Analisis Kebijakan Rancang bangun kebijakan pengelolaan taman nasional secara berkelanjutan di era otonomi daerah

31 strategi-strategi pembangunan dan berfungsi untuk memberikan rumusan mengenai berbagai pilihan tindakan dan prioritas agar dapat mencapai tujuan pembangunan dengan efektif Suharto 2008. Kebijakan merupakan salah satu unsur penting dalam organisasi atau lembaga yang digunakan untuk pengendalian atau pengaturan kepentingan umum. Dalam hal kebijakan dilakukan oleh pemerintah untuk kepentingan umum maka kebijakan dapat diartikan sebagai suatu perangkat prinsip-prinsip yang mendasasi pengambilan keputusan kebijakan publik. Kebijakan dapat dinyatakan dalam berbagai bentuk: 1. instrumen legal hukum, seperti peraturan perundangan, 2. instrumen ekonomi, seperti kebijakan fiskal, subsidi dan harga, 3. petunjuk, arahan ataupun ketetapan, 4. pernyataan politik, dan 5. kebijakan dapat dituangkan dalam garis-garis besar arah pembangunan, strategi, maupun program. Keberhasilan kebijakan sangat ditentukan oleh proses pembuatannya dan implementasinya Djogo et al. 2003. Kebijakan publik adalah apapun yang akan dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah, mengapa pemerintah mengambil tindakan tersebut dan apa akibat dari tindakan tersebut terkait dengan suatu isu atau persoalan publik Dye 1992. Pengertian ini mengandung makna bahwa kebijakan publik dibuat oleh badan pemerintah, baik pusat maupun daerah dan kebijakan publik menyangkut pilihan Sedangkan menurut Parsons 2005 kebijakan publik berhubungan dengan bidang publik dan problem-problemnya, yang berbeda dengan bidang privat. Kebijakan publik membahas tentang bagaimana isu-isu dan problem- problem tersebut disusun dan didefinisikan, dan bagaimana keseluruhannya tersebut diletakkan dalam agenda kebijakan dan agenda politik. Ide kebijakan publik mengandung anggapan bahwa terdapat domain atau ranah dalam kehidupan yang bukan bersifat privat atau murni milik individual, tetapi milik bersama atau milik umum. Kebijakan merupakan peraturan yang telah dirumuskan dan disepakati untuk dilaksanakan guna mempengaruhi suatu keadaan atau mempengaruhi pertumbuhan, baik besaran maupun arahnya yang melingkupi kehidupan masyarakat umum. Dengan demikian, kebijakan merupakan campur tangan yang dilakukan pemerintah untuk mempengaruhi 32 suatu pertumbuhan secara sektoral dari suatu aktifitas yang dilakukan masyarakat. Peraturan tersebut ditetapkan terutama dari pihak yang secara yuridis mewakili kepentingan masyarakat umum, dalam hal ini dapat hanya pemerintah atau pemerintah bersama perwakilan rakyat. Kebijakan publik menurut Agustino 2008 dapat dikelompokkan ke dalam beberapa tipologi, yaitu: 1 Kebijakan substansial dan prosedural. Kebijakan substansial merupakan jenis kebijakan yang isinya mengarah kepada upaya penyelesaian suatu masalah yang dihadapi oleh publik, misalnya pendidikan, kesehatan, lingkungan, ataupun bantuan untuk usaha kecil. Sedangkan kebijakan prosedural mengatur pihak-pihak yang harus melaksanakan kebijakan yang ditetapkan. Kebijakan ini mempunyai efek dasar yang penting walaupun tidak langsung tertuju kepada kepentingan publik karena hanya mengatur bagaimana sesuatu dikerjakan dan siapa yang melaksanakannya. 2 Kebijakan distributif, redistributif, dan regulatori. Kebijakan distributif merupakan pengaturan yang ditujukan untuk menyebarkan pelayanan atau keuntungan kepada sektor-sektor tertentu, baik untuk individu, kelompok atau komunitas, misalnya subsidi pupuk, bantuan langsung tunai, dan beras untuk rakyat miskin. Kebijakan redistributif adalah pengaturan untuk memindahkan alokasi dana dari kekayaan, pendapatan, pemilihan atau hak-hak diantara kelompok penduduk, sebagai misal penggolongan pajak pendapatan. Sedangkan kebijakan regulatori adalah pembatasan penggunaan atau larangan perbuatan bagi individu dan kelompok individu. Analisis kebijakan didefinisikan oleh Dunn 2003 sebagai suatu bentuk analisis yang menghasilkan dan menyajikan informasi yang relevan untuk dapat memberikan landasan bagi para pengambil kebijakan dalam membuat suatu keputusan yang terkait dengan masalah-masalah publik. Dalam analisis kebijakan, kata analisis digunakan dalam pengertian yang luas, termasuk penggunaan intuisi dan pengungkapan pendapat serta mencakup tidak hanya pengujian kebijakan dengan memilah-milahkannya ke dalam sejumlah komponen melainkan juga perancangan dan sintesis alternatif-alternatif baru. Analisis 33 kebijakan juga didefinisikan sebagai aktifitas yang produknya adalah saran yang dapat digunakan oleh pengambil keputusan untuk pembuatan kebijakan publik Weimer Vining 1989. Dalam melakukan analisis kebijakan diperlukan identifikasi masalah kebijakan dan kebutuhan masyarakat penerima, mengevaluasi respon pemerintah terhadap masalah, pengembangan alternatif kebijakan, rekomendasi, implementasi dan evaluasi kebijakan Hogwood Gunn 1984; Soebarsono 2008. Dunn 1994 menyebutkan analisis kebijakan dapat dilakukan dengan menggunakan 3 pendekatan, yaitu pendekatan prospektif, retrospektif dan integratif. Pendekatan prospektif adalah bentuk analisis yang dilakukan untuk mendapatkan informasi konsekuensi komponen kebijakan sebelum suatu kebijakan diterapkan. Pendekatan ini sering disebut sebagai pendekatan prediktif karena melibatkan teknik-teknik peramalan untuk memprediksi kemungkinan yang akan timbul dari suatu kebijakan yang diusulkan. Pendekatan retrospektif adalah analisis kebijakan yang dilakukan terhadap akibat-akibat kebijakan setelah suatu kebijakan diimplementasikan. Pendekatan ini juga disebut pendekatan evaluatif karena banyak menggunakan pendekatan evaluasi dari dampak kebijakan yang sedang atau telah diterapkan. Sedangkan pendekatan integratif merupakan perpaduan antara pendekatan prospektif dan retrospektif. Pendekatan ini dikenal sebagai pendekatan komprehensif atau holistik karena analisis dilakukan terhadap kemungkinan dan konsekuensi kebijakan yang mungkin timbul. Analisis kebijakan, menurut Dunn 1994 merupakan salah satu di antara sejumlah komponen dalam sistem kebijakan. Sistem kebijakan atau keseluruhan pola kelembagaan, dimana suatu kebijakan dibuat, menyangkut hubungan timbal balik diantara tiga unsur, yaitu kebijakan publik, pemangku kepentingan kebijakan, dan lingkungan kebijakan Gambar 2. Kebijakan publik merupakan rangkaian pilihan yang kurang lebih saling berkaitan, termasuk keputusan-keputusan untuk tidak bertindak, yang dibuat oleh pejabat dan badan pemerintah diformulasikan ke dalam bidang-bidang isu. Pada setiap bidang isu tersebut terdapat beragam isu kebijakan, yaitu serangkaian arah tindakan pemerintah yang aktual ataupun potensial mengandung konflik diantara 34 segmen-segmen yang ada dalam masyarakat. Isu kebijakan yang ada biasanya merupakan hasil definisi konflik mengenai masalah kebijakan. Sebagai contoh, sebagian segmen masyarakat memandang kriminalitas penebangan liar sebagai isu kebijakan, dimana kriminal sebagai masalah yang menyangkut tidak tegaknya hukum, aturan dan pengamanan dapat didefinisikan sebagai masalah sosial, ekonomi, pendidikan ataupun motivasi individu. Gambar 2 Tiga elemen sistem kebijakan Dunn 1994 Pendefinisian masalah kebijakan sangat ditentukan oleh pola keterlibatan pemangku kepentingan tertentu, yaitu individu atau kelompok dalam masyarakat yang mempunyai kepentingan, baik karena akan mempengaruhi atau dipengaruhi oleh keputusan pemerintah. Setiap pemangku kepentingan dapat merespon secara berbeda terhadap informasi lingkungan kebijakan yang sama. Sedangkan lingkungan kebijakan dimana isu kebijakan terjadi dalam konteks yang spesifik, mempengaruhi dan juga dipengaruhi oleh pemangku kepentingan dan kebijakan publik. Dengan demikian, sistem kebijakan mengandung proses dialektika antara dimensi objektif dan subjektif yang tidak terpisahkan dalam pengambilan kebijakan. Teori sistem menjelaskan bahwa pengambilan kebijakan publik tidak dapat 35 dilepaskan dari pengaruh lingkungan. Kebijakan publik dapat dilahirkan karena pengaruh lingkungan yang ditransformasikan secara subjektif oleh pemangku kepentingan dan secara objektif akan terwujudkan dalam tindakan yang menghasilkan konsekuensi bagi pemangku kepentingan dan lingkungan kebijakan Subarsono 2008. Analisis kebijakan sering kurang berhasil karena memecahkan masalah yang salah dibandingkan dengan kegagalan menemukan solusi yang salah untuk memecahkan masalah yang benar. Sebuah masalah disebut sebagai masalah privat jika penyelesaiannya dapat dilakukan tanpa harus melibatkan pemerintah. Pemerintah akan mendapat pembenaran untuk intervensi jika masalah yang akan dipecahkan merupakan masalah publik dan intervensi yang dilakukan dilandasi nilai yang tepat. Sehingga untuk merumuskan intervensi yang tepat diperlukan beberapa tahapan siklus kebijakan, seperti dapat dilihat pada Gambar 3, yaitu masalah kebijakan policy problem, masa depan alternatif kebijakan policy future , pilihan tindakan kebijakan policy action, hasil kebijakan policy outcomes , dan kinerja kebijakan policy performance. Perumusan masalah merupakan aspek analisis kebijakan yang penting untuk mendapatkan perhatian karena merupakan landasan bagi proses analisis selanjutnya. Masalah kebijakan dapat dipahami sebagai belum terpenuhinya tata nilai value, kebutuhan maupun kesempatan yang pemenuhannya hanya dimungkinkan melalui kebijakan pemerintah. Masa depan kebijakan merupakan konsekuensi dari tindakan yang diharapkan berkontribusi terhadap pemenuhan nilai. Untuk mendapatkan informasi ini memerlukan kreativitas karena tidak dapat diperoleh dari situasi yang ada. Tindakan kebijakan merupakan serangkaian tindakan yang dirancang untuk mendapatkan hasil kebijakan yang sesuai dengan tata nilai melalui alternatif kebijakan Dunn 1994. Merumuskan suatu masalah publik yang benar dan tepat merupakan hal yang tidak mudah karena sifat masalah publik sangat kompleks. Pengambil kebijakan dihadapkan pada dua tipe persoalan dalam formulasi kebijakan, yaitu penetapan prioritas dan pemilihan instrumen yang tepat dalam intervensi Mingat Tan 2003. Kesulitan dalam perumusan masalah kebijakan menurut Dye 36 1992 dapat diatasi dengan menggunakan model yang telah banyak digunakan selama ini untuk pengambilan keputusan. Setidaknya terdapat sembilan model yang dapat digunakan dalam perumusan kebijakan, yaitu model sistem, elit, institusional, kelompok, proses, inkremental, pilihan publik dan model teori permainan. Menurut Hayden 2006 prinsip-prinsip general system dengan metodologi dan modelnya sangat bermanfaat untuk menjelaskan dan mengevaluasi kebijakan, program pemerintah, biaya sosial dan barang publik maupun perumusan kebijakan. Gambar 3 Siklus kebijakan Dunn 1994 Sedangkan Dunn 1994 berpendapat bahwa pemodelan kebijakan bukan hanya bermanfaat tetapi dirasakan perlu digunakan dalam perumusan kebijakan. Model kebijakan merupakan penyederhanaan representasi dari aspek-aspek situasi permasalahan yang dikonstruksi untuk tujuan perumusan kebijakan. Model ini dapat diwujudkan dalam bentuk konsep, gambar, grafik, 37 atau persamaan matematika yang dapat digunakan untuk mendeskripsikan, menjelaskan, dan memprediksikan elemen-elemen situasi masalah kebijakan. Di samping itu, model kebijakan juga dapat digunakan untuk memperbaiki situasi masalah melalui rekomendasi langkah-langkah tindakan yang dapat menyelesaikan masalah. Berdasarkan tujuannya, model kebijakan dapat dibedakan antara model deskriptif dan model normatif. Tujuan model deskriptif adalah untuk menjelaskan dan atau memprediksi sebab dan akibat dari pilihan kebijakan. Sedangkan model normatif selain dapat digunakan untuk menjelaskan dan memprediksi, tetapi juga untuk mengembangkan aturan dan rekomendasi yang mengoptimalkan pencapaian tujuan kebijakan. Di samping itu, dikenal juga model prosedural, yaitu penyederhanaan yang merepresentasikan hubungan dinamis antar peubah yang diyakini merupakan karakteristik dari masalah kebijakan. Prediksi dan optimasi solusi dalam model ini diperoleh melalui simulasi dan pencarian dengan menggunakan himpunan peluang relasi yang tidak mungkin dideskripsikan secara memadai karena tidak adanya data. Salah satu bentuk sederhana simulasi dari model prosedural adalah pohon keputusan decision tree Dunn 1994. Sebagian besar situasi pengambilan kebijakan di dunia nyata, menurut Walker 2000 pengambil kebijakan selalu dihadapkan pada beragam kemungkinan alternatif, ketidak pastian, beragam pemangku kepentingan dan konsekuensi kebijakan sehingga tidak ada cara untuk mengidentifikasi solusi yang optimal. Dalam kondisi demikian, penggunaan model akan sangat membantu menyediakan informasi yang relevan bagi pengambil kebijakan dan pemangku kepentingan mengambil keputusan yang sama-sama dikehendaki sehingga implementasi kebijakan dapat efektif. Kondisi lingkungan hidup sangat berkaitan dengan fungsi ekologi dan ekonomi lingkungan hidup. Sikap dan kelakuan masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup sangat dipengaruhi oleh pertimbangan ekonomi, pengetahuan atau penghargaan terhadap fungsi ekologi lingkungan hidup yang memberikan layanan pada manusia. Kekurangan penghargaan dan motivasi ekonomi perorangan maupun negara yang berlebihan tanpa diikuti oleh upaya perlindungan 38 yang memadai terhadap lingkungan hidup akan menyebabkan terjadinya eksploitasi berlebih over exploitation sumber daya alam. Untuk mengatasi masalah ini, sikap dan perilaku masyarakat harus direkayasa agar menjadi ramah lingkungan tanpa mengurangi upaya pembangunan ekonomi. Pengubahan ini tidak mudah karena sifat manusia yang dominan adalah egoisme sehingga diperlukan kebijakan sistem pengelolaan lingkungan hidup yang didasarkan pada sifat manusia tersebut. Kebijakan yang dapat digunakan dalam pengelolaan lingkungan hidup meliputi instrumen pengaturan dan pengawasan, instrumen ekonomi, dan instrumen suasif Soemarwoto 2004. Sedangkan Sterner 2003 menyatakan bahwa pada dasarnya ada empat instrumen kebijakan, yaitu instrumen organisasi, legal, insentif ekonomi dan informasi. Walaupun demikian, tidak ada satupun taksonomi instrumen kebijakan yang paling baik karena masing-masing memiliki kegunaan yang tergantung dari konteksnya. Instrumen pengaturan dan pengawasan Command and Control – CAC bertujuan untuk mengurangi pilihan pelaku dalam usaha pemanfaatan lingkungan hidup, misalnya melalui penetapan zonasi, preskripsi teknologi tertentu dan pelarangan kegiatan yang merusak lingkungan. Pada intinya, instrumen CAC dimaksudkan untuk menekan egoisme manusia dan mendorong perilaku ramah lingkungan melalui ancaman sanksi tindakan hukum. Pemerintah menetapkan peraturan dan pengawasan kepatuhan pelaksanaannya. Ketidak patuhan dikenakan sanksi denda danatau kurungan. Di Indonesia instrumen CAC sangat dominan dalam pengelolaan lingkungan. Kekuasaan perencanaan, pelaksanaan, pengelolaan, pengawasan dan penindakan mengalir dari pusat ke daerah dan dari atas ke bawah top down. Dengan demikian, ciri utama instrumen CAC tersebut adalah penindakan, topdown dan instruktif, serta kaku dan birokratis. Instrumen CAC mengandung kelemahan, yang pertama bersumber dari ciri utama instrumen CAC dan yang kedua pada implementasinya, sehingga diperlukan pendekatan alternatif untuk menutupi kelemahan instrumen CAC Soemarwoto 2005. Instrumen ekonomi bertujuan untuk mengubah nilai keuntungan relatif terhadap kerugian bagi pelaku dengan memberikan insentif dan disinsentif ekonomi. Insentif dan disinsentif ini mencakup instrumen pasar market-based 39 instruments yang dapat menghasilkan untung rugi berupa uang sehingga bersifat tangible . Pertimbangan tangible diharapkan akan memberikan dorongan yang kuat untuk berperilaku mendukung lingkungan dan menjadi hambatan untuk merusak lingkungan. Beberapa contoh instrumen ekonomi adalah pengurangan pajak untuk produksi bersih dan penggunaan peralatan yang hemat energi, pemungutan retribusi limbah dan pemberian denda untuk pelanggaran peraturan lingkungan. Instrumen ekonomi sebenarnya tidak merubah sistem nilai pelaku terhadap lingkungan karena perilaku ramah lingkungan hanya didasari oleh motivasi keuntungan ekonomi. Oleh karena itu, jika insentif berhenti maka tidak ada jaminan perilaku ramah lingkungan akan berlanjut, kecuali perubahan perilaku tersebut telah terinternalisasikan. Peluang internalisasi akan semakin besar jika instrumen ekonomi ini dikembangkan oleh masyarakat sendiri dan pemerintah berperan sebagai fasilitator Soemarwoto 2004. Instrumen kebijakan suasif merupakan instrumen yang mendorong perilaku masyarakat secara persuasif, bukan dengan paksaan. Instrumen ini bertujuan untuk mengubah persepsi hubungan manusia dengan lingkungan hidup yang lebih menguntungkan. Dalam kondisi ini, proses pengambilan keputusan pelaku didorong untuk mengubah prioritas pilihan yang lebih menguntungkan lingkungan hidup dan masyarakat secara luas. Instrumen ini dapat berupa pendidikan, latihan, penyebaran informasi melalui media massa maupun ceramah. Dalam jangka panjang, nilai-nilai yang diajarkan dapat mengubah perilaku secara permanen dan budaya yang lebih ramah lingkungan Soemarwoto 2004. Pengelolaan sumber daya alam hayati dan ekosistem secara ekonomi memiliki nilai strategis yang penting dalam mendukung pembangunan sebagian besar negara-negara berkembang Steiner 2003. Kebijakan publik berperan dalam menyediakan barang publik yang disediakan oleh fungsi ekosistem. Namun, hal yang mungkin perlu dipahami adalah pilihan-pilihan apa yang telah dilakukan pemerintah terkait pembangunan kawasan konservasi, bagaimana implementasi dan administrasinya serta dampak dari pilihan tersebut Papageorgiou dan Vogiatzakis 2006. Kesuksesan pengelolaan sumber daya alam hayati dan ekosistem dalam kawasan konservasi tidak hanya fungsi dari 40 jumlah, tipe dan luasan kawasan yang telah ditetapkan, tetapi yang terpenting adalah penetapan kebijakan yang dapat mencapai tujuan yang diinginkan bersama dan dijalankan dalam praktek oleh lembaga-lembaga yang berkepentingan. Suatu kebijakan akan berpeluang untuk sukses dalam implementasinya jika bersifat antisipatif dan partisipatif dibandingkan dengan yang bersifat reaktif dan kurang akomodatif terhadap kebutuhan masyarakat.

2.6 Pendekatan Sistem dan

Soft System Methodology Teori sistem dipelopori oleh Bertalanffy yang memperkenalkan suatu kerangka konsep dan teori yang dapat diterapkan pada berbagai bidang ilmu. Kerangka tersebut dikenal sebagai General System Theory yang didasari oleh pemikiran perlunya generalis dan pendekatan lintas disiplin dalam memahami dunia nyata secara efisien. Sistem merupakan suatu agregasi atau kumpulan objek-objek yang saling menerangkan dalam interaksi dan saling tergantung. Konsep sistem merupakan awal dari studi sistem yang selanjutnya akan didesain dan dievaluasi Dubrowsky 2004; Eriyatno Sofyar 2007; Drack 2009. Sistem didefinisikan sebagai sekumpulan komponen-komponen atau unsur-unsur yang saling berinteraksi dalam batas lingkungan tertentu yang bekerja untuk mencapai suatu tujuan atau beberapa tujuan. Pengertian komponen atau unsur adalah benda, baik kongkrit atau abstrak yang menyusun suatu sistem. Tujuan sistem merupakan unjuk kerja sistem yang teramati atau diinginkan. Unjuk kerja dari sistem ditentukan oleh fungsi unsur dan keseluruhan interaksi antar unsur dalam batas lingkungan sistem. Gangguan salah satu unsur akan mempengaruhi unsur lain sehingga mempengaruhi unjuk kerja sistem secara keseluruhan. Interaksi antar komponen atau unsur merupakan ikatan atau hubungan antar unsur yang memberi bentuk atau struktur kepada suatu sistem sehingga dapat dibedakan dari sistem lainnya dan interaksi ini mempengaruhi perilaku sistem secara keseluruhan. Dengan demikian, sistem memiliki dua sifat utama yang berkaitan dengan aspek struktur dan aspek perilaku. Struktur sistem 41 berkaitan dengan susunan dan rangkaian diantara elemen-elemen penyusunnya dan perilaku sistem yang berkaitan dengan input dan output sistem Eriyatno, 2003; Muhammadi et al. 2001. Lebih lanjut Marimin 2005 menyebutkan bahwa sebuah sistem pada umumnya mempunyai beberapa sifat mendasar, antara lain: 1 berorientasi kepada tujuan dan dalam proses pencapaian tujuan akan terjadi perubahan yang terus menerus sehingga bersifat dinamis, 2 satu kesatuan usaha dimana hasil kerja sistem secara keseluruhan melebihi dari jumlah hasil kerja dari masing-masing bagian sistem secara sendiri- sendiri atau bersifat sinergis, 3 terbuka terhadap lingkungan, yang berarti bahwa lingkungan merupakan sumber kesempatan ataupun hambatan unjuk kerja sistem, 4 adanya transformasi, yang merupakan proses perubahan input menjadi output yang dilakukan oleh sistem, 5 interaksi antara bagian maupun subsistem, dan 6 adanya mekanisme pengendalian, yang menyangkut sistem umpan balik yang merupakan suatu bagian yang memberikan informasi kepada sistem mengenai efek dari perilaku sistem terhadap pencapaian tujuan atau pemecahan masalah yang dihadapi. Pendekatan sistem merupakan suatu pendekatan cara penyelesaian persoalan yang sangat berbeda dari pendekatan konvensional. Pendekatan konvensional menekankan pada aspek analisis elemen-elemen secara parsial atau tereduksi. Sedangkan pendekatan sistem menekankan pada aspek analisis interaksi elemen dan perilaku sistem secara keseluruhan atau holistik. Pendekatan sistem dimulai dengan dilakukannya identifikasi kebutuhan-kebutuhan pemangku kepentingan sehingga dapat menghasilkan suatu operasi dari suatu sistem yang dianggap efektif. Pendekatan sistem memiliki dua hal utama, yaitu pencarian semua faktor penting yang terdapat dalam sistem untuk mendapatkan solusi penyelesaian masalah yang baik serta pembuatan suatu model konseptual dan kuantitatif untuk membantu pengambilan keputusan secara rasional Eriyatno 2003.