Kebijakan Sektoral dan Daerah

84 Tabel 6 Proporsi beberapa aspek kunci dalam perundangan dan peraturan yang terkait dengan taman nasional No Aspek Kunci Undang-Undang Undang-Undang PP No.681998 Permenhut No. 41 tahun 1999 No. 5 tahun 1990 No.3 tahun 2007 1 Pengelolaan 13.8 3.4 16.2 17.9 2 Ekosistem 0.6 26.4 15.2 11.9 3 Konservasi 7.2 14.2 3.4 10.4 4 Pengamanan 0.0 0.0 2.9 10.4 5 Perlindungan 8.4 7.4 4.4 10.4 6 Pengawetan 0.0 9.5 11.3 6.0 7 Pemanfaatan 28.1 13.5 10.3 10.4 8 Penelitian 10.2 4.7 13.2 0.0 9 Pendidikan 9.0 4.7 5.4 0.0 10 Penyuluhan 7.2 0.7 0.0 9.0 11 Informasi 3.0 0.0 0.0 0.0 12 Peran serta 3.6 1.4 0.0 0.0 13 Pemberdayaan masyarakat 1.2 0.0 0.0 9.0 14 Pariwisata alam 0.0 9.5 9.8 4.5 15 Rehabilitasi 7.8 0.7 1.0 0.0 16 Budidaya 0.0 4.1 6.9 0.0 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber daya Alam Hayati dan Ekosistemnya menunjukkan bahwa aspek ekosistem, konservasi, pemanfaatan, pengawetan, perlindungan dan pariwisata alam mendapatkan proporsi yang besar. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan pemanfaatan, misalnya dalam bentuk pariwisata alam dapat dilakukan bersamaan dengan perlindungan dan pengawetan ekosistem. Kebijakan pengaturan penyelenggaraan, pengusahaan dan pemanfaatan taman nasional untuk pariwisata alam diatur lebih lanjut melalui Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 2010. Aspek partisipasi masyarakat telah mendapatkan penekanan walaupun proporsinya masih kecil. Di samping itu, kebijakan pemerintah dalam ketentuan Undang-Undang ini secara tekstual tidak mengenal adanya aspek pengamanan dalam upaya konservasi sumber daya alam hayati. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 68 tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam, aspek partisipasi, pemberdayaan masyarakat dan penyuluhan sama sekali tidak dijumpai. Aspek partisipasi 85 masyarakat dalam konservasi sumber daya alam hayati yang diharapkan dapat menumbuhkan dukungan masyarakat dalam upaya konservasi tidak termuat sama sekali dalam peraturan ini karena akan diatur lebih lanjut secara tersendiri dengan Peraturan Pemerintah. Peraturan ini juga memuat aspek pengamanan dalam upaya pengawetan dalam pengelolaan taman nasional yang sebelumnya tidak dijumpai dalam ketentuan Undang-Undang diatasnya. Kebijakan perlindungan dan pengamanan menjadi pendekatan dalam pengelolaan taman nasional. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.03 tahun 2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Taman Nasional mengatur kedudukan, tugas, fungsi, klasifikasi, susunan organisasi, dan tata kerja taman nasional. Salah satu tugas dan fungsinya adalah perlindungan dan pengamanan kawasan taman nasional. Aspek perlindungan dan pengamanan cukup mendapat penekanan dalam peraturan ini. Sedangkan aspek partisipasi masyarakat, penelitian, pendidikan dan informasi sama sekali tidak termuat secara tekstual. Untuk mengelola TNKS dengan kawasan yang luasnya hampir 1.4 juta hektar dengan dukungan 190 personil dirasakan oleh TNKS 2005a masih sangat belum memadai. Pengelola TNKS hanya didukung lebih kurang 108 tenaga fungsional polisi hutan sehingga cakupan pengamanan ±12 000 hektar per orang. Jika pengelolaan TNKS lebih menekankan pendekatan perlindungan dan pengamanan oleh personil TNKS sendiri maka kemungkinan pemenuhan personil akan sulit dicapai karena luasnya kawasan. Sehingga pendekatan pengamanan semata akan menyebabkan ketidakefektifan pengelolaan untuk mengurangi kegiatan ilegal yang terjadi. Untuk itu diperlukan pendekatan alternatif, yaitu meningkatkan kerja sama dengan masyarakat lokal dan Pemeritah Daerah untuk melindungi taman nasional dan sekaligus memberikan manfaat bagi masyarakat lokal Locke Dearden 2005. Oleh karena itu, partisipasi masyarakat dan para pihak menjadi determinan keberhasilan pengelolaan taman nasional. 86 Sedangkan keterkaitan kebijakan sektor lain, yaitu kebijakan otonomi daerah, dalam pengelolaan taman nasional mengacu pada ketentuan Undang- Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah berikut turunannya. Dengan mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah, telah ditetapkan bahwa pelaksanaan zonasi, penyusunan dan pengesahan rencana pengelolaan serta pelaksanaannya menjadi kewenangan Pemerintah. Pemerintah Daerah memberikan pertimbangan teknis pengesahan rencana pengelolaan tetapi tidak memiliki kewenangan dalam penataan batas, zonasi dan pelaksanaan pengelolaan. Meskipun demikian, dalam pelaksanaan penataan zonasi unsur Pemerintah Daerah, Lembaga Swadaya Masyarakat dan kelompok masyarakat dilibatkan dalam tim kerja sesuai dengan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.56 tahun 2006 tentang Pedoman Zonasi Taman Nasional. Sedangkan untuk pengusahaan pariwisata alam di dalam taman nasional, pemberian perizinan berada pada kewenangan Pemerintah dengan pertimbangan teknis dari Pemerintah Daerah. Penunjukan kawasan pelestarian alam dilaksanakan oleh Pemerintah berdasarkan usulan penunjukan dari Pemerintah Kabupaten dengan pertimbangan teknis Pemerintah Propinsi. Meskipun secara pembagian urusan Pemerintah Kabupaten dan Provinsi tidak memiliki kewenangan pengelolaan taman nasional, Pemda dapat berperan dan berkeinginan untuk mendukung perlindungan taman nasional. Pemerintah Kabupaten Kerinci mewujudkan dukungan terhadap perlindungan TNKS melalui pembentukan Tim Satgas Penertiban Wibawa Sakti melalui Keputusan Bupati. Tim bertugas diantaranya untuk penertiban dan pengawasan terhadap wilayah TNKS dan pengamanan kehutanan untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup serta menertibkan sekaligus menindak bagi yang melanggar peraturan perundangan yang berlaku. Pembentukan ini dimulai pada tahun 2001. Di samping itu, Pemerintah Kabupaten Kerinci telah melakukan kesepakatan bersama dengan Pemerintah Kabupaten Merangin tentang pengamanan dan pelestarian TNKS. Inisiatif pemerintah daerah dalam upaya perlindungan, pengamanan dan pelestarian TNKS juga diwujudkan dalam bentuk kesepakatan bersama antara Pemerintah Provinsi dan Kabupaten yang wilayahnya sebagian 87 berada dalam kawasan TNKS. Kesepakatan ini dilakukan pada tahun 2002. Hal- hal yang disepakati meliputi: 1 kehendak untuk melakukan operasi bersama antar kabupaten secara terpadu dalam rangka pencegahan dan penanganan kegiatan-kegiatan yang mengancam kelestarian TNKS, terutama penebangan liar, perambahan dan kebakaran hutan. 2 kesepakatan untuk melakukan tuntutan hukum dan tindakan administratif terhadap pelaku langsung maupun tidak langsung terhadap perusakan dan gangguan pelestarian TNKS, seperti perambahan, pengambilan hasil hutan, penambangan, pendirian penggergajian liar dan pembakaran.

4.2 Internal Manajemen

Kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat TNKS, menurut Balai TNKS 2005 ditetapkan sebagai taman nasional berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 901 tahun 1999 yang meliputi areal seluas 1 375 389 876 hektar yang terletak di empat wilayah propinsi, yaitu Propinsi Jambi, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, dan Bengkulu. Pada tahun 2004 cakupan kawasan TNKS bertambah ± 14 160 hektar setelah sebagian kawasan hutan produksi tetap pada Kelompok Hutan Sipurak Hook yang terletak di Kabupaten Merangin, Propinsi Jambi dirubah fungsinya dan ditetapkan menjadi bagian kawasan TNKS sehingga luasan TNKS secara keseluruhan menjadi lebih kurang 1 389 509 867 hektar. Luas penyebaran kawasan TNKS berdasarkan wilayah administratif Pemerintah Daerah disajikan pada Tabel 7. Berdasarkan besarnya luasan kawasan TNKS yang berada di wilayah propinsi, secara berturut-turut adalah di Propinsi Jambi 32.4, Propinsi Sumatera Barat 25.1, Propinsi Bengkulu 24.5, dan Propinsi Sumatera Selatan 18. Sedangkan kabupaten yang memiliki luasan kawasan TNKS paling luas adalah Kabupaten Pesisir Selatan dan yang paling sempit adalah Dharmasraya, keduanya berada di Propinsi Sumatera Barat. 88 Tabel 7 Luasan kawasan TNKS berdasarkan wilayah administratif No Wilayah Administratif Luas hektar Persentase Propinsi Total TNKS 1 Propinsi Jambi Kabupaten Kerinci 215 000 47.76 15.47 Kabupaten Bungo 86 364 19.18 6.22 Kabupaten Merangin 148 833 33.06 10.71 Sub Total 450 197 100.00 32.40 2 Prop. Sumatera Barat Solok dan Solok Selatan 81 165 23.31 5.84 Dharmasraya 5 993 1.72 0.43 Kab. Pesisir Selatan 260 968 74.96 18.78 Sub Total 348 125 100.00 25.05 3 Propinsi Bengkulu Kab. Bengkulu Utara dan Kab. Muko-Muko 188 474 55.34 13.56 Kab. Lebong dan Rejang Lebong 152 101 44.66 10.95 Sub Total 340 575 100.00 24.51 4 Prop. Sumatera Selatan Kab. Musi Rawas 243 997 97.36 17.56 Lubuk Linggau 6 616 2.64 0.48 Sub Total 250 613 100.00 18.04 Total 1 389 509 100.00 Sumber: TNKS 2005a Sampai tahun 2006, organisasi TNKS adalah Balai Taman Nasional dengan mandat tugas pokok dan fungsi yang didasarkan pada Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 6186 tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Taman Nasional adalah sebagai berikut: 1 menyusun rencana, program dan evaluasi pengelolaan taman nasional,