Pendekatan Sistem dan Rancang bangun kebijakan pengelolaan taman nasional secara berkelanjutan di era otonomi daerah
41 berkaitan
dengan susunan
dan rangkaian
diantara elemen-elemen
penyusunnya dan perilaku sistem yang berkaitan dengan input dan output sistem Eriyatno, 2003; Muhammadi et al. 2001.
Lebih lanjut Marimin 2005 menyebutkan bahwa sebuah sistem pada
umumnya mempunyai beberapa sifat mendasar, antara lain: 1
berorientasi kepada tujuan dan dalam proses pencapaian tujuan akan terjadi perubahan yang terus menerus sehingga bersifat dinamis,
2 satu kesatuan usaha dimana hasil kerja sistem secara keseluruhan melebihi
dari jumlah hasil kerja dari masing-masing bagian sistem secara sendiri- sendiri atau bersifat sinergis,
3 terbuka terhadap lingkungan, yang berarti bahwa lingkungan merupakan
sumber kesempatan ataupun hambatan unjuk kerja sistem, 4
adanya transformasi, yang merupakan proses perubahan input menjadi output yang dilakukan oleh sistem,
5 interaksi antara bagian maupun subsistem, dan
6 adanya mekanisme pengendalian, yang menyangkut sistem umpan balik yang
merupakan suatu bagian yang memberikan informasi kepada sistem mengenai efek dari perilaku sistem terhadap pencapaian tujuan atau pemecahan masalah
yang dihadapi. Pendekatan sistem merupakan suatu pendekatan cara penyelesaian persoalan
yang sangat berbeda dari pendekatan konvensional. Pendekatan konvensional
menekankan pada aspek analisis elemen-elemen secara parsial atau tereduksi. Sedangkan pendekatan sistem menekankan pada aspek analisis interaksi elemen
dan perilaku sistem secara keseluruhan atau holistik. Pendekatan sistem dimulai dengan dilakukannya identifikasi kebutuhan-kebutuhan pemangku kepentingan
sehingga dapat menghasilkan suatu operasi dari suatu sistem yang dianggap efektif. Pendekatan sistem memiliki dua hal utama, yaitu pencarian semua faktor penting
yang terdapat dalam sistem untuk mendapatkan solusi penyelesaian masalah yang baik serta pembuatan suatu model konseptual dan kuantitatif untuk membantu
pengambilan keputusan secara rasional Eriyatno 2003.
42 Pendekatan sistem untuk formulasi kebijakan dan penyelesaian persoalan
yang kompleks terfokus pada pemahaman proses interaksi yang terjadi dalam sistem Richardson Pugh 1983. Hal ini dilandasi oleh filosofi bahwa struktur
sistem bertanggung jawab terhadap terjadinya perubahan dalam sistem dengan berjalannya waktu. Premisnya adalah perilaku dinamik merupakan konsekuensi
dari struktur sistem. Pendekatan sistem
cenderung untuk melihat sebab dan konsekuensi dari perilaku di dalam sistem. Persoalan atau output yang tidak
dikehendaki dari sistem tidak dipandang sebagai akibat dari agen atau komponen di luar sistem.
Sedangkan tahapan pendekatan sistem dalam penyelesaian persoalan yang kompleks meliputi: 1 definisi dan identifikasi masalah, 2
konseptualisasi sistem, 3 formulasi model, 4 analisis perilaku model, 5 evaluasi model, 6 analisis kebijakan dan 7 implementasi atau penggunaan model. Secara
skematis, proses pendekatan sistem untuk formulasi kebijakan atau penyelesaian persoalan ditunjukkan pada Gambar 4.
Analisis kebijakan
Simulasi
Formulasi model Konseptualisasi sistem
Definisi masalah Pemahaman sistem
Implementasi kebijakan
Gambar 4 Overview pemodelan sistem untuk analisis kebijakan Richardson Pugh 1983
43 Menurut Jackson 2000 pendekatan sistem dalam aplikasi system thinking
untuk penelitian dan intervensi kebijakan dapat dibedakan menjadi pendekatan sistem: 1 fungsionalis, 2 interpretasi, 3 emansipatori, dan 4 postmodern.
Pengklasifikasian ini didasarkan atas metodologi yang digunakan. Sedangkan
Checkland 2000 dengan berdasarkan atas keterkaitan antara systems thinking dan systems practice membedakan pendekatan sistem menjadi hard system dan
soft system .
Hard system thinking dengan landasan paradigma optimasi sangat
tepat digunakan pada pemecahan masalah teknis yang tersturktur dan tujuannya telah diketahui sebelumnya, sedangkan soft system thinking dengan paradigma
pembelajaran lebih tepat digunakan pada situasi pemecahan persoalan yang tidak terstruktur dan melibatkan aspek manusia dan sosial budaya. Pendekatan sistem
lunak dapat dilakukan dengan menggunakan Soft System Methodology SSM yang bersifat interpretasi jika situasi permasalahan yang dihadapi bersifat
kompleks dan messy atau ill-defined Christis 2005. Metodologi SSM dikembangkan oleh Checkland 1999 dengan landasan
pemikiran bahwa dalam rangka perbaikan sistem di dunia nyata, setiap tindakan oleh manusia pasti memiliki makna bagi dirinya sehingga pemodelan sistem
aktifitas manusia akan menggambarkan karakteristik tujuan tertentu yang diinginkannya. Selanjutnya, dalam pemodelan sistem aktifitas manusia dalam
rangka mengeksplorasi tindakan manusia di dunia nyata memungkinkan munculnya beragam interpretasi terhadap suatu tujuan tertentu sehingga dapat
dibangun banyak model. Oleh karena itu, sebelum melakukan pemodelan perlu
dipilih pandangan world view yang paling relevan sebagai landasan dalam pemodelan untuk mengekplorasi situasi masalah sehingga dapat diperoleh konsep
yang dapat digunakan usable concept. SSM digunakan pada situasi dimana karena berbagai alasan merupakan situasi yang problematik bagi pihak yang
berkepentingan dan melalui pemodelan konseptual yang relevan akan dapat teridentifikasi tindakan-tindakan yang diperlukan untuk menyelesaikan situasi
problematik tersebut Checkland Scholes 1999. Metodologi SSM mencakup 7 langkah atau tahapan proses Gambar 5 dimana dapat dibedakan antara aktifitas
44 di dunia nyata yang melibatkan para pihak terkait situasi problematik dan aktifitas
system thinking yang dapat berkaitan maupun tidak dengan situasi problematik.
Tahapan proses tersebut meliputi: 1
Situasi permasalahan tidak terstruktur. 2
Situasi permasalahan terekspresikan. 3
Definisi mendasar sistem yang relevan. 4
Model konseptual. 5
Perbandingan model dengan dunia nyata. 6
Perubahan yang diharapkan dan layak. 7
Tindakan untuk memperbaiki situasi problematik. Tahapan 1 dan 2 merupakan fase pengungkapan situasi yang dipersepsikan
sebagai masalah. Analisis yang dilakukan dalam fase ini menyangkut identifikasi elemen kunci dari struktur dan proses, serta interaksi antar elemen dan proses dari
situasi masalah. Tahap 3 merupakan tahapan pendefinisian sistem yang relevan untuk memperbaiki situasi masalah. Formulasi ini dapat dimodifikasi kembali
dalam proses iterasi dan pendalaman. Selanjutnya berdasarkan definisi sistem yang telah terbentuk maka dilakukan tahap 4, yaitu membangun model konseptual
dari sistem aktifitas manusia yang memuat sekumpulan aktifitas minimal yang diperlukan.
Jika dijumpai kekurangan dan diperlukan transformasi untuk pembentukan model konseptual maka dapat digunakan konsep sistem formal dan
pemikiran sistem yang lain. Pada tahap 5 dilakukan pembandingan model
konseptual dengan persepsi yang ada di dunia nyata. Pembandingan ini sebagai tahapan 6, dilakukan melalui perdebatan diantara para pihak yang berkepentingan
sehingga dapat
diidentifikasi kemungkinan-kemungkinan
perubahan yang
memang diharapkan dan layak atau dapat diterima oleh semua pihak. Tahap 7 menyangkut pengambilan tindakan untuk memperbaiki situasi masalah.
45
Gambar 5 Proses soft system methodology Checkland 1999