Analisis Lingkungan Internal Makro di Tingkat Wilayah

VIII. STRATEGI PENANGGULANGAN KEMISKINAN

Kebijakan makro yang pro poor merupakan prasyarat penting necessary condition yang tidak dapat ditinggalkan dalam upaya pengurangan kemiskinan. Namun demikian, pelaksanaan kebijakan ini saja belum cukup insufficient, diperlukan perspektif mikro yang selama ini terabaikan dalam upaya-upaya penanggulangan kemiskinan Harniati, 2007.

8.1 Makro di Tingkat Wilayah

Analisis makro di tingkat wilayah dilakukan dengan melakukan analisis SWOT. Analisis SWOT yang terdiri dari analisis internal dan eksternal, digunakan untuk menentukan dan menganalisis strategi dimaksud, karena faktor- faktor internal dan eksternal di dalam penanggulangan kemiskinan memiliki tingkat kohesi dan kombinasi yang tinggi untuk saling mempengaruhi.

8.1.1 Analisis Lingkungan Internal

Analisis lingkungan internal bertujuan untuk mengidentifikasi dan menjelaskan berbagai faktor yang menjadi kekuatan Strength dan kelemahan Weakness, dimana kajian internal pada hakekatnya merupakan analisis dan evaluasi atas kondisi, kinerja dan permasalahan yang dihadapi. Berdasarkan hasil analisis lingkungan internal diperoleh faktor-faktor yang menjadi kekuatan yang dapat dimanfaatkan oleh Kabupaten Pandeglang dalam menanggulangi kemiskinan di wilayah pedesaan adalah sebagai berikut: 1. Potensi SDA yang besar Kabupaten Pandeglang memiliki potensi SDA yang sangat besar. Potensi tersebut antara lain meliputi potensi pada sektor pertanian, peternakan, perkebunan dan kehutanan. Selain itu, Kabupaten Pandeglang juga memiliki panjang pantai 234 km sehingga potensi pengembangan perikanan dan pariwisata menjadi sangat besar. 2. Kebijakan pemerintah daerah Penanggulangan kemiskinan dapat dilakukan dengan memanfaatkan potensi yang sudah berkembang, menggali potensi yang baru secara terpadu dan terarah melalui optimalisasi sumberdaya yang tersedia. Pemerintah bersama dengan lembaga-lembaga terkait merumuskan kebijakan berupa pola dan rencana pembangunan yang menentukan arah pembangunan daerah salah satunya adalah dalam menanggulangi kemiskinan. 3. Perekonomian daerah yang semakin membaik Potensi ekonomi yang dimiliki Kabupaten Pandeglang salah satunya ditunjukkan oleh Produk Domestik Regional Bruto PDRB. Selama tahun 2006, PDRB Kabupaten Pandeglang atas dasar harga berlaku meningkat 14.08 persen atau senilai 5.575 triliun rupiah dimana pada tahun 2005 sebesar 4.887 triliun rupiah. Namun secara riil pertumbuhan ekonomi Kabupaten Pandeglang sebesar 3.96 persen, yaitu dari Rp 3.366 triliun pada tahun 2005 menjadi Rp 3.499 triliun pada tahun 2006. Pertumbuhan ekonomi yang meningkat akan berimplikasi kepada meningkatnya tingkat pendapatan masyarakat sehingga daya beli dan kesejahteraan masyarakat pun meningkat. 4. Koordinasi antar lembaga, dinas atau instansi terkait Koordinasi antar lembaga, dinas atau instansi terkait di Kabupaten Pandeglang dalam melaksanakan kegiatan pembangunan selama ini telah berjalan cukup baik. Adanya koordinasi yang baik antara lembaga, dinas atau instansi terkait dapat meningkatkan efektivitas kegiatan pembangunan. Program pembagunan yang tumpang tindih dapat dihindari dengan adanya keterpaduan program antar dinas atau instansi terkait. 5. Struktur kelembagaan dan aparatur pembangunan daerah Pelaksanaan otonomi daerah mengisyaratkan adanya pelaksanaan sistem pemerintahan di daerah yang harus dijalankan secara demokratis, bersih, dan efektif dan efisien serta berorientasi pada peningkatan pelayanan kepada masyarakat. Kemampuan tersebut sangat ditentukan oleh ketersediaan kelembagaan dan aparatur yang profesional dan berdedikasi tinggi untuk terus mengembangkan diri dan meningkatkan kinerjanya bagi kepentingan masyarakat. 6. Modal sosial masyarakat Modal masyarakat merupakan sumberdaya yang menjadi daya tarik sendiri bagi wilayah. Kehidupan dan budaya masyarakat yang agamis, masih tumbuhnya jiwa gotong royong, kebersamaan dan kerukunan antar warga masyarakat merupakan beberapa ciri dari masyarakat Pandeglang. 7. Peran institusi pendidikan dan pelatihan Institusi pendidikan dan diklatda sangat berperan dalam upaya meningkatkan kualitas sumberdaya masyarakat dan aparatur. Adanya institusi pendidikan dan pelatihan ini dapat memperbaiki keahlian dan keterampilan serta memperbaiki pribadi masyarakat dan aparatur. 8. Keadaan bio fisik iklim, topografi, suhu dan keadaan tanah Keadaan bio fisik meliputi faktor iklim, topografi dan kesuburan tanah sangat mendukung untuk pengembangan pertanian, perikanan dan pariwisata. Faktor-faktor tersebut dapat membantu peningkatan kesejahteraan masyarakat. Sedangkan beberapa kelemahan yang dimiliki oleh Kabupaten Pandeglang dalam penanggulangan kemiskinan, antara lain: 1. Sarana dan prasarana yang kurang memadai Ketersediaan sarana prasarana merupakan faktor penunjang yang memberikan kontribusi penting dalam mengentaskan kemiskinan di wilayah perdesaan. Sarana dan prasarana di desa miskin di Kabupaten Pandeglang seperti sarana kesehatan, tenaga medis, pendidikan formal dan non formal, fasilitas ekonomi, fasilitas perlindungan sosial dan listrik masih belum memadai. Hal ini terlihat dari jumlah sarana dan prasarana yang masih kurang dari jumlah yang dibutuhkan ataupun dari banyaknya sarana dan prasarana yang berada dalam kondisi rusak. 2. Tingginya jumlah penduduk miskin Jumlah penduduk miskin menurut hasil perhitungan BPS di Kabupaten Pandeglang pada tahun 2006 masih tergolong tinggi, yaitu sekitar 177 895 jiwa atau 15.82 persen. Begitu pula halnya di wilayah desa miskin umumnya jumlah penduduk miskinnya lebih dari 50 persen. 3. Pemanfaatan SDA yang belum optimal Meskipun Kabupaten Pandeglang memiliki sumberdaya alam yang sangat besar namun potensi tersebut belum dimanfaatkan dan dikelola secara optimal, salah satu contohnya adalah lahan. Lahan yang tidak diusahakan pada tahun 2006 adalah sebesar 5 594 hektar. Masih besarnya lahan yang belum dimanfaatkan untuk kegiatan produktif khususnya di desa-desa miskin. 4. Tingginya jumlah rumahtangga di daerah rawan bencana Pada tahun 2006 frekuensi terjadinya bencana sebanyak 194 kali, angka ini meningkat secara signifikan dibandingkan tahun 2005 yang frekuensinya 85 kali. Pada tahun 2006 bencana banjir terjadi sebanyak 55 kali, longsor 37 kali, angin ribut sebanyak 36 kali, dan bencana lainnya sebanyak 66 kali. Jumlah kecamatan yang terkena bencana meningkat dari 27 kecamatan pada tahun 2005 menjadi 29 kecamatan pada tahun 2006. Semakin meningkatnya luas wilayah yang terkena bencana maka hal ini berdampak pada semakin tingginya jumlah rumahtangga yang rawan bencana, di desa miskin persentasenya bisa mencapai 50 persen dari total penduduk desa. 5. Kualitas SDM yang rendah Kualitas sumberdaya manusia di Kabupaten Pandeglang dapat dikatakan rendah. Hal ini ditunjukkan dari tingkat pendidikan masyarakat Kabupaten Pandeglang yang mayoritas berpendidikan rendah. Rata-rata lama sekolah penduduk Pandeglang tahun 2006 mencapai 6.80 tahun. Indeks Pembangunan manusia di Kabupaten Pandeglang sebesar 67.60 masih berada di bawah nilai IPM Provinsi Banten. 6. Tingginya tingkat pengangguran Partisipasi penduduk usia kerja Kabupaten Pandeglang dalam bekerja dan mencari pekerjaan hanya sebesar 58.70 persen. Angka ini menunjukkan bahwa masih tingginya tingkat pengangguran di Pandeglang. 7. Disparitas pembangunan antar wilayah Adanya ketimpangan pembangunan antar wilayah Kabupaten Pandeglang perdesaan dan perkotaan, utara dan selatan menujukkan bahwa proses pembangunan belum berjalan dengan baik karena tidak memberikan hasil yang merata di semua wilayah. Usaha pemerataan pembangunan harus terus dilakukan agar seluruh masyarakat dapat menikmati hasil-hasil pembangunan secara merata. Hal ini tentunya memerlukan penanganan khusus dan membutuhkan anggaran yang tidak sedikit. 8. Jumlah dan pertambahan penduduk Jumlah penduduk Kabupaten Pandeglang pada tahun 1990 tercatat sebanyak 859 100 jiwa. Dalam jangka waktu 15 tahun, pada tahun 2005 jumlah penduduk meningkat menjadi 1 106 788 jiwa dan pada tahun 2006 jumlahnya mencapai 1 124 497 jiwa dengan laju pertumbuhan 1.59 persen dari tahun 2005. selama periode 1990 – 2000 rata-rata laju pertumbuhan penduduk menunjukkan angka sekitar 1.71 persen per tahun, sedangkan pada tahun 2000 – 2006 rata-rata laju pertumbuhan penduduk mencapai 1.76 persen. Peningkatan jumlah penduduk yang tidak diimbangi dengan lapangan pekerjaan yang tersedia akan menyebabkan tingginya angka pengangguran yang akan menimbulkan tingginya beban sosial masyarakat dan menurunnya tingkat kesejahteraan masyarakat. 9. Ketersediaan dana untuk penanggulangan kemiskinan terbatas Sumber-sumber dana pembangunan Kabupaten Pandeglang termasuk di dalamnya untuk pengentasan kemiskinan berasal dari APBD kabupaten, APBD provinsi dan APBN. Dana yang tersedia untuk membiayai pembangunan daerah tergantung dari proporsi dan kemampuan sumber dana. 11. Lemahnya partisipasi masyarakat Tidak terpenuhi hak-hak dasar masyarakat miskin karena tidak tepatnya layanan yang diberikan oleh pemerintah, menyentuh langsung persoalan kapabilitas dasar yang kemudian menghambat mereka untuk mencapai harkat martabat sebagai warganegara. Gagalnya kapabilitas dasar itu sering muncul dalam berbagai kasus, termarginalisasinya masyarakat miskin dari kehidupan sosial dan membuat mereka semakin tidak berdaya untuk menyampaikan aspirasinya. Kasus tersebut terjadi sebagai akibat dari proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan yang memposisikan masyarakat miskin sebagai obyek dan mengabaikan keterlibatan masyarakat miskin dalam proses pengambilan keputusan. 12. Rendahnya akses masyarakat terhadap lembaga permodalan Sekitar 50 persen rumahtangga tidak memiliki akses yang baik terhadap lembaga pembiayaan, sementara hanya 40 persen yang memiliki rekening tabungan. Kondisi ini terlihat lebih parah di daerah pedesaan.

8.1.2 Analisis Lingkungan Eksternal