Autonomous Elemen Kelompok Masyarakat yang Terpengaruhi

127 adalah manfaat ekonomi, baik yang secara langsung memanfaatkan sumber daya taman nasional, seperti pemungutan kayu bakar dan perburuan satwa liar yang berada di luar kawasan, maupun manfaat tidak langsung seperti sumber air untuk irigasi persawahan. Sedangkan dampak negatif, meskipun tidak sering terjadi adalah kerusakan akibat gangguan dari satwa liar. Secara alamiah, satwa liar akan bergerak bebas dari satu tempat ke tempat lainnya tanpa mengenal batas kawasan maupun wilayah administrasi. Kadang kala satwa liar memasuki kawasan budidaya dan merusak tanaman atau memangsa ternak masyarakat, bahkan dapat menyebabkan korban manusia. Ketika hal ini terjadi maka timbul biaya yang harus ditanggung masyarakat karena pada umumnya pengelola tidak memberikan ganti rugi jika bukan kejadian yang berdampak besar. Di samping itu, kelompok petani ini juga menanggung biaya oportunitas akibat tertutupnya akses terhadap sumber daya hutan yang sebelum penetapan kawasan dapat mendukung kehidupannya. Persepsi kelompok petani terhadap manfaat dan dampak pengelolaan akan menentukan kualitas hubungannya dengan pengelola taman nasional. Keberhasilan pengelola dalam mengelola taman nasional banyak bergantung pada tingkat dukungan dan penghargaan yang diberikan kepada taman nasional oleh kelompok petani sekitar. Jika taman nasional yang dilindungi hukum formal dipandang sebagai penghalang, masyarakat lokal dapat menggagalkan efektifitas upaya konservasi. Namun, sebaliknya jika upaya konservasi dianggap sebagai sesuatu yang bermanfaat positif maka masyarakat lokal yang akan berinisiatif untuk bekerjasama dengan pengelola dalam melindungi taman nasional dari kegiatan-kegiatan yang merugikan Mackinnon et al. 1986. Aktifitas kelompok ini secara langsung akan mempengaruhi pengelola taman nasional sebagai pemegang otoritas pengelolaan taman nasional. Hal ini disebabkan karena sebagian besar penduduk di sekitar kawasan TNKS mempunyai mata pencaharian di bidang pertanian, baik sebagai petani pemilik lahan maupun sebagai buruh tani yang tidak memiliki lahan pertanian. Pola penggunaan sumber daya alam seperti lahan pertanian dan air akan mempengaruhi kinerja pengelolaan taman nasional. Pola penggunaan lahan secara intensif dan 128 kurang ramah lingkungan dapat menjadi sumber koloni bagi jenis tumbuhan invasif yang dapat masuk ke dalam kawasan taman nasional. Di samping itu, kegiatan perambahan lahan kawasan taman nasional dan penebangan kayu secara ilegal yang sering terjadi di TNKS juga akan mempengaruhi pengelola taman nasional. Aktifitas ini terjadi, menurut TNKS 2007 selain disebabkan terbatasnya alternatif sumber pendapatan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, juga karena keterbatasan sarana prasarana pendukung dan sumber daya pengelola, khususnya personil pengamanan yang mempunyai cakupan wilayah kerja hanya ± 13,000 hektarorang. Elemen penting untuk keberhasilan pengelolaan taman nasional adalah pelibatan dan partisipasi masyarakat lokal. Penempatan kelompok petani di dalam dan sekitar taman nasional sebagai pihak yang berkepentingan untuk mendukung perlindungan sumber daya alam kawasan sangat diperlukan Dixon Sherman 1990; Kramer et al. 2009. Meskipun demikian, efektifitas program konservasi yang menempatkan masyarakat lokal sebagai pemangku kepentingan memerlukan pengaturan pengelolaan yang tidak mudah dan perlu dilakukan secara hati-hati karena kompleksitas interaksi antara kebijakan, sistem sosial, dan ekologi Garnett et al . 2007. Namun, jika hubungan antara masyarakat dengan pengelola ingin didorong menuju interaksi yang berdampak positif maka pemahaman terhadap aspek ekologi, sosial, ekonomi serta parameter persepsi, sikap dan dukungan masyarakat lokal dapat membantu dalam pengaturan pengelolaan untuk keberhasilan upaya konservasi. Selanjutnya, pengelola taman nasional akan mempengaruhi berbagai kelompok masyarakat melalui keberhasilan pengelolaan kawasan. Kelompok masyarakat yang secara langsung dipengaruhi oleh pengelola adalah pengusaha pariwisata alam. Tingkat keberhasilan pengelola dalam mengembangkan nilai estetik taman nasional sebagai wahana rekreasi dan pariwisata alam akan berpengaruh kepada kelompok masyarakat sektor usaha wisata alam. Beberapa nilai estetik yang menjadi alasan penetapan taman nasional seperti suasana alami, keindahan pemandangan alam, keragaman flora fauna, yang bersifat mudah rusak dan tidak dapat balik irreversible merupakan aset taman nasional yang 129 dibutuhkan oleh sektor usaha wisata alam. Sektor usaha wisata berbasis komoditas konservasi tidak mungkin berkembang jika nilai estetik taman nasional tidak dikelola dengan baik. Namun, sektor usaha wisata alam juga belum tentu dapat tumbuh dan berkembang meskipun nilai estetik taman nasional dalam kondisi yang prima. Zhong et al. 2008 berpendapat bahwa tingkat perkembangan sektor wisata alam ditentukan oleh berbagai macam faktor sehingga tidak ada formula yang pasti cocok diterapkan untuk semua lokasi. Tetapi, pada dasarnya faktor tersebut dapat dikelompokkan sebagai faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah pengelolaan, kualitas pelayanan dan karakteristik daerah tujuan wisata, seperti keunikan objek wisata, sikap masyarakat lokal terhadap kegiatan wisata, dan kualitas sumber daya wisata. Sedangkan faktor eksternal adalah pelaku usaha, wisatawan dan pemerintah sebagai regulator. Diantara faktor-faktor tersebut, karakteristik dan keunikan objek wisata merupakan faktor penentu. Dengan demikian, pengelola taman nasional sangat berperan penting dalam pelestarian keunikan objek wisata. Di TNKS bird watching merupakan potensi wisata alam yang memiliki prospek secara internasional, walaupun wisatawan yang berkunjung untuk tujuan tersebut, berdasarkan pengamatan lapang saat ini masih sangat sedikit. Perkembangan sektor usaha wisata alam akan mempengaruhi pengusaha jasa pariwisata alam dan masyarakat lokal. Sektor usaha jasa penunjang pariwisata tidak mungkin tumbuh jika sektor usaha wisata alam belum berkembang. Di samping itu, perkembangan sektor usaha wisata alam juga akan mempengaruhi masyarakat lokal. Sektor usaha wisata alam dapat digunakan sebagai alternatif strategi perbaikan kehidupan masyarakat lokal melalui diversifikasi usaha maupun pemenuhan kebutuhan ekonominya Goodwin Roe 2001. Keterkaitan manfaat langsung yang diperoleh masyarakat lokal dengan keberadaan taman nasional melalui aktfitas pariwisata alam diharapkan akan meningkatkan dukungannya terhadap konservasi. Sekhar 2003 membuktikan bahwa masyarakat lokal yang mendapatkan manfaat dari pariwisata cenderung bersikap positif dan mendukung pengembangan wisata alam. Pengelola taman 130 nasional seyogyanya memandang hal ini sebagai satu peluang untuk memfasilitasi partisipasi masyarakat dalam pengelolaan taman nasional.

5.2.2 Elemen Pelaku atau Lembaga yang Terlibat dalam Pengelolaan

Kebijakan dan kelembagaan merupakan dua hal yang tidak terpisahkan. Kebijakan yang bagus tetapi tidak dilandasi oleh kelembagaan yang mendukung tidak akan menyebabkan pengelolaan taman nasional menuju tujuan yang diharapkan. Demikian juga sebaliknya, kelembagaan yang bagus tetapi kebijakannya tidak mendukung juga membuat tujuan pengelolaan sulit dicapai sesuai dengan yang diharapkan. Kelembagaan merupakan dasar dari seluruh proses pengelolaan taman nasional. Kelembagaan merupakan suatu tatanan dan pola hubungan antar anggota atau kelompok masyarakat yang saling mengikat dan diwadahi dalam suatu organisasi atau lembaga dengan faktor-faktor pengikat dan pembatas berupa norma, aturan formal maupun informal sebagai pengendali perilaku sosial dan insentif untuk bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama. Dengan demikian, kelembagaan dapat dilihat sebagai organisasi dan sekaligus juga mengandung pengertian aturan main. Kebijakan merupakan unsur penting dalam lembaga dan dapat diturunkan dalam bentuk strategi, rencana, peraturan, kesepakatan, konsensus maupun program yang merupakan landasan untuk tindakan-tindakan nyata Djogo et al. 2003. Kelembagaan pengelolaan taman nasional merupakan sistem yang kompleks karena menyangkut aspek ekologi, sosial ekonomi, politik maupun teknologi. Oleh karena itu perlu dianalisis mengenai lembaga yang terlibat dan berperan dalam pengelolaan. Elemen lembaga yang terlibat dijabarkan menjadi 18 sub elemen seperti ditampilkan pada Tabel 20. Struktur hirarki dari masing-masing sub elemen disajikan dalam Gambar 16. Sedangkan Gambar 17 menunjukkan klasifikasi masing-masing sub elemen berdasarkan driver power dan dependence. Untuk hasil analisis data ISM dapat dilihat pada Lampiran 5. Struktur hirarki peubah lembaga yang terlibat terdiri dari 9 tingkat. Lembaga yang terlibat dan menempati hirarki yang tertinggi adalah Departemen Kehutanan, Balai BesarBalai Taman Nasional dan masyarakat lokal sekitar taman 131 nasional. Ketiga lembaga ini saling mempengaruhi dan merupakan peubah kunci yang mempengaruhi lembaga lain pada hirarki di bawahnya. Dalam pengelolaan taman nasional saat ini, elemen masyarakat lokal secara formal belum masuk dalam pertimbangan sebagai lembaga yang berpengaruh besar dalam menunjang keberhasilan pengelolaan. Pengelompokan elemen lembaga yang terlibat berdasarkan driver power dan dependence menunjukkan bahwa lembaga Departemen Kehutanan, Balai BesarBalai Taman Nasional, masyarakat lokal, Pemerintah Kabupaten, Dinas Kehutanan, Dinas Pariwisata, perguruan tinggi dan masyarakat adat merupakan peubah independent. Sedangkan Kementerian Negara Lingkungan Hidup, Pemerintah Propinsi, Dinas Pertanian, Dinas Pendidikan, Dinas Pekerjaan Umum, Sektor usaha pariwisata alam dan kehutanan non kayu, LSM serta masyarakat umum merupakan peubah dependent. Pembalak merupakan peubah autonomus sehingga dapat diartikan sebagai peubah yang berada di luar sistem meskipun terdapat hubungan dengan peubah lainnya. Tabel 20 Elemen lembaga yang terlibat dalam pengelolaan taman nasional yang berkelanjutan Sub elemen 1 Departemen Kehutanan 2 Kementerian Negara Lingkungan Hidup 3 Pemerintah Propinsi 4 Pemerintah Kabupaten 5 Balai BesarBalai Taman Nasional 6 Dinas Kehutanan 7 Dinas Pertanian 8 Dinas Pekerjaan Umum 9 Dinas Pendidikan dan Kebudayaan 10 Dinas Pariwisata 11 Perguruan Tinggi 12 Masyarakat lokal di sekitar kawasan taman nasional 13 LSM Lingkungan dan Kehutanan 14 Sektor usaha bidang kehutanan non kayu 15 Sektor usaha wisata dan jasa pariwisata alam 16 Pembalak 17 Masyarakat Adat 18 Masyarakat umum