Latar Belakang Masalah Pengaruh kepemimpinan spiritual terhadap Learning Organization dan kinerja karyawan pada PT. Kanisius.
2
orang yang hidup di Asia Tenggara. ILO juga memprediksi bahwa permintaan tenaga kerja profesional akan naik 41 atau sekitar 14 juta. Sementara
permintaan tenaga kerja kelas menengah akan naik 22 atau 38 juta, sedangkan tenaga kerja level rendah meningkat 24 atau 12 juta. Selain itu, riset ILO juga
memberikan prediksi bahwa banyak perusahaan akan memiliki pegawai yang kurang terampil atau akan salah menempatkan karyawannya karena karyawan
tersebut kurang mendapatkan pelatihan dan pendidikan profesi sehingga kinerja mereka menjadi rendah.
Dengan pembentukan Komunitas ASEAN, ada banyak peluang terbuka lebar bagi kesepuluh negara anggota Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunei
Darussalam, Thailand, Filiphina, Vietnam, Laos, Myanmar, Kamboja. Masing- masing negara berkesempatan untuk melakukan ekstensifikasi cakupan skala
ekonomi, mereduksi garis kemiskinan dan kesenjangan sosial ekonomi, meningkatkan daya tarik sebagai tujuan bagi investor dan wisatawan,
mengurangi biaya transaksi perdagangan, serta memperbaiki fasilitas perdagangan dan bisnis. Dampak positif lain yang akan dirasakan dengan
terbentuknya Komunitas ASEAN adalah kemudahan dan peningkatan akses pasar antarnegara anggota, peningkatan transparansi, percepatan sosialisasi dan
adaptasi regulasi serta standarisasi domestik. Menghadapi destinasi pembentukan Komunitas ASEAN, perusahaan-
perusahaan yang selama ini bergerak, baik pada tingkat lokal, tingkat regional maupun tingkat internasional harus melakukan persiapan sebaik-baiknya dalam
3
banyak sektor, dan salah satu yang terpenting adalah sektor tenaga kerja karyawan. Salah satu faktor sukses bagi perusahaan-perusahaan dalam
Komunitas ASEAN adalah karyawan yang berkinerja tinggi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kinerja adalah sesuatu yang dicapai atau prestasi yang
diperlihatkan. Trisnantoro dan Agastya 1996 dikutip dalam Anwar, 2004 menyatakan bahwa kinerja menunjuk pada proses yang dilakukan dan hasil yang
dicapai oleh organisasi dalam memberikan produk, baik barang maupun jasa kepada pelanggan. Motowidlo et al 1997 dikutip dalam Jimoh, 2008
menyatakan bahwa kinerja karyawan meliputi tindakan, perilaku, dan hasil yang dapat diukur yang dilakukan karyawan yang berhubungan dengan tujuan
organisasi dan berkontribusi pada tujuan organisasi. Dalam hal ini, kinerja bukan hasil konsekuensi, melainkan perbuatan atau aksi itu sendiri. Kane 1986
dikutip dalam Anwar, 2004 menjelaskan kinerja sebagai rekaman hasil kerja yang diperoleh karyawan tertentu melalui kegiatan dalam kurun waktu tertentu.
Kinerja karyawan dipengaruhi oleh ragam hal, misalnya struktur, desain pekerjaan, kemampuan dan keterampilan, umur, latar belakang, pengalaman, asal
usul, kepribadian, sikap, persepsi, kemauan berkembang, kepuasan kerja, dan kepemimpinan. Terkait kepemimpinan, Fry 2003 menggagas gaya
kepemimpinan spiritual sebagai gaya kepemimpinan yang menyempurnakan gaya kepemimpinan sebelumnya. Gaya kepemimpinan ini berpengaruh pada
habitus organisasi yang bermuara pada kinerja tinggi karyawan.
4
Gaya kepemimpinan ini mengarahkan pada pembangunan refleksi yang berdampak pada kesadaran diri sebagai manusia seutuhnya, baik sebagai pribadi
maupun sebagai bagian dari kelompok. Secara organisatoris, gaya kepemimpinan spiritual mengembangkan pemberdayaan individu dan tim yang pada akhirnya
membangun produktivitas karyawan. Fry 2003 mengungkapkan tiga karakteristik kepemimpinan spiritual, yakni keyakinan harapan pencapaian
tujuan faith hope, pemahaman visi vision, cinta altruistik altruistic love. Dengan demikian, kepemimpinan, secara spesifik kepemimpinan spiritual
memengaruhi organisasi dalam membangun kinerja tinggi para karyawannya yang mana Komunitas ASEAN menjadi wilayahnya.
Kesiapan masuk dalam Komunitas ASEAN juga harus dilakukan oleh P.T. Kanisius, sebuah organisasi yang bergerak dalam bidang penerbitan dan
percetakan. Organisasi ini didirikan pada 26 Januari 1922 di Yogyakarta. Organisasi ini pada awal berdirinya diberi nama Canisius Drukkerij dan
dikukuhkan sebagai sebuah karya misi. Organisasi ini membantu menyediakan buku-buku pelajaran bagi sekolah kaum pribumi serta buku-buku doa bagi
Gereja Katolik di Indonesia. Pada 1928, Canisius Drukkerij mencetak beberapa majalah pergerakan, seperti Tamtama Dalem dan Swaratama yang memberi
kontribusi penting dalam perjuangan kaum muda di Indonesia untuk meraih kemerdekaan. Di awal kemerdekaan, Pemerintah Indonesia memercayai
Kanisius untuk mencetak ORI, Oeang Repoeblik Indonesia. Itulah pertama kalinya ORI dicetak dan diedarkan sebagai alat perjuangan mempertahankan
kemerdekaan setelah proklamasi 17 Agustus 1945.
5
Setelah penyerahan kedaulatan Republik Indonesia, Indonesia memasuki era baru: Proses Indonesianisasi. Pada era ini, Kanisius memberikan
kontribusi dalam proses Indonesianisasi dengan menerbitkan buku-buku pelajaran berbahasa Indonesia. Pada pertengahan 1990-an, Kanisius memperluas
bidang layanan hingga ke jenis produk majalah dan multimedia dengan tetap berkomitmen untuk menghadirkan produk-produk yang diharapkan mampu
memberikan pencerahan dan memberdayakan manusia, membangkitkan sensititivitas manusia terhadap kondisi di sekitarnya. Memasuki usia 92 tahun,
Kanisius yang selama ini berdiri sebagai lembaga nonprofit milik Yayasan Kanisius, mengubah badan hukumnya untuk kemudian berdiri sebagai Perseroan
Terbatas P.T.. Sejak awal didirikan sebagai Canisius Drukkerij sampai pada bentuk
sebagai Perseroan Terbatas P.T., Kanisius menjadikan spiritualitas sebagai patron. Baik sejak kepemimpinan dipegang oleh para misionaris FIC, Yesuit,
maupun awam, spiritualitas tidak dilepaskan dari diri Kanisius sebagai lembaga karya yang didirikan dalam rangka mendukung Gereja dan pendidikan. Hal ini
seperti diungkapkan oleh Ibu Mg. Sulistyorini, wakil direktur P.T. Kanisius. Menurut Ibu Mg. Sulistyorini sejak bekerja di Kanisius, beliau merasakan
spiritualitas begitu kuat mewarnai. Hal itu tidak bisa dilepaskan dari jati diri Kanisius. Dalam setiap gerak langkah dan strategi yang dietapkan, harus
didasarkan pada spiritualitas Ignasian. Hal itu juga dimasukkan secara eksplisit dalam nilai-nilai yang menjadi dasar mewujudkan visi-misi perusahaan.
6
Spiritualitas yang dihidupi di Kanisius memungkinkan karyawan merasa nyaman dalam bekerja. Hal ini seperti diungkapkan oleh Bapak Iman,
staf artistik redaksi. Bapak Iman mengungkapkan bahwa kurang dua tahun lagi pensiun. Selama bekerja di Kanisius, Bapak Iman merasa nyaman, merasa
dikembangkan, merasa dihargai. Gaji yang diterima memang tidak besar, tapi sudah lebih dari cukup. Bagi Bapak Iman, yang penting adalah nyaman dalam
bekerja. Menurut Bapak Iman, gaji besar tapi tidak nyaman tidak ada artinya. Spiritualitas yang dihidupi di Kanisius memungkinkan karyawan
merasa diterima dan didukung. Hal ini seperti dikatakan Melania Ayu, staf Sekretariat Perusahaan. Melania Ayu senang bekerja di Kanisius karena ia
merasa diterima dan didukung oleh teman-teman. Berbeda dengan tempat kerjanya yang dulu yang tidak ada suasana kekeluargaan.
Menurut Fry 2003, kepemimpinan spiritual adalah salah satu gaya kepemimpinan
yang menyempurnakan
gagasan-gagasan kepemimpinan
sebelumnya. Selama ini, gaya kepemimpinan cenderung berorientasi pada standarisasi, formalisasi, dan sentralisasi yang nota bene relatif tidak cukup jika
harus mengantisipasi perubahan. Selain itu, juga tidak mendukung manusia yang bekerja untuk mendapatkan makna hidupnya karena cenderung berjalan
mengikuti rutinitas. Dampak akhirnya, manusia yang bekerja tersebut mencari atau melakukan pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi dan status,
bukan karena mencintai pekerjaan itu sendiri dan menemukan makna hidup di dalam dan melalui pekerjaannya. Dalam konteks ini, arus kuat filsafat
7
materialisme yang digagas Karl Marx terkait homo faber mendapatkan tempatnya.
Palmer 2007 dikutip dalam Dudung, 2011 menegaskan bahwa teori kepemimpinan spiritual telah menjadi bagian dalam kajian ilmu manajemen.
Teori kepemimpinan spiritual ini meramu konsep kepemimpinan dan konsep spiritualitas. Peramuan ini tidak pernah bermaksud mengingkari atau bahkan
menolak gaya-gaya kepemimpinan yang selama ini sudah lazim dipraksiskan, misalnya
gaya kepemimpinan
transformasional atau
kepemimpinan transaksional.
Fry 2003 menekankan bahwa gaya kepemimpinan spiritual hendak menyempurnakan gaya kepemimpinan lain dengan memasukkan komponen
spiritual. Fry 2003 berpendapat bahwa kepemimpinan spiritual merupakan kepemimpinan yang mengajak orang untuk membangun motivasi dengan
memahami hidupnya yang berdimensi spiritual. Menurut Fry 2003, gaya kepemimpinan yang ada selama ini cenderung memberi perhatian hanya pada
aspek fisik, mental, dan interaksi antarmanusia dalam organisasi. Thompson 2000 menegaskan bahwa perhatian yang berlebih pada aspek fisik, mental, dan
interaksi antarmanusia akan berimbas pada diabaikannya aspek-aspek spiritual dalam kepemimpinan.
Fry 2003, Lok dan Crawford 2004 dikutip dalam Yusof et al, 2011 mengungkapkan bahwa penelitian terkait dampak atau pengaruh gaya
kepemimpinan terhadap
kinerja karyawan
dan bagaimana
perilaku
8
kepemimpinan memengaruhi karyawan untuk meningkatkan hasil organisasi sudah banyak dilakukan. Namun, Chen et all 2011 dikutip dalam Yusof et al,
2011 mengungkapkan bahwa sedikit sekali penelitian tentang dampak atau pengaruh kepemimpinan spiritual terhadap kinerja karyawan.
Gaya kepemimpinan spiritual yang dipraksiskan menurut hasil penelitian Aydin dan Ceylan 2009 mempunyai hubungan positif dengan
learning organization. Learning organization memegang peranan penting, vital, dan strategis dalam meningkatkan kinerja karyawan dan organisasi secara
keseluruhan. Dari pemikiran-pemikiran tersebut dapat dipahami bahwa learning organization adalah faktor signifikan bagi kesuksesan organisasi. Learning
organization akan membawa organisasi pada keunggulan kompetitif. Habitus belajar terus-menerus yang dibangun anggota-anggota organisasi akan
berdampak kuat pada perkembangan organisasi secara keseluruhan. Dalam learning organization, masing-masing pribadi mengembangkan kapasitas
mereka secara terus-menerus untuk menciptakan hasil yang diinginkan, yang mana pola pikir yang luas dan baru dipelihara, yang mana aspirasi kolektif
diakomodasi, yang mana seluruh anggota organisasi belajar tanpa henti untuk melihat segala hal secara bersama-sama. Learning organization dapat dipandang
sebagai organisasi yang dapat membangun dan mengembangkan kapasitas pribadi, pola pikir, cita-cita bersama, dan belajar berkelanjutan untuk mengubah
organisasi sehingga mampu mencapai hasil yang memiliki daya saing tinggi.
9
Dalam learning organization, potensi masing-masing anggota sungguh diperhatikan. Mereka berkesempatan untuk berkembang sehingga tujuan
bersama dapat dicapai dengan pola kepemimpinan yang adaptif dan efektif. Kapasitas masing-masing pribadi yang mampu mengonstruksi sistem belajar
berkelanjutan dalam rangka mengubah dan mengadaptasi organisasi sesuai dengan kondisi lingkungan yang sedang berubah sungguh diperhatikan. Di
Kanisius sendiri, hal ini cukup kuat dirasakan oleh karyawan-karyawannya. Dalam perjalanan sejarah, para pemimpin Kanisius selalu memberikan
kesempatan bagi karyawan untuk mengembangkan diri, baik dalam sektor informal maupun formal.
Berdasarkan kondisi-kondisi tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan mengambil judul “Pengaruh kepemimpinan spiritual terhadap
learning organization dan kinerja karyawan pada P.T. Kanisius”.