Model Kebijakan Pengelolaan Taman Nasional Berkelanjutan
162 nasional bersifat dinamis dan memiliki tingkat ketidak pastian yang tinggi
sehingga diperlukan
pendekatan sistem
dalam pengembangan
kebijakan pengelolaan untuk mengurangi dampak kegagalan kebijakan.
Perumusan kebijakan strategis pengelolaan taman nasional yang
berkelanjutan mengacu pada lima tema pembangunan berkelanjutan COMHAR 2007 seperti disajikan pada Gambar 31. Lima tema ini meliputi pengambilan
keputusan yang baik good decision making, berkeadilan sosial social equity, berkeadilan antar generasi equity between generations, pemenuhan kebutuhan
manusia melalui pemanfaatan sumber daya secara efisien satisfaction of human needs by the efficient use of resources
, dan penghargaan terhadap integritas ekosistem dan keanekaragaman hayati respect for ecological integrity and
biodiversity .
Gambar 31 Pemodelan kebijakan berdasarkan konsep COMHAR 2007
163 Pengembangan kebijakan pengelolaan taman nasional dilandasi oleh good
decision making dan social equity. Untuk mendapatkan pengambilan keputusan
yang tepat dalam perumusan kebijakan maka diperlukan partisipasi stakeholder dalam proses perumusan.
Di samping itu perumusan kebijakan juga mempertimbangkan aspek keadilan sosial sehingga kebijakan pengelolaan bersifat
inklusif yang memberikan manfaat secara adil bagi semua pihak. Kebijakan yang dibangun juga memungkinkan untuk berlangsungnya partisipasi stakeholder dan
pendelegasian pengambilan keputusan. Kebijakan yang dirumuskan dirancang
bangun untuk memenuhi kebutuhan manusia melalui pemanfaatan sumber daya taman nasional secara efisien tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang
untuk memperoleh manfaat yang sama. Aktifitas pemenuhan kebutuhan manusia ini dilakukan tanpa mengorbankan atau dibatasi oleh integritas ekosistem dan
keanekaragaman hayati taman nasional. Pengembangan kebijakan pengelolaan taman nasional berdasarkan konsep
keberlanjutan tersebut merupakan upaya perumusan solusi permasalahan dalam pengelolaan taman nasional.
Aktivitas masyarakat yang menimbulkan
permasalahan, seperti perambahan taman nasional berpotensi mengakibatkan penurunan integritas ekosistem dan kepunahan sumber daya alam hayati.
Berdasarkan konsep
pembangunan keberlanjutan,
permasalahan tersebut
diselesaikan tidak hanya melalui pendekatan pengamanan saja melainkan juga diperlukan penyelesaian yang lebih holistik dan berkeadilan sosial melalui
kebijakan dengan melibatkan Pemerintah Daerah, masyarakat lokal, perguruan tinggi dan dunia usaha untuk mencapai tujuan pengelolaan.
Oleh karena itu, pengembangan kebijakan ini merupakan kebijakan yang baru atau memodifikasi
produk hukum lama berdasarkan hasil analisis dan sintesis terhadap kebijakan strategis dan operasional pengelolaan taman nasional yang berlaku.
Penyusunan kebijakan didasarkan atas asumsi dari hasil analisis SAST, yaitu: 1 Pemerintah Daerah, akademisi dan LSM memiliki komitmen tinggi
untuk mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat, 2 pembangunan ekonomi dilaksanakan secara berkeadilan yang didukung kesepahaman serta
kesadaran masyarakat, Pemerintah dan Pemerintah Daerah terhadap peran penting
164 jasa lingkungan, dan 3 ketersediaan dana dan tenaga pendampingan serta
kesamaan pandang terhadap peran sumber daya alam dalam pembangunan. Sedangkan pengembangan kebijakannya sendiri didasarkan atas hasil ISM elemen
tujuan terlindunginya ekosistem dan keanekaragaman hayati serta bertambahnya pendapatan masyarakat digunakan sebagai tujuan khusus pengelolaan taman
nasional. Elemen lembaga yang terlibat atau stakeholder yang digunakan dalam kebijakan adalah lembaga yang merupakan variabel kunci.
Sedangkan variabel dengan
daya pendorong
besar dari
elemen kendala,
perubahan yang
dimungkinkan dan kegiatan yang diperlukan digunakan sebagai intervensi kebijakan.
Identifikasi faktor-faktor yang menentukan keberlanjutan pengelolaan taman nasional dilakukan melalui sintesis dari hasil pengamatan dan analisis yang telah
dilakukan. Faktor ini dapat diuraikan sebagai berikut: 1
Internal Manajemen Internal manajemen sangat menentukan tingkat keberhasilan pengelolaan
karena mempengaruhi alokasi dan pemanfaatan sumber daya, khususnya dana dan personalia, maupun sumber daya alam. Peningkatan manfaat ekonomi,
baik langsung maupun tidak langsung sangat dibutuhkan oleh masyarakat, dunia usaha maupun Pemerintah Daerah. Oleh karena itu, pengelola
dihadapkan pada tantangan untuk memenuhi kebutuhan para pihak melalui pengelolaan sumber daya taman nasional secara efektif.
2 Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat
Faktor ini menentukan keberlanjutan pengelolaan karena kemungkinan pengaruh tekanan populasi penduduk, kondisi ekonomi, persepsi dan sikap
masyarakat terhadap konservasi dan taman nasional. Faktor ini dapat
menumbuhkan dukungan terhadap upaya konservasi maupun berdampak negatif seperti pencurian sumber daya hayati dan perambahan lahan.
3 Kondisi Fisik Kawasan
Kondisi fisik kawasan sangat menentukan kemampuan taman nasional dalam memberikan manfaat bagi umat manusia. Hal yang termasuk dalam faktor ini
adalah kondisi keanekaragaman sumber daya alam hayati, termasuk
165 keragaman genetik, spesies, jenis, ekosistem serta habitat.
Kondisi fisik kawasan yang direpresentasikan oleh penutupan hutan menunjukkan
kecenderungan yang menurun. 4
Partisipasi Masyarakat Faktor ini sangat menentukan tingkat dukungan masyarakat terhadap upaya
konservasi dan taman nasional. Pengamatan lapang 5
Kebijakan Sektoraldaerah Kebijakan sektoral dan daerah dapat berpengaruh positif maupun negatif
terhadap pengelolaan taman nasional. Alternatif kebijakan yang telah dibangun berdasarkan hasil ISM mengacu
pada faktor-faktor yang menentukan pengelolaan taman nasional agar dapat berkelanjutan. Alternatif kebijakan tersebut pada prinsipnya untuk mewujudkan
dan melingkupi: 1. kegiatan yang memang perlu dilakukan, 2. kegiatan yang dapat dilakukan untuk menghilangkan atau mengurangi kendala utama yang
menghambat pencapaian tujuan sistem pengelolaan taman nasional secara berkelanjutan di era otonomi daerah, dan 3. kegiatan yang dapat mengisi peluang
perubahan yang dimungkinkan agar taman nasional dapat berkelanjutan. Arahan kebijakan-kebijakan tersebut mencakup:
1 Peningkatan pengetahuan tentang manfaat dan kepedulian masyarakat
terhadap taman nasional, 2
Peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat lokal di sekitar taman nasional,
3 Peningkatan akses masyarakat terhadap taman nasional untuk pemanfaatan
terbatas, 4
Peningkatan peran serta masyarakat dalam pengelolaan taman nasional, 5
Peningkatan manfaat
ekonomi taman
nasional untuk
menunjang pembangunan daerah,
6 Peningkatan kegiatan investasi yang ramah lingkungan dan manusia di sektor
pariwisata alam, 7
Peningkatan koordinasi dalam pengelolaan taman nasional.
166 Berdasarkan arahan ini dan tujuan pengelolaan maka alternatif kebijakan yang
dibangun dapat diuraikan sebagai berikut: 1
Penguatan kelembagaan pengelolaan Ruang lingkup kebijakan ini dimaksudkan untuk perbaikan koordinasi
sehingga dapat meningkatkan efektifitas manajemen taman nasional. Koordinasi tidak hanya terfokus pada tingkat perencanaan, implementasi
maupun monitoring kegiatan pengelolaan, melainkan juga untuk sinkronisasi pada tingkatan kebijakan daerah dan sektoral. Peningkatan efektifitas
manajemen diharapkan dapat meningkatkan manfaat ekonomi taman nasional secara langsung untuk menunjang pembangunan daerah.
Penguatan kelembagaan juga akan mengatasi kendala keterbatasan dan alokasi
pemanfaatan dana pengelolaan. 2
Pengentasan kemiskinan sebagai upaya konservasi Kebijakan ini untuk meningkatkan kegiatan investasi yang ramah lingkungan
dan ramah manusia di sektor pariwisata alam. Di samping itu, peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat lokal di sekitar taman nasional
diupayakan melalui peningkatan akses terhadap sumber daya taman nasional maupun sumber daya di luar taman nasional akan didorong oleh kebijakan
ini. Kebijakan pengentasan kemiskinan sebagai sarana konservasi dapat
dijabarkan lebih lanjut ke dalam berbagai program kegiatan, antara lain: a pengembangan potensi tanaman obat-obatan, b pengembangan kegiatan
usaha pariwisata alam, c pemberdayaan masyarakat dalam kegiatan rehabilitasi lahan. Sedangkan kebijakan pengembangan sistem informasi dan
relasi publik dapat diuraikan dalam program kegiatan, yaitu: a inventarisasi ekosistem, b kerjasama ekonomi dengan masyarakat, c penyuluhan dan
pendidikan lingkungan. 3
Pelembagaan partisipasi masyarakat Partisipasi
masyarakat merupakan
elemen pendorong
terwujudnya pengelolaan
yang berkelanjutan
sehingga partisipasi
seyogyanya diperlakukan sebagai upaya sadar yang dilakukan untuk mendukung taman
nasional. Partisipasi diwadahi oleh sebuah lembaga dan mekanisme
167 partisipasi dibangun sehingga memungkinkan masyarakat dan para pihak
dapat merencanakan, mengimplementasikan maupun memonitor tingkat keberhasilan pengelolaan taman nasional.
4 Pengembangan sistem informasi dan relasi publik
Kebijakan ini dimaksudkan untuk meningkatkan pengetahuan tentang manfaat, kepedulian dan peran serta masyarakat terhadap keberlanjutan
pengelolaan taman nasional. Alternatif kebijakan tersebut selanjutnya ditelaah secara keseluruhan
menggunakan metode fuzzy AHP berdasarkan faktor, tujuan dan stakeholder untuk menetapkan prioritas kebijakan tertinggi sebagai kebijakan
yang mengarahkan pengelolaan taman nasional yang berkelanjutan.
Hasil agregasi nilai fuzzy penilaian perbandingan berpasangan dengan menggunakan variabel
linguistik oleh pakar terhadap faktor, tujuan, stakeholder dan alternatif kebijakan dan nilai eigennya ditampilkan pada Lampiran 11 dan 12. Berdasarkan hasil
analisis jenjang keputusan menggunakan metode fuzzy AHP Gambar 32, faktor yang menempati prioritas tertinggi adalah partisipasi masyarakat yang disusul
dengan internal manajemen, kondisi sosial ekonomi masyarakat, kebijakan sektoraldaerah dan kondisi fisik kawasan. Hal ini menunjukkan bahwa faktor
partisipasi masyarakat merupakan faktor paling penting dalam pengembangan kebijakan agar pengelolaan taman nasional dapat berkelanjutan.
Pemerintah Daerah mempunyai peran paling penting dalam mempengaruhi faktor-faktor
pengembangan kebijakan. Sedangkan tujuan yang memiliki prioritas paling tinggi adalah perlindungan ekosistem yang penting dan pelestarian keanekaragaman
hayati. Meskipun demikian, sebenarnya nilai eigen dari masing-masing tujuan tidak banyak berbeda sehingga dapat dikatakan memiliki prioritas yang relatif
sama. Dengan demikian, alternatif strategi kebijakan dalam pengelolaan taman nasional memiliki prioritas secara berturut-turut adalah:
1 Penguatan kelembagaan dan pengentasan kemiskinan sebagai sarana upaya
konservasi, 2
Pelembagaan partisipasi masyarakat, dan 3 Pengembangan sistem informasi dan relasi publik.
168
Gambar 32 Prioritas kebijakan pengelolaan taman nasional
Prioritas kebijakan penguatan kelembagaan dan pengentasan kemiskinan sebagai sarana upaya konservasi kemudian dirancang bangun ke dalam bentuk
Sistem Pengelolaan Taman Nasional Berbasis Ekosistem dan Masyarakat TaNaBEM.
Sistem TaNaBEM merupakan suatu sistem pengelolaan yang
dilandasi oleh prinsip good decision making dan bersifat partisipatif dari berbagai stakeholder yang mampu menampung aspirasi masyarakat, kebijakan Pemerintah
serta Pemerintah Daerah. Sistem ini juga merupakan suatu perencanaan
berdimensi kewilayahan yang mampu mensinkronisasikan dan mengintegrasikan antara rencana tata ruang wilayah dengan kegiatan taman nasional itu sendiri.
Selain itu, Sistem TaNaBEM mengkoordinasikan kegiatan di TNKS yang secara komplementer berkaitan dengan rencana pembangunan jangka menengah daerah
dari kabupaten-kabupaten yang tercakup dalam wilayah kawasan TNKS dan memperhatikan dan memonitor daya dukung lingkungan melalui rencana
169 pengelolaan lingkungan. Sistem pengelolaan ini terdiri atas aspek manajemen,
kelembagaan dan pendanaan yang diwujudkan dalam 3 model seperti yang ditunjukkan pada Gambar 33, yaitu:
1 Model Manajemen Model MTN 2 Model Kelembagaan Model KPTN
3 Model Pendanaan Model PTN
Gambar 33 Sistem Pengelolaan Taman Nasional Berbasis Ekosistem dan Masyarakat TaNaBEM
Model Manajemen Model MTN pada dasarnya mengintegrasikan kebijakan Pemerintah dengan rencana pembangunan jangka menengah daerah,
rencana tata ruang wilayah kabupaten, dan rencana pengelolaan lingkungan serta bersifat komplementer Gambar 34. Model MTN merupakan manajemen
perencanaan yang memiliki tujuan untuk stabilitas kesehatan ekosistem dan tercapainya peningkatan pendapatan masyarakat lokal dan adat dengan tingkat
resiko kerusakan ekosistem yang rendah karena dukungan dan partisipasi para pihak.
Peningkatan pendapatan diperoleh melalui peningkatan akses sumber daya, yang dapat berbentuk pemanfaatan sumber daya taman nasional atau sumber
daya diluar taman nasional maupun akses sumber daya finansial. Akses
pemanfaatan diberikan kepada masyarakat lokal dan adat melalui Badan Usaha
170 Milik Desa BUMDes, industri rumah tangga maupun koperasi.
Pemerintah Kabupaten berperan dalam mendorong pembentukan dan pembinaan BUMDes di
desa-desa sekitar kawasan taman nasional. Pembinaan terhadap BUMDes,
industri rumah tangga dan koperasi meliputi pengembangan kapasitas yang disertai dengan penyuluhan dan peningkatan pengetahuan manfaat ekonomi tidak
langsung dari keberadaan taman nasional. Upaya-upaya ini akan membentuk masyarakat yang lebih berdaya. Jika masyarakat lebih berdaya maka peluang
keberhasilan dalam mengelola sumber daya keuangan semakin besar. Pada tahap ini dukungan pemerintah melalui Lembaga Keuangan Bank dan Non Bank untuk
mendanai kegiatan ekonomi menjadi penting. Di samping itu, program
penyediaan dana bergulir juga akan dapat bermanfaat. Berkembangnya kegiatan ekonomi pedesaan akan menciptakan mata pencaharian alternatif di luar kegiatan
ekonomi yang bergantung pada sumber daya lahan untuk pertanian. Selanjutnya keadaan ini akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.
Berkurangnya ketergantungan ekonomi masyarakat terhadap sumber daya lahan untuk penghidupan karena telah berkembangnya alternatif mata pencaharian
diharapkan akan menyebabkan berkurangnya kegiatan perambahan lahan dan kegiatan lain yang merusak taman nasional taman nasional.
Jika masyarakat memiliki ketergantungan terhadap taman nasional melalui kegiatan produktif yang
sejalan dengan tujuan konservasi maka masyarakat akan menjaga sumber penghidupannya secara partipatif. Hal ini selanjutnya akan mengurangi tingkat
kerusakan dan kegiatan rehabilitasi taman nasional. Partisipasi masyarakat yang secara sukarela turut memelihara taman nasional akan mengurangi persoalan
keterbatasan dana dan personil pengamanan dari Pengelola TNKS saat ini. Kondisi ini mendorong terpeliharanya stabilitas kesehatan ekosistem.
Umpan balik dalam Model MTN terjadi ketika stabilitas kesehatan ekosistem dapat terjaga maka akses pemanfaatan dapat ditingkatkan. Namun,
pengaturan dan monitoring perlu dilakukan oleh Pengelola TNKS agar tingkat pemanfaatan tidak melebihi daya lenting ekosistem taman nasional. Mekanisme
171 kontrol ini sangat penting karena untuk menghindari kehancuran sistem
pengelolaan taman nasional. Di samping itu, pengembangan alternatif mata
pencaharian juga dilakukan dengan mempertimbangkan dampak samping negatif yang mungkin timbul.
Pengembangan mata pencaharian alternatif bagi masyarakat dengan memanfaatkan kawasan taman nasional dapat dilakukan melalui beberapa cara.
Cara pertama adalah meningkatkan pemanfaatan potensi yang terdapat di kawasan taman secara langsung dan yang kedua adalah secara tidak langsung.
Pengembangan potensi taman nasional secara langsung yang utama adalah pemanfaatan selain zona inti kawasan untuk pariwisata alam. Usaha pariwisata
alam meliputi usaha penyediaan jasa pariwisata alam dan penyediaan sarana pariwisata alam. Usaha penyediaan jasa pariwisata alam diantaranya adalah usaha
jasa informasi, pemandu wisata, transportasi, perjalanan wisata dan jasa makanan minuman. Sedangkan usaha penyediaan sarana dapat berupa usaha akomodasi dan
sarana perlengkapan wisata alam. Di samping itu, dapat juga dikembangkan usaha pendukung pariwisata alam diantaranya usaha perdagangan kerajinan, cindera
mata maupun makanan khas daerah. Pengembangan jasa lingkungan taman nasional yang hasilnya kemudian
dapat digunakan untuk pengelolaan taman nasional maupun pengembangan masyarakat adalah pengembangan imbal jasa lingkungan. Imbal jasa lingkungan
yang memiliki potensi untuk dikembangkan adalah jasa pemanfaatan air. Sumber daya air dari taman nasional cukup potensial karena beberapa DAS besar
mempunyai hulu di kawasan taman nasional. Beberapa pihak telah menggunakan jasa pemanfaatan air yang bersumber dari kawasan taman nasional. Sumber daya
air telah digunakan untuk tanaman budidaya, rekreasi danau, suplai bahan baku air minum, dan sumber tenaga pembangkit listrik.
172
Gambar 34 Model Manajemen Model MTN Untuk meningkatkan efektifitas Model MTN diperlukan pengaturan
kelembagaan karena selama ini koordinasi menjadi kendala yang nyata. Berdasarkan stakeholder dan lembaga kunci yang berperan penting dalam
pengelolaan taman nasional yang berkelanjutan di era otonomi daerah maka dibangun Model Kelembagaan – KPTN Gambar 35. Stakeholder yang terlibat
dalam model ini adalah Pemerintah Pusat, Departemen KehutananPengelola Taman Nasional, Pemerintah Daerah, masyarakat lokal dan adat dan pelaku usaha
mikro, kecil dan koperasi, perguruan tinggi dan lembaga swadaya masyarakat. Model KPTN dibangun untuk memungkinkan partisipasi para pihak dalam
173 pengelolaan taman nasional sehingga menciptakan kemitraan yang saling
menguntungkan. Di samping itu, Model KPTN dirancang untuk dapat
menampung aspirasi para pihak yang berkepentingan dan memungkinkan pembuatan konsensus dalam pengelolaan taman nasional.
Selama ini proses perencanaan, implementasi, dan evaluasi pengelolaan taman nasional dilakukan oleh pengelola taman nasional sebagai penjabaran
kebijakan program Kementerian Kehutanan. Keterlibatan masyarakat dan
Pemerintah Daerah dalam proses tersebut hanya berlangsung pada penyusunan perencanaan taman nasional jangka panjang dan menengah melalui konsultasi
publik dan rekomendasi Pemda dalam penyusunan rencana pengelolaan. Sedangkan dalam proses perencanaan jangka pendek masyarakat dan Pemerintah
Daerah tidak terlibat. Di lain pihak, proses perencanaan, implementasi dan
evaluasi pembangunan
daerah mempunyai
mekanisme tersendiri
dan pembangunan sektor kehutanan di daerah tidak termasuk penyelenggaraan
pembangunan taman nasional karena pembangunan taman nasional bukan dalam kewenangan Pemerintah Daerah. Keadaan ini menyebabkan pengelolaan taman
nasional kurang efektif karena koordinasi antara pengelola taman nasional
dengan Pemerintah Daerah merupakan kendala yang dirasakan oleh semua pihak. Partisipasi masyarakat juga masih dalam tahap penyampaian informasi yang
masih terbatas penyebarannya sehingga masyarakat kurang memahami fungsi dan manfaat taman nasional. Hal ini mengakibatkan tingginya ketidak pedulian dan
rendahnya dukungan masyarakat terhadap taman nasional. Model KPTN dibangun untuk meningkatkan koordinasi dan kelemahan
kebijakan yang sekarang dijumpai dalam pengelolaan taman nasional. Model ini memiliki tujuan untuk sinkronisasi dan integrasi kebijakan, perencanaan, dan
program antara pengelola taman nasional dan Pemerintah Daerah dengan partisipasi para pihak. Model KPTN akan memperkuat hubungan kelembagaan
pengelolaan taman nasional melalui pembentukan Kelompok Kerja Perencanaan Pengelolaan Taman Nasional yang sekaligus menjembatani dan mewadahi
partisipasi para pihak sebagai mitra. Kelompok Kerja Pokja ini merupakan antar muka antara pengelola taman nasional dengan Pemerintah Daerah, masyarakat
174 lokal, pelaku usaha, perguruan tinggi dan lembaga swadaya masyarakat yang
dapat menampung aspirasi dan menghasilkan konsensus dalam pengelolaan taman nasional.
Pokja ini memiliki fungsi koordinatif konsultatif dan memberikan masukan dalam perencanaan dan evaluasi yang merekonsiliasi trade-off dan
membangun sinergi melalui konsensus untuk: 1 mengkoordinasikan
upaya-upaya konsevasi
sumber daya
hayati dan
ekosistemnya secara partisipatif dan komplementer, 2 mengkoordinasikan pengembangan kegiatan
ekonomi alternatif
terkait dengan pemanfaatan sumber daya taman nasional,
3 pengembangan usaha mikro kecil dan koperasi yang bergerak dibidang usaha yang terkait dengan taman nasional,
4 penyusunan usulan penetapan prioritas pengelolaan taman nasional sesuai dengan daya dukung taman nasional maupun kondisi sosial dan ekonomi
masyarakat lokal, dan 5 pemberdayaan dan pengembangan kapasitas masyarakat lokal.
Sedangkan aspek pelaksanaan pemanfaatan sumber daya taman nasional untuk kesejahteraan masyarakat, pendapatan Pemerintah dan Pemerintah Daerah
diwadahi dalam bentuk BUMDes. Pembentukan BUMDes berpedoman pada
ketentuan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2005 tentang Desa.
Inisiasi dan pembentukan BUMDes didasarkan atas aspirasi dan prakarsa masyarakat desa
dengan prinsip kooperatif, partisipatif dan emansipatif. Pada intinya adalah
BUMDes dimiliki, dipetik manfaat produktifnya dan dikelola oleh pemrakarsa. Pembentukan BUMDes dimaksudkan untuk mendorong dan menampung
kegiatan peningkatan pendapatan masyarakat, khususnya yang berkaitan dengan pemanfaatan potensi taman nasional, maupun kegiatan perekonomian yang
diserahkan untuk dikelola oleh masyarakat melalui program Pemerintah dan pemerintah daerah yang lainnya.
BUMDes juga merupakan sarana perluasan kesempatan kerja dan peningkatan pendapatan masyarakat sekitar TNKS.
175
Gambar 35 Model Kelembagaan Model KPTN
Konsekuensi dari penerapan Model MTN dan Model KPTN lebih lanjut memerlukan perubahan mekanisme pendanaan. Kebijakan mekanisme pendanaan
untuk implementasi kebijakan pengelolaan taman nasional diwujudkan dalam bentuk Model Pendanaan Taman Nasional Model PTN seperti disajikan pada
Gambar 36.
176
Keterangan: usulan perubahan
- - - - - koordinasi
Badan Layanan Umum
Taman Nasional
Kelompok Kerja Perencanaan Pengelolaan
Taman Nasional
Kementerian Kehutanan
APBN Debt for Nature Swap DNS
Pemerintah Kabupaten
Kementerian Keuangan
APBN, DNS Dana perimbangan
A P
B D
D u
k u
n g
a n
d a
n a
Dinas Teknis
Pemerintah Propinsi
D a
n a
p e
ri m
b a
n g
a n
Masyarakat Lokal dan Adat Lembaga Keuangan
Bank dan Non Bank Dana Penelitian
Badan Usaha Milik Desa
BUMDes Koperasi
Usaha Mikro dan Kecil
APBDpenguatan permodalan Lembaga Swadaya
Masyarakat NGO Iu
ra n
iji n
u s
a h
a w
is a
ta
Badan Usaha Menengah dan Besar
Kemitraan
A P
B D
CSR Penguatan permodalan
D a
n a
b e
rg u
lir
Retribusi Perguruan Tinggi
Im b
a l
ja s
a lin
g k
u n
g a
n H
ib a
h
CSR Pembiayaan usahakredit
Industri Jasa Lingkungan
Kredit Dana Kemitraan
Pendapatan
Gambar 36 Model Pendanaan Model PTN Balai BesarBalai Taman Nasional BBTN memiliki kegiatan usaha
pariwisata alam,
potensi pengembangan
imbal jasa
lingkungan dan
bioprospecting .
Untuk keperluan fleksibilitas pengelolaan keuangan yang transparan dan akuntabel maka salah satu alternatif yang memungkinkan adalah
memberikan status Badan Layanan Umum BLU. Status BLU bukan merupakan yang pertama di lingkungan Kementerian Kehutanan, walaupun status tersebut
belum pernah ditetapkan untuk taman nasional. Usulan ini dapat dilakukan
mengingat beberapa hal. Pertama, BBTN merupakan instansi Pemerintah yang
177 mengelola kawasan dan juga memberikan pelayanan, khususnya pelayanan jasa
lingkungan kepada masyarakat. Dalam melakukan kegiatan pelayanan jasa
BBTN seharusnya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. Kedua, pengelolaan BBTN sudah bersifat semi otonom dan berperan sebagai pelaksana
dari lembaga induknya, yaitu Departemen Kehutanan. Ketiga, penggalian sumber dana perlu ditingkatkan dan pengelolaan keuangan memerlukan fleksibilitas agar
pelayanan kepada masyarakat dapat ditingkatkan. Keempat, penguatan
kelembagaan Balai BesarBalai Taman Nasional menjadi Badan Layanan Umum Taman Nasional BLU-TN diharapkan dapat mengatasi persoalan pemeliharaan
melalui alokasi pemanfaatan dana hibah dalam pengelolaan taman nasional. Landasan hukum BLU-TN adalah UU 01 Tahun 2004, Pasal 68 ayat 1, yang
menyatakan bahwa Badan Layanan Umum dapat dibentuk untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan
mencerdaskan kehidupan bangsa. Lebih spesifik lagi, PP 23 Tahun 2005 Pasal 1 ayat 1 menyebutkan bahwa BLU merupakan instansi di lingkungan Pemerintah yang
dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang danatau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan.
BLU-TN dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. Pola pengelolaan keuangan BLU-TN merupakan pola pengelolaan
keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktek-praktek bisnis yang sehat. Kekayaan BLU-TN merupakan kekayaan negara
yang tidak dipisahkan serta dikelola dan dimanfaatkan sepenuhnya untuk menyelenggarakan kegiatan-kegiatannya .
Pembinaan keuangan Badan Layanan Umum pemerintah pusat dilakukan oleh Menteri Keuangan dan pembinaan teknis
dilakukan oleh menteri yang bertanggung jawab atas bidang pemerintahan yang bersangkutan Pasal 68 ayat 2, dalam hal ini Menteri Kehutanan.
BLU-TN akan menyusun rencana kerja dan anggaran tahunan UU 01 Tahun 2004, Pasal 69 ayat 1. Rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan
dan kinerja Badan Layanan Umum disusun dan disajikan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja
Kementerian Kehutanan. Pendapatan dan belanja Badan Layanan Umum sesuai
178 dengan UU Nomor 17 Tahun 2003 mengenai Keuangan Negara dalam rencana
kerja dan anggaran tahunannya dikonsolidasikan ke dalam rencana kerja dan anggaran Kementerian Kehutanan. Pendapatan yang diperoleh Badan Layanan
Umum sehubungan dengan jasa layanan yang diberikan merupakan Pendapatan Negara. Di samping itu, Badan Layanan Umum sesuai dengan PP Nomor 23
Tahun 2005 dapat memperoleh hibah atau sumbangan dari masyarakat atau badan lain, termasuk dari organisasi luar negeri.
Pendapatan ini dapat digunakan langsung untuk membiayai belanja Badan Layanan Umum Taman Nasional sesuai
dengan dokumen pelaksanaan anggaran yang telah disahkan oleh Menteri Keuangan yang merupakan Bendahara Umum Negara BUN.
BLU-TN dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. Pola pengelolaan keuangan BLU-TN merupakan pola pengelolaan
keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktek-praktek bisnis yang sehat. Kekayaan BLU-TN merupakan kekayaan negara
yang tidak dipisahkan serta dikelola dan dimanfaatkan sepenuhnya untuk menyelenggarakan kegiatan-kegiatannya .
Pembinaan keuangan Badan Layanan Umum pemerintah pusat dilakukan oleh Menteri Keuangan dan pembinaan teknis
dilakukan oleh menteri yang bertanggung jawab atas bidang pemerintahan yang bersangkutan Pasal 68 ayat 2, dalam hal ini Menteri Kehutanan.
BLU-TN akan menyusun rencana kerja dan anggaran tahunan UU 01 Tahun 2004, Pasal 69 ayat 1. Rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan
dan kinerja Badan Layanan Umum disusun dan disajikan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja
Kementerian Kehutanan. Pendapatan dan belanja Badan Layanan Umum dalam rencana kerja dan anggaran tahunan dikonsolidasikan dalam rencana kerja dan
anggaran Kementerian Kehutanan. Pendapatan yang diperoleh Badan Layanan Umum sehubungan dengan jasa layanan yang diberikan merupakan Pendapatan
Negara. Di samping itu, Badan Layanan Umum dapat memperoleh hibah atau sumbangan dari masyarakat atau badan lain. Pendapatan ini dapat digunakan
langsung untuk membiayai belanja Badan Layanan Umum Taman Nasional.
179 Pengembangan model ini telah memperhatikan ketentuan dalam kebijakan
otonomi daerah. Penentuan kebijakan dalam pelaksanaan otonomi daerah,
menurut Sofyar 2004 peranan Pemerintah Pusat dan Daerah dalam model memiliki karakteristik sistem pemerintahan yang harus sesuai dengan tugas dan
fungsinya. Tugas dan fungsi masing-masing pihak yang terkait dalam Model
MTN, KPTN dan PTN Tabel 26 , secara garis besar yaitu: 1
Pemerintah Kabupaten secara langsung berinteraksi dengan masyarakat sehingga peranannya lebih berorientasi pada peningkatan kapasitas sumber
daya manusia dan pengembangan infrastruktur serta mendukung penguatan dan pembinaan lembaga masyarakat dan pendayagunaan potensi kawasan
dalam kabupaten. 2
Pemerintah Propinsi yang membawahi kawasan lintas kabupaten lebih berorientasi pada penguatan kelembagaan dan pendayagunaan potensi
kawasan lintas kabupaten serta pemberian insentif terutama informasi yang terpadu dalam penataan kawasan ekonomi, penataan daya dukung lingkungan
serta pasar regional. 3
Pemerintah Pusat sesuai dengan kewenangannya lebih berorientasi pada penciptaan dukungan kebijakan melalui penyusunan dan penyempurnaan
peraturan perundang-undangan yang bersifat induk. Di samping itu,
Pemerintah Pusat memberikan fasilitas dan pembinaan. Alternatif kebijakan pengelolaan taman nasional yang dikembangkan
berdasarkan Model MTN, Model KPTN dan Model PTN, secara keseluruhan model ini akan menghasilkan kebijakan dan program pengelolaan taman nasional
untuk jangka menengah yang merupakan kebijakan strategis dan kebijakan operasional yang berupa perencanaan dan evaluasi program kegiatan tahunan.
Kebijakan strategis dan operasional yang disusun merupakan kebijakan sinergi yang mengacu pada kebijakan pembangunan nasional, sektoral dan daerah.
Keluaran dari kebijakan tersebut jika keseluruhan proses dilaksanakan sesuai dengan Model MTN bersama dengan Model KPTN dan Model PTN adalah
terjaganya kesehatan ekosistem dan terpenuhinya peningkatan pendapatan masyarakat lokal melalui partisipasi masyarakat.
180 Tabel 26 Peran dan keterlibatan stakeholder dalam Sistem Pengelolaan Taman
Nasional Secara Berkelanjutan di Era Otonomi Daerah
181
182
183
184