Learning Organization Pengaruh kepemimpinan spiritual terhadap Learning Organization dan kinerja karyawan pada PT. Kanisius.

38 learning organization is system of action, actors, symbols, and processes that enables an organization to transform information into valued knowledge, which in turn increase its long run adaptive capacity. Gagasan Schwandt tersebut sejalan dengan yang dikemukakan oleh Dale dan Daniel 2003. Mereka mengungkapkan bahwa learning organization adalah kemampuan suatu organisasi untuk terus-menerus melakukan proses belajar self learning sehingga organisasi tersebut memiliki kecepatan berpikir dan bertindak dalam merespon beragam perubahan yang muncul. Dalam tulisannya yang berjudul Key Leverage Points for Improving Competitive Performance, Nadler et al 1992 meyakini bahwa terdapat empat critical success factors bagi organisasi untuk mampu berkompetisi secara efektif. Keempat hal tersebut adalah strategi, kualitas, desain organisasi, dan learning organization. Berkaitan dengan keempat faktor penting penentu kesuksesan tersebut, kemudian Nadler et al 1992 menyatakan: even those companies with great strategies, total quality management, and innovative organizational architectures do not always get it right the first time. They make mistakes. The best competitors have the unique capacity to reflect on and understand those mistakes quickly and turn insight into action; they are learning-efficient organization. They learn from customers, competitors, and suppliers. They learn from success and they learn from failure. Dari pemikiran-pemikiran tersebut dapat dipahami bahwa learning organization adalah faktor signifikan bagi kesuksesan organisasi. Learning organization akan membawa organisasi pada keunggulan kompetitif. Habitus 39 belajar terus-menerus yang dibangun anggota-anggota organisasi akan berdampak kuat pada perkembangan organisasi secara keseluruhan. Definisi learning organization pertama kali muncul dari Argyris 1974 yang mana learning hanya difokuskan sebagai proses deteksi detecting dan koreksi correcting terhadap kesalahan. Selanjutnya, Argyris dan Schon 1978 memperluas definisi learning organization dengan menambahkan learning individual dan organizational knowledge. Argyris dan Schon 1978 menyatakan: Learning organization occurs when members of the organization acts as learning agents for the organization, responding to changes in the internal and external environments of the organization by detecting and correcting errors intheory-in-use and embedding the result of their inquiry in private images and shared maps of the organization. Konsep Argyris dan Schon 1978 tentang learning organization menitikberatkan pada belajar secara kolektif dan berkelanjutan. Senge 1990 mengembangkan konsep di atas dan melihat learning organization sebagai organisasi yang bergerak secara holistik yang mana seluruh anggota, tanpa terkecuali, menciptakan solusi-solusi baru. Senge 1999 dalam bukunya The Fifth Discipline: The Art and Practice of the Learning Organization mengemukakan lima hal inti dalam pembentukan learning organization, yaitu: 1 keahlian pribadi, 2 model mental, 3 visi bersama, 4 kelompok belajar, dan 5 berpikir sistemik. 40 Menurut Nevis et al 1995, learning organization adalah kapasitas atau proses dalam suatu organisasi untuk mempertahankan atau meningkatkan kinerja berdasarkan pengalaman. Adapun menurut Wood 1998, learning organization adalah proses yang mana karyawan memperoleh kompetensi dan kepercayaan sehingga tindakan dan perilaku mereka berpengaruh terhadap organisasi. Dalam definisi ini, selain menekankan proses, Wood 1998 juga memberi tekanan pada karyawan sebagai subjek yang dikenai penerapan learning organization. Penulis yang mendefinisikan learning organization sebagai proses adalah Duncan dan Weiss 1979. Menurut Duncan dan Weiss 1979, learning organization adalah proses dalam organisasi yang mana pengetahuan tentang hubungan tindakan-hasil dan pengaruh lingkungan pada hubungan tersebut dikembangkan. Definisi learning organization dengan menekankan pentingnya peran berbagai pihak internal dimunculkan oleh Dixon 2001. Menurut Dixon, learning organization adalah tindakan yang dirancang sebagai proses belajar pada tingkat, baik pribadi, kelompok, maupun sistem untuk terus mengubah organisasi ke arah yang semakin baik. Penulis yang menekankan learning organization berbasis pengetahuan di antaranya adalah Antal 2002 yang menekankan pentingnya pengetahuan. Menurut Antal 2002, learning organization adalah sebuah proses kreatif dan interaktif. Hal ini kadang-kadang dicapai dengan memperoleh dan menerapkan pengetahuan, tetapi kadang-kadang diperoleh dengan menghasilkan pengetahuan 41 baru. Kedua kondisi tersebut menuntut kreativitas karena transfer pengetahuan dari satu konteks ke konteks yang lain unik, tidak pernah indentik. Dari ragam pemikiran tersebut, dapat ditarik benang merah terkait learning organization, yang dipahami sebagai proses menginternalisasi dan mengaplikasi pengetahuan, baik yang diperoleh dari dalam maupun dari luar organisasi, yang dioptimalkan secara terpadu pada tingkat pribadi, kelompok, dan organisasi untuk mengembangkan organisasi secara keseluruhan. Dalam learning organization, masing-masing pribadi mengembangkan kapasitas mereka secara terus-menerus untuk menciptakan hasil yang diinginkan, pola pikir yang luas dan baru dipelihara, aspirasi kolektif diakomodasi, seluruh anggota organisasi belajar tanpa henti untuk melihat segala hal secara bersama- sama. Learning organization dapat dipandang sebagai organisasi yang dapat membangun dan mengembangkan kapasitas pribadi, pola pikir, cita-cita bersama, dan belajar berkelanjutan untuk mengubah organisasi sehingga mampu mencapai hasil yang memiliki daya saing tinggi. Dalam learning organization, potensi masing-masing anggota sungguh diperhatikan. Mereka berkesempatan untuk berkembang sehingga tujuan bersama dapat dicapai dengan pola kepemimpinan yang adaptif dan efektif. Kapasitas masing-masing pribadi yang mampu mengonstruksi sistem belajar berkelanjutan dalam rangka mengubah dan mengadaptasi organisasi sesuai dengan kondisi lingkungan yang sedang berubah sungguh diperhatikan. 42 Menurut Kish-Gephart et al 2010 pelatihan menjadi aspek kunci dari learning organization. Pelatihan menjadi alat yang sering digunakan dalam proses belajar. Pelatihan menjadi faktor signifikan dalam peningkatan kinerja terkait tiga hal yang dikembangkan, yakni: keterampilan, pengetahuan, dan sikap. Pengembangan ketiganya menjadi hal penting bagi kesuksesan organisasi, dan menjadi tindakan antisipatif pada ancaman yang muncul. Pelatihan menduduki tempat sentral dalam pemberdayaan karyawan. Dalam konteks yang lebih luas, ini terkait strategi organisasi untuk menghadapi ancaman yang muncul. Melalui pelatihan, karyawan memiliki kesempatan untuk menambah pengetahuan dan wawasan baru yang dapat mengubah sikap dan disposisi mereka. Terkait tahapan dalam learning organization, Slater dan Narver 2000 menjelaskan tiga tahapan yang perlu dilewati, yakni: akuisisi informasi, penyebaran informasi, dan berbagi interpretasi. Pada tahap akuisisi informasi, organisasi dituntut untuk menggali dan mengumpulkan ragam informasi, baik yang berasal dari pengalaman langsung, pengalaman dari organisasi lain, maupun dari sejarah perusahaan di masa lalu. Pada tahap penyebaran informasi, organisasi perlu menyampaikan ragam informasi yang didapatkan kepada seluruh anggota organisasi. Pada tahap berbagi interpretasi, organisasi dituntut untuk menciptakan strategi secara holitistik yang berdampak pada seluruh elemen dalam organisasi untuk mewujudkan tujuan bersama. Semakin baik strategi yang dihasilkan, dampak terhadap perkembangan perusahan secara keseluruhan akan semakin positif. 43 Membangun habitus learning dalam organisasi tentu bukan perkara mudah. Ada ragam faktor yang perlu diperhatikan, misalnya faktor adat kebiasaan, struktur, lingkungan organisasi. Menurut Parmono 2001 dikutip dalam Haryanti, 2006 ada delapan karakteristik yang harus dimiliki oleh organisasi dalam membangun habitus learning, yaitu: - Organisasi menciptakan kesempatan bagi seluruh anggota untuk belajar dan mengembangkan diri, baik formal maupun nonformal. - Organisasi membangun habitus yang memungkinkan seluruh anggota organisasi bereksperimen, memberi masukan, dan berkontribusi dengan gagasan-gagasan baru. - Organisasi memberikan insentif bagi para manajer yang selalu menggunakan prinsip keterbukaan dan partisipatif dalam setiap proses pengambilan keputusan. - Organisasi menerapkan prinsip evaluatif terhadap kemungkinan timbulnya kesalahan sebagai bagian dari proses belajar. - Organisasi memberikan hak bagi seluruh anggota tanpa terkecuali untuk mengembangkan diri. - Organisasi membangun transparansi sistem manajemen data dan akuntansi yang bisa diketahui anggota organisasi sesuai kebutuhan dan tingkat kebijakan. - Organisasi menciptakan keterbukaan komunikasi hubungan pemasok-pelanggan dalam setiap tahapan proses manajemen. 44 - Organisasi membangun pemahaman bahwa keputusan pemimpin bukanlah solusi tunggal dan tuntas, melainan dipandang sebagai eksperimen yang masuk akal rational experiment.

D. Kinerja Karyawan

Istilah job performance atau actual performance diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia sebagai kinerja. Istilah ini menunjuk pada prestasi kerja yang dicapai karyawan terkait perbandingan antara hasil kerja dengan standar yang ditetapkan. Kinerja ditunjukkan dengan hasil kerja yang diberikan oleh karyawan, baik secara kualitas maupun kuantitas sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kinerja adalah sesuatu yang dicapai atau prestasi yang diperlihatkan. Menurut Trisnantoro dan Agastya 1996 dikutip dalam Anwar 2004, kinerja merujuk pada proses yang dilakukan dan hasil yang dicapai oleh suatu organisasi atau seorang karyawan dalam memberikan produk, baik berupa barang maupun jasa kepada pelanggan. Merangkum aktivitas proses sampai produk yang dihasilkan, kinerja juga dapat dipahami sebagai rekaman hasil kerja yang diperoleh karyawan tertentu melalui kegiatan dalam kurun waktu tertentu. Masih terkait dengan pengertian kinerja, Gibson 2003 menyatakan bahwa kinerja menjadi jaminan bagi seseorang karyawan atau kelompok terkait dengan tujuan bersama yang hendak dicapai sehingga masing-masing karyawan berfokus pada kerja yang efisien dan efektif. Menurut Gibson 2003, 45 penempatan kinerja sebagai jaminan, baik untuk pribadi maupun kolektif dikarenakan setiap karyawan mempunyai hasil kerja yang berbeda. Pemahaman tentang kinerja juga diungkapkan oleh McCloy et al 1994. Menurut McCloy et al 1994, kinerja adalah tindakan atau kegiatan yang terintegrasi dengan organisasi. Baik-buruknya, maju-mundurnya, bertahan- matinya organisasi sangat ditentukan oleh kinerja karyawannya. Dalam hal ini, kinerja tidak menunjuk pada hasil atau konsekuensi, melainkan per se merujuk pada tindakan atau kegiatan itu sendiri yang terintegrasi dalam organisasi. Menurut Rivai dan Basri 2005, kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seorang karyawan selama periode tertentu dalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama. Mathis dan Jackson 2006 menyatakan bahwa kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh karyawan. Menurut Amstrong 1999 dikutip dalam Mathis dan Jackson 2006, kinerja merupakan hasil kerja dari aktivitas yang dilakukan. Dalam hal ini, Amstrong 1999 mengaitkan antara kinerja dan pelaku kerja, yakni manusia yang bekerja. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa kinerja merupakan aktivitas manusia yang diarahkan pada pelaksanaan tugas organisasi yang dibebankan kepadanya. Baik-buruknya kinerja terkait erat dengan karakteristik pelaku kerja, manusianya.

Dokumen yang terkait

Pengaruh Learning Organization dan Kompetensi Terhadap Kinerja Karyawan Pada PT Bank Negara Indonesia (Persero), Tbk. Cabang USU Medan

16 111 106

Analisis Pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap Learning Organization pada PT Pupuk Kujang Cikampek

1 20 128

PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN DAN KOMPENSASI TERHADAP KINERJA KARYAWAN Pengaruh Gaya Kepemimpinan Dan Kompensasi Terhadap Kinerja Karyawan(Studi Pada Karyawan PT. Iskandar Indah Printing Textile Surakarta).

0 3 13

PENGARUH MOTIVASI SPIRITUAL DAN GAYA KEPEMIMPINAN SPIRITUAL TERHADAP KINERJA RELIGIUS Pengaruh Motivasi Spiritual Dan Gaya Kepemimpinan Spiritual Terhadap Kinerja Religius (Studi Kasus Pada Bmt.Mitra Mandiri Wonogiri).

0 4 18

PENGARUH MOTIVASI SPIRITUAL DAN GAYA KEPEMIMPINAN SPIRITUAL TERHADAP KINERJA RELIGIUS Pengaruh Motivasi Spiritual Dan Gaya Kepemimpinan Spiritual Terhadap Kinerja Religius (Studi Kasus Pada Bmt.Mitra Mandiri Wonogiri).

0 5 17

PENGARUH KEPEMIMPINAN DAN MOTIVASI TERHADAP KINERJA KARYAWAN PADA PT. TASPEN (PERSERO) SURAKARTA PENGARUH KEPEMIMPINAN DAN MOTIVASI TERHADAP KINERJA KARYAWAN PADA PT. TASPEN (PERSERO) SURAKARTA.

0 0 14

pengaruh Motivasi dan Kecerdasan Spiritual Terhadap Kinerja Karyawan PT IPHA Laboratoies.

0 1 32

ANALISIS KEPEMIMPINAN SPIRITUAL DAN KOMUNIKASI ORGANISASIONAL TERHADAP KINERJA KARYAWAN

0 0 11

PENGARUH KEPEMIMPINAN DAN MOTIVASI TERHADAP KINERJA KARYAWAN PADA PT. TIKI PALEMBANG -

0 3 93

Pengaruh kepemimpinan spiritual terhadap Learning Organization dan kinerja karyawan pada PT. Kanisius - USD Repository

0 1 148