

3.3 x 10 -10 5.6 x 10 3 1.7 x 10 -2 8.6 x 10 -5 Rekam jejak ekologi di gugus Pulau Sapeken menunjukkan listrik dan pangan sebagai konsumsi terbesar Tabel 63. Kebutuhan listrik di gugus Pulau Sapeken sampai saat ini masih belum bisa dipenuhi secara merata. Pemenuhan listrik masyarakat pada gugus Pulau Sapeken terbagi menjadi dua bagian, yaitu PLN dan non PLN. Untuk listrik yang berasal dari PLN saat ini hanya terdapat di Pulau Sapeken. Keterbatasan penyediaan listrik ini menjadikan tiap rumah tangga yang mampu di pulau kecil lainnya mengandalkan generator untuk mendapatkan listrik. Pengusahaan energi alternatif untuk menghasilkan dan memenuhi kebutuhan listrik diperlukan, untuk mengurangi ketergantungan terhadap fossil fuel. Selain langka dan harga yang mahal, pengunaan fossil fuel berpotensi meningkatkan emisi carbon dioksida CO 2 di pulau kecil. Energi yang realistis untuk diusahakan sebagai energi alternatif di gugus Pulau Sapeken adalah matahari dan angin. Penggunaan solar cell energy dan wind park merupakan salah satu bentuk pemanfaatan energi matahari dan angin menjadi listrik sebagai solusi pemenuhan listrik di gugus Pulau Sapeken. - Rekam jejak ekologi untuk wisata touristic ecological footprint Pengembangan kegiatan wisata di gugus Pulau Sapeken sebagai kawasan pulau – pulau kecil membutuhkan perencanaan yang terpadu. Hal ini diperlukan mengingat jenis wisata yang dilakukan merupakan wisata lebih ramah lingkungan dan menguntungkan secara sosial dan ekonomi. Hal ini berkaitan dengan karakteristik yang melekat pada pulau kecil seperti ukuran yang kecil, keterpencilan, kerentanan, dispersi geografis untuk bencana alam, kerapuhan ekosistem, kendala pada transportasi dan komunikasi, isolasi dari pasar, pasar domestik kecil, kurangnya sumberdaya alam dan pasokan air bersih yang terbatas. Untuk itu kegiatan wisata yang dilakukan pada pulau kecil harus difokuskan pada pengelolaan sumber daya dimana semua persyaratan ekonomi, sosial dan estetika terpenuhi, sekaligus menghormati integritas budaya, proses penting ekologi, dan keanekaragaman hayati Oyola et al. 2012. Terkait dengan hal tersebut, pelaksanaan wisata di gugus Pulau Sapeken selanjutnya harus diketahui seberapa besar pemanfaatan sumberdaya yang diperlukan. Melalui rekam jejak ekologi untuk wisata, akan diketahui seberapa besar luasan lahan produktif yang dibutuhkan dan dikonsumsi sekaligus limbah yang dihasilkan dari kegiatan wisata pada suatu tempat dan waktu tertentu Huiqin and Linchun 2011. Adapun hasil perhitungan rekam jejak ekologi untuk wisata di gugus Pulau Sapeken di tampilkan pada Tabel 64. Gambar 22 Proporsi rekam jejak ekologi untuk komunitas di gugus Pulau Sapeken Tabel 64 Rekam jejak ekologi untuk wisata di gugus Pulau Sapeken ghakapita No Pulau TEF makanan TEF akomodasi TEF transportasi TEF aktifitas Jakarta Bali

1 Pagerungan Besar

1.35 x 10 -4 4.29 x 10 -4 4.20 x 10 -2 1.71 x 10 -3 1.24 x 10 -1

2 Pagerungan Kecil

1.87 x 10 -4 4.29 x 10 -4 4.20 x 10 -2 1.68 x 10 -3 1.13 x 10 -1

3 Paliat

1.62 x 10 -5 4.29 x 10 -4 4.57 x 10 -2 5.45 x 10 -3 1.24 x 10 -1 4 Sapangkur Besar 5.34 x 10 -5 4.29 x 10 -4 4.19 x 10 -2 1.60 x 10 -3 1.24 x 10 -1

5 Sapeken

1.23 x 10 -5 4.29 x 10 -4 4.18 x 10 -2 1.52 x 10 -3 1.13 x 10 -1

6 Saor

1.93 x 10 -5 4.29 x 10 -4 5.18 x 10 -2 1.15 x 10 -2 1.13 x 10 -1

7 Sepanjang

8.49 x 10 -6 4.29 x 10 -4 4.19 x 10 -2 1.64 x 10 -3 1.24 x 10 -1 Tabel 64 Rekam jejak ekologi untuk wisata di gugus Pulau Sapeken ghakapita lanjutan No Pulau TEF sampah TEF air TEF purchase TEF hiburan

1 Pagerungan Besar

1.38 x 10 -5 3.18 x 10 -5 4.35 x 10 -3 2.89 x 10 -2

2 Pagerungan Kecil

1.38 x 10 -5 3.18 x 10 -5 4.35 x 10 -3 2.89 x 10 -2

3 Paliat

1.38 x 10 -5 3.18 x 10 -5 4.35 x 10 -3 2.89 x 10 -2 4 Sapangkur Besar 1.38 x 10 -5 3.18 x 10 -5 4.35 x 10 -3 2.89 x 10 -2

5 Sapeken

1.38 x 10 -5 3.18 x 10 -5 4.35 x 10 -3 2.89 x 10 -2

6 Saor

1.38 x 10 -5 3.18 x 10 -5 4.35 x 10 -3 2.89 x 10 -2

7 Sepanjang

1.38 x 10 -5 3.18 x 10 -5 4.35 x 10 -3 2.89 x 10 -2 Rekam jejak ekologi untuk wisata pada wilayah gugus Pulau Sapeken dihitung berdasarkan kebutuhan terhadap makanan, akomodasi, transportasi, aktifitas, air, purchases, hiburan dan sampah yang dihasilkan. Proporsi kemampuan tiap pulau kecil pada gugus Pulau Sapeken berbeda dalam menyediakan kebutuhan kegiatan wisata Gambar 23. Berdasarkan komponen kebutuhan yang dihitung dalam Rekam jejak ekologi untuk wisata di tiap pulau kecil pada gugus Pulau Sapeken Tabel 58 menunjukkan bahwasanya kebutuhan terkait aktifitas dan sarana hiburan sebagai kebutuhan yang paling besar dibandingkan dengan komponen kebutuhan wisata lainnya. Tujuan utama dari kegiatan wisata adalah melihat pemandangan dan perjalanan. Perhitungan komponen sightseeing atau visiting meliputi energi yang dibutuhkan sekaligus penggunaan lahan untuk konstruksi pendukung kegiatan wisata wisata selam, snorkeling, pancing, mangrove dan pantai. Selanjutnya, berdasarkan energi yang dibutuhkan kegiatan wisata selam dan snorkeling sebagai adventure tourism yang membutuhkan ketrampilan khusus, memiliki kebutuhan energi terbesar dibandingkan jenis wisata lainnya. Kebutuhan energi tiap kegiatan wisata didasarkan atas kebutuhan energi direct energy dan infrastruktur yang dibutuhkan indirect energy untuk melakukan aktifitas wisata. Pengembangan wisata berbasis alam bertumpu utamanya pada kualitas sumberdaya yang dijadikan daya tarik, juga dipengaruhi oleh penyediaan sarana hiburan. Sumberdaya merupakan dasar bagi pengembangan atraksi wisata. sumberdaya. Jika sumberdaya tidak ada, maka atraksi wisata tidak akan berlangsung. Kualitas wisata diukur dari atraksi wisata yang ditawarkan. Lebih lanjut Pigram 1983 menjelaskan bahwasanya aktifitas dan atraksi wisata merupakan inti dari produk wisata. Perjalanan wisata biasanya tidak hanya digunakan untuk melakukan aktifitas wisata tertentu namun juga untuk bertujuan menikmati atraksi yang khas. Untuk dapat menunjang hal tersebut gugus Pulau Sapeken perlu dilengkapi dengan fasilitas dan infrastruktur yang menunjang kegiatan wisata yang akan dikembangkan. Gugus Pulau Sapeken belum memiliki fasilitas dan infrastruktur yang memadai dalam menunjang kegiatan wisata kecuali infrastrukur transportasi berupa pelabuhan. Infrastruktur umum kesehatan, telekomunikasi dan lainnya yang memadai hanya terdapat di Pulau Sapeken. Kurangnya atau tidak adanya fasilitas dan infrastruktur bagi kegiatan wisata inilah yang menyebabkan rekam jejak ekologi untuk komponen aktifitas dan komponen hiburan sebagai kebutuhan terbesar, selain faktor aktifitas energi dari kegiatan wisata yang akan dikembangkan. Penilaian terhadap penggunaan energi dalam pengembangan wisata di gugus Pulau Sapeken selanjutnya dapat digunakan dalam menilai dampak yang mungkin timbul terhadap lingkungan sekaligus dasar bagi pengembangan wisata yang berkelanjutan. Gambar 23 Proporsi rekam jejak ekologi untuk wisata di gugus Pulau Sapeken c. Agregat rekam jejak ekologi ecological footprint Gugus Pulau Sapeken Agregat rekam jejak ekologi EF seperti yang dijelaskan oleh Castelani and Sala 2012 merupakan hasil komparasi agregat biokapasitas biokapasitas energi dan biokapasitas sumberdaya dengan agregat rekam jejak ekologi rekam jejak ekologi komunitas dan rekam jejak ekologi wisata. Hasil dari agregat rekam jejak ekologi akan selain merepresentasikan dampak dari aktifitas wisata pada suatu kawasan juga merepresentasikan jumlah pengguna populasi dan komunitas yang dapat didukung oleh barang dan jasa yang diberikan bagi kegiatan wisata yang akan dikembangkan gugus Pulau Sapeken. Adapun agregat EF gugus Pulau Sapeken untuk pemanfaatan ekowisata disajikan pada Tabel 65. Tabel 65 Agregat biokapasitas dan rekam jejak ekologi di gugus Pulau Sapeken Pulau Biokapasitas ghacapitatahun Energi Sumberdaya Total Pagerungan Besar 3.01 x10 10 6.40 x10 02 3.01 x10 10 Pagerungan Kecil 2.21 x10 10 1.38 x10 01 2.21 x10 10 Paliat 8.73 x10 11 2.35 x10 04 8.73 x10 11 Sapangkur Besar 4.49 x10 08 1.16 x10 04 4.49 x10 08 Sapeken 1.09 x10 08 0.87 x10 01 1.09 x10 08 Saor 2.91 x10 08 1.85 x10 01 6.60 x10 08 Sepanjang 5.46 x10 11 4.51 x10 04 5.46 x10 11 Tabel 65 Agregat biokapasitas dan rekam jejak ekologi di gugus Pulau Sapeken lanjutan Pulau Rekam jejak ekologi ghacapitatahun Komunitas Wisata Total Pagerungan Besar 1.56 x10 06 7.35 x10 01 1.56 x10 06 Pagerungan Kecil 1.57 x10 06 6.96 x10 01 1.57 x10 06 Paliat 9.10 x10 05 7.62 x10 01 9.11 x10 05 Sapangkur Besar 1.62 x10 06 7.34 x10 01 1.62 x10 06 Sapeken 1.89 x10 06 6.95 x10 01 1.89 x10 06 Saor 5.35 x10 05 7.67 x10 01 5.36 x10 05 Sepanjang 2.22 x10 06 7.34 x10 01 2.22 x10 06 Hasil analisa agregat biokapasitas dan rekam jejak ekologi di gugus Pulau Sapeken Tabel 65 jika dibandingkan menunjukkan bahwa nilai biokapasitas di gugus Pulau Sapeken lebih besar dari nilai rekam jejak ekologi BC EF. Kondisi ini mengindikasikan dengan adanya pengembangan kegiatan wisata wisata selam, snorkeling, pancing, mangrove dan pantai, lingkungan gugus Pulau Sapeken masih dapat menyediakan ruang dan sumberdaya bagi wisata secara berkelanjutan. Lebih lanjut WWF 2000 mensyaratkan adanya ruang yang diperuntukkan bagi keberlangsungan perlindungan biodiversitas sebesar 12 dari biokapasitas yang ada pada suatu kawasan. Sedangkan pengguna populasi dan komunitas yang dapat didukung oleh barang dan jasa yang diberikan bagi kegiatan wisata yang akan dikembangkan gugus Pulau Sapeken diperoleh dengan membagi total biokapasitas dengan total jejak rekam ekologi Tabel 66. Tabel 66 Komparasi nilai total biokapasitas dan nilai total rekam jejak ekologi Pulau Total Biokapasitas -12 Total rekam jejak ekologi Total BC Total EF capitath Total BC ghacapitath Total EF ghacapitath Pagerungan Besar 2.65 x 10 10 1.56 x 10 06 1.69 x 10 04 Pagerungan Kecil 1.94 x 10 10 1.57 x 10 06 1.24 x 10 04 Paliat 7.68 x 10 11 9.11 x 10 05 2.44 x 10 05 Sapangkur Besar 3.95 x 10 08 1.62 x 10 06 2.44 x 10 02 Sapeken 9.55 x 10 07 1.89 x 10 06 5.05 x 10 01 Saor 2.56 x 10 08 5.36 x 10 05 1.08 x 10 03 Sepanjang 4.81 x 10 11 2.22 x 10 06 2.17 x 10 05 Nilai perbandingan total total biokapasitas dengan total ecological footprint pada Tabel 66, merupakan asumsi kemampuan dari tiap pulau kecil yang ada di gugus Pulau Sapeken untuk menampung dan memenuhi kebutuhan wisatawan dalam melakukan aktifitas wisata. Jumlah wisatawan terbesar berdasarkan penilaian terdapat di Pulau Paliat 244 000 orangtahun dan Sepanjang 217 000 orangtahun dan terkecil ada di Pulau Sapeken 50,5 orangtahun. Nilai daya dukung tersebut diasumsikan sebagai batasan jumlah total wisatawan untuk semua jenis wisata yang akan dikembangkan pada kurun waktu tertentu sekaligus dipenuhi segenap kebutuhan dalam melakukan kegiatan wisata. Jumlah pengunjung atau wisatawan yang dapat ditampung sebagai representasi daya dukung pulau kecil bagi kegiatan wisata sangat dipengaruhi oleh kondisi eksisting yang ada, berupa luas wilayah, jumlah penduduk dan kondisi sumberdaya. Dibandingkan dengan pulau kecil lainnya pada gugus Pulau Sapeken, Pulau Paliat dan Pulau Sepanjang memiliki kondisi eksisting yang baik,ditunjukkan dengan status ketersediaan budgets jasa ekosistem meliputi estetika, biodiversity, budaya, ekonomi, keberlanjutan hidup, pembelajaran, rekreasi dan spiritual Tabel 12 dan 18 masih diatas pemanfaatan yang ada. Kondisi tersebut merupakan indikator bahwasanya natural capital asset yang dimiliki Pulau Paliat dan Pulau Sepanjang masih memungkinkan untuk dimanfaatkan. Dikaitkan dengan perencanaan kegiatan wisata, MacLeod and Cooper, 2005 menjelaskan daya dukung didasarkan atas tiga aspek yaitu : 1 daya dukung fisik, mengacu pada batasan ruang, yaitu jumlah kegiatan pada suatu