Perhitungan komponen pembelanjaan TEFp

Hasil penilaian pengembangan wisata di gugus Pulau Sapeken berbasis indeks emergy menunjukkan kemampuan berbeda dalam mendukung keberlanjutan wisata. a. Emergy Yield Ratio EYR EYR merepresentasikan kemampuan dari sistem untuk menyediakan energi terhadap perekonomian sekaligus mencerminkan seberapa banyak investasi mendorong suatu proses eksploitasi sumberdaya lokal. Semakin tinggi nilai EYR maka semakin rendah ketergantungan pemanfaatan sumberdaya terhadap investasi Hosaini and Hewage 2013. Berdasarkan pemahaman tersebut, Pulau Sepanjang memiliki kemampuan paling tinggi dalam menyediakan energi bagi aktivitas ekonomi khusunya bagi pengembangan ekowisata. EYR = 60.79. Faktor yang menyebabkan tingginya kemampuan Pulau Sepanjang dapat dilihat besarnya ketersediaan ruang Tabel 47,Tabel 49,Tabel 51, Tabel 53 dan Tabel 55 dan nilai biokapasitas sumberdaya Tabel 62. Ketersediaan ruang dan nilai biokapasitas sumberdaya di Pulau Sepanjang lebih lanjut memungkinkan Pulau Sepanjang untuk memenuhi kebutuhan yang diperlukan bagi pengembangan ekowisata hidup serta tidak memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap pasokan dari luar. b. Environmental Loading Ratio ELR ELR merupakan rasio beban lingkungan sekaligus menggambarkan indikator tekanan beban sistem pada lingkungan dan dapat dianggap sebagai ukuran stres ekosistem. Semakin besar nilai ELR, maka semakin besar pula beban lingkungan yang ditimbulkan oleh kegiatan pemanfaatan. Pengembangan wisata di gugus Pulau Sapeken tentunya membutuhkan penambahan input berupa fasilitas wisata dan listrik. Penambahan input dari luar sistem berupa fasilitas wisata tentunya akan berpengaruh terhadap kondisi lingkungan beban lingkungan. Hasil penilaian terhadap beban lingkungan yang direpresentasikan melalui nilai ELR menunjukkan Pulau Sapeken memiliki nilai tertinggi ELR = 7.72. Hal tersebut menunjukkan pengembangan wisata di Pulau Sapeken akan menambah beban terhadap lingkungan. Pulau Sapeken merupakan pintu masuk bagi aliran barang dan jasa pusat perekonomian di pulau kecil lainnya yang ada di gugus Pulau Sapeken. Pemusatan aktivitas perekonomian di Pulau Sapeken berimplikasi terhadap terjadinya pemusatan penduduk dan peningkatan jumlah limbah. Konsekuensinya, Pulau Sapeken memiliki daya dukung yang lebih rendah bagi pengembangan ekowisata dibandingkan pulau kecil lainnya Tabel 69. Lebih lanjut, daya dukung yang rendah mengindikasikan beban lingkungan di Pulau Sapeken tinggi. Terkait dengan pengembangan ekowisata, penilaian ELR diperlukan untuk menjamin penambahan input F dan sumberdaya tidak terbaharukan yang digunakan atau dimanfaatkan tidak mempengaruhi terhadap kemampuan ekosistem pulau kecil untuk menyediakan jasa ekosistem ecosystem service. c. Environmental Investment Ratio EIR EIR merupakan indikator tingkat pembangunan ekonomi. Digunakan untuk menilai input F yang dibutuhkan terhadap jumlah sumberdaya terbaharukan dan sumberdaya tidak terbaharukan bagi pengembangan ekowisata. Brown and Ulgiati 2001 menjelaskan jika nilai EIR1 mengindikasikan dibutuhkan tambahan input dari luar kawasan sistem import. Hasil penilaian menunjukkan, pulau – pulau kecil di gugus Pulau Sapeken tidak membutuhkan tambahan input dari luar kawasan EIR1 atau potensi sumberdaya terbaharukan R dan sumberdaya tidak terbaharukan N dapat memenuhi kebutuhan untuk pengembangan ekowisata. Berdasarkan penjelasan tersebut, Pulau Sapeken membutuhkan tambahan input dari luar sistem kawasan yang paling besar dibandingkan pulau kecil lainnya. Kondisi ini dapat dijelaskan dari hasil penilaian kemampuan dari tiap pulau kecil yang ada di gugus Pulau Sapeken untuk menampung dan memenuhi kebutuhan wisatawan dalam melakukan aktifitas wisataTabel 67 dan Tabel 68. Pulau sapeken memiliki kemampuan paling rendah dalam menyediakan kebutuhan dalam pengembangan ekowisata dibandingkan pulau kecil lainnya. Ketersediaan ruang dan sumberdaya yang rendah merupakan penyebabnya. Lebih lanjut, tambahan input dari luar sistem diperlukan untuk meningkatkan kemampuan Pulau Sapeken dalam menyediakan kebutuhan pengembangan ekowisata. d. Environmental Sustainability Indeks ESI ESI mengukur kontribusi kawasan terhadap kegiatan pemanfaatan tiap unit beban lingkungan. Brown and Ulgiati 2001 menjelaskan bahwa ESI dapat dibagi menjadi 2 kategori, yaitu : a rendah ESI 1 diindikasikan sebagai consumer-oriented economy;b tinggi ESI 1 diindikasikan sebagai kegiatan ekonomi yang didominasi oleh proses dan produksi yang memberikan kontribusi terhadap masyarakat. Berdasarkan pemahaman tersebut keberlanjutan pengembangan ekowisata di gugus Pulau Sapeken masuk dalam kategori rendah ESI 1, mengindikasikan bahwa kegiatan pemanfaatan ekowisata di gugus Pulau Sapeken bersifat consumer-oriented economy, dengan hanya mengandalkan kontribusi renewable source dan indegenous renewable source. Sebuah sistem lingkungan menggunakan source untuk mendukung proses alami, sosial dan ekonomi dan sink untuk menghasilkan produk yang dihasilkan melalui sejumlah proses. Jika proses sepenuhnya tergantung pada terbarukan sumber daya tanpa input dari luar sistem maka proses tidak akan berkelanjutan Dang and Liu 2012. Terkait dengan pengembangan ekowisata di gugus Pulau Sapeken jika hanya mengandalkan kontribusi renewable source dan indigenous renewable source tanpa ada tambahan input, input lokal yang ada tidak akan dapat menghasilkan produk yang dibutuhkan bagi pengembangan ekowisata sekaligus berpotensi menyebabkan degradasi lingkungan. Degradasi lingkungan akan mempengaruhi terhadap kemampuan lingkungan untuk menyediakan ecosystem service. Lebih lanjut keberlanjutan pengembangan ekowisata dipengaruhi oleh kebijakan pemanfaatan sumberdaya dan pemahaman terhadap aliran sumberdaya Lei et al. 2008. Pemanfaatan sumberdaya secara bijak akan mempertahankan fungsi ekosistem dalam menyediakan ecosystem service sebagai komoditas utama ekowisata. 6.3.3 Skenario pengembangan wisata di gugus Pulau Sapeken Pengembangan kegiatan wisata pada pulau kecil dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekaligus perlindungan terhadap segenap proses ekologi yang ada. Namun, terdapat kekhawatiran bahwasanya setiap pemanfaatan memiliki konsekuensi spasial,secara temporal berdampak negatif terhadap kesejahteraan manusia dan integritas ekosistem Brown dan Ulgiati, 2004. Pemahaman terhadap kawasan pulau kecil sebagai sebuah sistem akan membantu pengambilan keputusan dalam pengendalian pemanfaatan dan kualitas lingkungan. Berangkat dari pemahaman tersebut dalam skenario pengembangan wisata di gugus Pulau Sapeken, akuisi terhadap aliran sumberdaya atau materi ke dalam sistem diperlukan untuk mendesain skema pembangunan berkelanjutan. Pulau kecil memiliki sejumlah keterbatasan. Seperti pulau kecil lainnya, pulau-pulau kecil yang ada di gugus Pulau Sapeken memiliki keterbatasan berupa ukuran yang kecil smallness, rentan terhadap perubahan dan