Identifikasi Perilaku Agresif Subjek III : DW

108 Jika disajikan dalam bentuk tabel, maka bentuk perilaku subjek adalah sebagai berikut: Tabel 12. Bentuk Perilaku Agresif Subjek DW Behavior Bentuk verbal: 1. Suka berbohong Bentuk non verbal: 1. Membolos kuliah 2. Menarik jilbab santri lain 3. Sering berganti akun facebook 4. Memeluk orang lain berkali-kali dalam waktu yang lama 5. Sulit diatur 6. Tidak patuh 7. Sering mengirim pesan singkat kepada santri dan beberapa orang yang dikenalnya pesan singkat yang dikirim subjek tidak berisi bahasa yang negatif tetapi frekuensi sering membuat korban merasa terganggu Berdasarkan tabel di atas, maka dapat diketahui bahwa subjek DW lebih banyak melakukan perilaku agresif bentuk non verbal daripada bentuk verbal meskipun dalam teori psikologi dijelaskan bahwa perempuan lebih emosional secara verbal daripada laki-laki. Salah satu penyebabnya adalah karakteristik subjek DW yang pendiam. Frekuensi perilaku agresif subjek DW adalah pernah. Walaupun dua perilaku seperti mengirim pesan singkat kepada santri dan beberapa orang yang dikenalnya serta berganti akun facebook berfrekuensi sering, tetapi bentuk perilaku agresif yang lain berfrekuensi pernah. Intensitas perilaku agresif subjek DW adalah agak ringan, sedangkan durasinya lama karena lebih dari satu menit.

c. Dampak Perilaku Agresif

Consequence Dampak yang ditimbulkan dari perilaku agresif subjek DW adalah sebagai berikut: 109 Tabel 14. Dampak Perilaku Agresif Subjek DW Consequence Dampak kepada diri sendiri: 1. Kepuasan pribadi 2. Rugi karena ketinggalan pelajaran di sekolah 3. Menjadi bahan pembicaraan orang lain Dampak kepada lingkungan: 1. Orang lain menjadi tersakiti Perilaku agresif subjek DW sebagian besar menimbulkan dampak bagi diri subjek sendiri. Kerugian bagi diri sendiri yang dialami subjek DW seperti menjadi bahan pembicaraan orang lain dan tertinggal materi pelajaran di sekolah kurang disadari sehingga perilaku agresif terjadi. Mengenai cita-cita, DW menjelaskan bahwa ia ingin menjadi bidan yang nantinnya bisa membantu proses kelahiran setiap ibu. Dan yang paling penting adalah membanggakan bagi ibu dan kakaknya AR. Sedangkan motto yang DW emban dalam menjalani hidup adalah man jadda wa jadda . Berdasarkan hasil observasi peneliti, motto yang subjek emban merupakan motto dari santri lain yang berinisial EL dan subjek menirukan santri yang bersangkutan.

C. Pembahasan

Sebelum seorang anak dinyatakan diterima menjadi santri di Pondok Pesantren Al-Ihsan, pengurus mengumpulkan data terlebih dahulu tentang anak yang bersangkutan dan latar belakang keluarganya. Seorang calon santri dengan latar belakang keluarga yang memang menginginkan anaknya memperdalam ilmu agama diterima menjadi santri di Pondok Pesantren Al-Ihsan. 110 Setelah diterima di pondok pesantren, santri dirawat, dididik, dan dibiayai kebutuhannya oleh pengajar ustadz yang sekaligus bertindak sebagai pengurus. Pengajaran tersebut dilakukan selama santri menempuh pendidikan tanpa memutuskan hubungan antara santri dengan keluarga. Santri diijinkan pulang ke rumah dan berkumpul dengan keluarganya meskipun dijatah per beberapa santri setiap kali kepulangan. Hal tersebut seperti yang disampaikan oleh Sunaryo 1995: 98 bahwa penempatan anak di suatu instansi hendaknya bersifat sementara dan tidak memutuskan hubungan anak dengan keluarganya. Pengurus pondok pesantren mengikuti perkembangan santri antara lain mengenai prestasi di sekolah ataupun perguruan tinggi. Jika santri menjadi juara kelas atau memiliki IP yang tinggi maka pengurus pondok pesantren memberikan hadiah sebagai penghargaan atas usaha yang sudah dilakukan oleh santri tersebut. Pengurus pondok pesantren tidak mengikuti perkembangan keluarga dari masing-masing santri. Hal tersebut dapat dimaklumi mengingat perbandingan pengurus dengan santri yang tidak seimbang, yakni 1:9. Tugas selanjutnya yang tidak dilakukan oleh pengurus pondok pesantren yaitu menyangkut discharge dan aftercare. Santri secara mandiri mempersiapkan diri jika suatu ketika keluar dari pondok pesantren karena lulus sekolah atau kuliah. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pengurus pondok pesantren hanya menjalankan sebagian dari keseluruhan tugasnya. Masalah yang sering muncul pada santri adalah masalah perilaku agresif. Perilaku agresif merupakan segala bentuk perilaku yang dimaksudkan untuk menyakiti atau melukai makhluk hidup lain yang terdorong untuk menghindari 111 perlakuan itu Krahe, 2005: 16-17. Penelitian ini meneliti perilaku agresif remaja dari segi bentuk, dampak, dan faktor penyebab. Subjek dalam penelitian ini adalah tiga orang santri di Pondok Pesantren Al-Ihsan yang berusia remaja. Pembagian masa remaja menurut Remplein dalam Mönks dan Knoers 1998: 264 adalah usia pra pubertas untuk perempuan adalah 10½-13 tahun dan untuk laki-laki 12-14 tahun, usia pubertas untuk perempuan adalah 13-15½ tahun dan untuk laki-laki 14-16 tahun, usia krisis remaja untuk perempuan adalah 15½-16½ tahun dan untuk laki-laki 16-17 tahun, serta usia adolesensi untuk perempuan adalah 16½-20 tahun dan untuk laki-laki 17-21 tahun. Sesuai dengan klasifikasi masa remaja menurut Remplein tersebut, maka subjek RN dan DW berada pada usia adolesensi karena RN berusia 21 tahun dan DW berusia 18 tahun, sedangkan subjek WD berada pada usia pra pubertas karena berusia 15 tahun. Pada lembar observasi dan wawancara, peneliti menggunakan analisis fungsi yang digunakan pada teori Analisis Pengubahan Tingkah Laku APTL. APTL terdiri dari antecedent, behavior , dan consequence Wade dan Tavris, 2007: 158. Untuk mempermudah analisis hasil penelitian, maka peneliti membagi pembahasan ke dalam tiga sub subbab, yakni 1 faktor penyebab perilaku agresif 2 identifikasi bentuk perilaku agresif, dan 3 dampak perilaku agresif.