Faktor Penciri dan Karakteristik Rumahtangga Miskin

Dapat disimpulkan bahwa selama ini belum ada metode yang digunakan oleh BPS maupun pemerintah dalam menentukan wilayah desa miskin, yang telah ada adalah menetapkan wilayah tertinggal yang masih memiliki berbagai kelemahan. Faktor penyebab dan karakteristik kemiskinan wilayah desa masih dikaji secara umum belum memperhatikan spesifikasi desa.

2.4 Faktor Penciri dan Karakteristik Rumahtangga Miskin

Tahun 2005, BPS melakukan Pendataan Sosial Ekonomi Penduduk 2005 PSE05 dimaksudkan untuk mendapatkan data kemiskinan mikro berupa direktori rumahtangga penerima Bantuan Langsung Tunai BLT. Adapun indikator yang digunakan ada sebanyak 14 variabel, yaitu: 1 luas lantai rumah, 2 jenis lantai rumah, 3 jenis dinding rumah, 4 fasilitas tempat buang air besar, 5 sumber air minum, 6 penerangan yang digunakan, 7 bahan bakar yang digunakan, 8 frekuensi makan dalam sehari, 9 kebiasaan membeli dagingayamsusu, 10 kemampuan membeli pakaian, 11 kemampuan berobat ke puskesmaspoliklinik, 12 lapangan pekerjaan kepala rumahtangga, 13 pendidikan kepala rumahtangga, dan 14 kepemilikan asset. Sahdan 2005 menyatakan masyarakat desa dapat dikatakan miskin jika salah satu indikator berikut ini terpenuhi seperti: 1 kurangnya kesempatan memperoleh pendidikan, 2 memiliki lahan dan modal pertanian yang terbatas, 3 tidak adanya kesempatan menikmati investasi di sektor pertanian, 4 kurangnya kesempatan memperoleh kredit usaha, 5 tidak terpenuhinya salah satu kebutuhan dasar pangan, papan dan perumahan, 6 berurbanisasi ke kota, 7 menggunakan cara-cara pertanian tradisional, 8 kurangnya produktivitas usaha, 9 tidak adanya tabungan, 10 kesehatan yang kurang terjamin, 11 tidak memiliki asuransi dan jaminan sosial, 12 terjadinya korupsi, kolusi dan nepotisme dalam pemerintahan desa, 13 tidak memiliki akses untuk memperoleh air bersih, dan 14 masyarakat desa tidak berpartisipasi dalam pengambilan keputusan publik. Menurut BPS 2006, rumahtangga miskin dapat dilihat dari tiga karakteristik yaitu karakteristik demografi, ekonomi dan sosial. Masing-masing karakteristik tersebut dijelaskan berikut ini: 1. Karakteristik demografi dikelompokkan ke dalam tiga kategori: a. Stuktur dan ukuran rumahtangga Indikator ini penting karena menunjukkan korelasi yang mungkin antara tingkat kemiskinan dengan komposisi rumahtangga. b. Rasio ketergantungan Rasio ketergantungan dihitung sebagai rasio jumlah anggota rumahtangga yang tidak berada dalam angkatan kerja terhadap mereka yang berada dalam rumahtangga tersebut. Suatu rasio ketergantungan yang tinggi diduga akan berkorelasi positif dengan tingkat kemiskinan rumahtangga. c. Jender kepala rumahtangga Jenis kelamin kepala rumahtangga berpengaruh terhadap kemiskinan rumahtangga, dan secara lebih spesifik bahwa rumahtangga yang dikepalai wanita adalah lebih miskin daripada yang dikepalai laki-laki. 2. Karakteristik ekonomi mencakup: a. Ketenagakerjaan rumahtangga Ketenagakerjaan rumahtangga dititikberatkan pada partisipasi angkatan kerja, tingkat pengangguran terbuka, tingkat setengah pengangguran dan perubahan jenis pekerjaan. b. Pendapatan rumahtangga Pendapatan mewakili suatu bidang yang sangat penting untuk dipertimbangkan ketika menentukan karakteristik rumahtangga miskin. Hal yang penting untuk mendapat perhatian adalah tingkat pendapatan dan juga distribusinya di antara anggota rumahtangga. c. Struktur pengeluaran konsumsi rumahtangga Struktur pengeluaran konsumsi rumahtangga dapat digunakan untuk mencirikan rumahtangga dengan memberikan gambaran pengeluaran makanan dan non makanan. d. Kepemilikan Indikator ini mencerminkan inventaris kekayaan rumahtangga dan dengan demikian mempengaruhi arus pendapatan rumahtangga. 3. Karakteristik sosial terdiri dari tiga kategori a. Kesehatan dalam rumahtangga Indikator yang termasuk dalam kesehatan rumahtangga meliputi status gizi, status penyakit, ketersediaan pelayanan kesehatan dan penggunaan pelayanan kesehatan oleh rumahtangga. b. Pendidikan Ada tiga jenis indikator pendidikan yang sering digunakan yaitu tingkat pendidikan anggota rumahtangga, ketersediaan pelayanan pendidikan dan penggunaan pelayanan oleh anggota rumahtangga. c. Tempat tinggal Tempat tingggal menunjukkan pada kerangka kerja keseluruhan dari kehidupan pribadi rumahtangga. Secara umum rumahtangga miskin hidup dalam kondisi yang lebih berbahaya, lingkungan yang kurang bersih, mempunyai kontribusi terhadap tingkat kesehatan yang rendah dan produktivitas anggota rumahtangga yang lebih rendah. Departemen Pertanian pada tahun 2006 mengeluarkan metode penetapan rumahtangga miskin dengan menggunakan pendekatan kemiskinan relatif. Jenis pertanyaan yang dikumpulkan terdiri atas 20 pertanyaan inti yang terbagi dalam sembilan kelompok pertanyaan sebagai berikut: 1. Keterangan umum rumahtangga meliputi: pendidikan kepala rumahtangga, jumlah anggota rumahtangga, jumlah anggota rumahtangga balita, jumlah anak usia sekolah 7 – 15 tahun dan jumlah anak usia 7 – 15 tahun yang masih sekolah. 2. Keterangan kondisi rumah tempat tinggal meliputi: luas lantai, jenis lantai, sumber air minum dan sumber penerangan. 3. Keterangan rumahtangga mengkonsumsi dagingayamikantelur selama seminggu yang lalu. 4. Keterangan tentang ketersediaan bahan makanan pokok. 5. Keterangan lapangan usaha dari pekerjaan utama rumahtangga. 6. Keterangan tentang kemampuan daya beli rumahtangga yang diukur melalui kemampuan membeli pakaian dalam satu tahun terakhir. 7. Keterangan tentang kepemilikan asset yang meliputi: luas lahan sawahladangkebun, kepemilikan kendaraan bermotor, kepemilikan sepedasampankendaraan tidak bermotor lainnya, kepemilikan tempat tidur dengan kasurbusa dan kepemilikan hewan ternak besar babi, sapi, kerbau dan lainnya. 8. Keterangan tentang pengeluaran rumahtangga yang meliputi: pengeluaran untuk makanan sebulan dan total pengeluaran sebulan. 9. Pendapat pencacah tentang keadaan rumahtangga apakah miskin atau tidak. Variabel-variabel yang digunakan dalam pendekatan kemiskinan relatif Departemen Pertanian ini selanjutnya digunakan dalam menentukan faktor penciri dan karakteristik rumahtangga miskin di daerah pertanian karena telah memperhatikan kondisi spesifik lokasi di daerah pertanian, dimana pada kajian- kajian yang telah dilakukan belum memperhatikan kondisi spesifik lokasi.

2.5 Tipologi Kemiskinan Desa