58
6.4.3 Aspek Spasial
Aspek spasial merupakan kajian terhadap pengelolaan yang dilakukan pada suatu kawasan wisata serta bagaimana sistem zonasi yang dilakukan terkait
keberadaan wisata tersebut. Kajian mengenai aspek spasial yang dilakukan dalam penelitian adalah untuk melihat peran serta fungsi dari masing-masing stakeholder
terkait serta membandingkan peran dan fungsi stakeholder sebelum dan sesudah penetapan kawasan wisata Gunung Bunder menjadi TNGHS. Selanjutnya sistem
zonasi yang telah dilakukan oleh pengelola dijelaskan secara deskriptif. Hal tersebut dilakukan untuk memperlihatkan kondisi spasial kawasan Gunung
Bunder saat ini guna melihat prospek pengembangan kedepan. Kawasan wisata Gunung Bunder merupakan suatu kawasan hutan yang
sebelumnya dikelola oleh Perum Perhutani. Dalam pengelolaan yang dilakukan oleh Perum Perhutani kawasan wisata Gunung Bunder merupakan suatu kawasan
hutan produksi juga merupakan kawasan wisata yang peruntukkannya adalah sebagai pendukung jasa-jasa lingkungan. Peran Perum Perhutani saat mengelola
kawasan wisata Gunung Bunder adalah sebagai pengelola dan pengembang objek wisata secara penuh tanpa adanya kerjasama dengan instansi swasta atau instansi
pemerintah lainnya. Kebijakan yang telah dilakukan oleh Perum Perhutani adalah dengan melakukan penataan kawasan hutan sebagai objek wisata termasuk dalam
membangun beberapa aset bangunan seperti pintu gerbang, pos tiket, musholla dan toilet. Selama pengelolaan Kawasan Wisata Gunung Bunder Perum Perhutani
melibatkan masyarakat sekitar untuk bekerja sama dalam pengelolaan kawasan wisata dengan melibatkan masyarakat dalam K3 Kebersihan, ketertiban,
keamanan melalui sistem PHBM Pengelolaan Hutan berbasis masyarakat. Adapun saat ini pengelolaan kawasan wisata Gunung Bunder dilakukan oleh
TNGHS. Oleh karena itu Perum Perhutani saat ini tidak memiliki peran apapun dalam pengelolaan tetapi Perum Perhutani tetap menjaga aset yang ada di
kawasan wisata tersebut. Pengelolaan kawasan wisata Gunung Bunder saat ini dilakukan oleh pihak taman nasional tentunya sejalan dengan pengelolaan yang
dilakukan oleh Perum Perhutani hanya saja pengelolaan kawasan wisata Gunung Bunder saat ini lebih mengedepankan prinsip konservasi dan kelestarian alam
serta mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya secara berkelanjutan. Oleh
59 karena itu perlu diketahui peran serta fungsi masing-masing stakeholder terkait
pengelolaan kawasan wisata Gunung Bunder untuk mengetahui bagaimana peran dan fungsi pengelolaan sebelum dan sesudah dijadikannya kawasan TNGHS di
kawasan wisata Gunung Bunder. Hal ini dilakukan untuk memberikan gambaran pengelolaan yang dapat dilakukan terkait peran dan fungsi stakeholder saat ini.
peran dan fungsi stakeholder terkait mengelolaan tersebut dapat diketahui pada Tabel 24.
Tabel 24 Peranan dan fungsi stakeholder terkait pengelolaan kawasan wisata Gunung Bunder
Stakeholder Sebelum
Sesudah Peranan
Fungsi Peranan
Fungsi Kepala Resort
Gunung Bunder II
Mitra Kerja dalam kelestarian
dan jasa lingkungan
Membantu perhutani dalam
mempertahankan jasa lingkungan
yang ada di kawasan.
Sebagai pengelola
kawasan wisata Gunung Bunder
dan GSE. Menjaga,
memantau dan mengelola,
melestarikan daerah Gunung
Salak Endah, membuat zonasi
terkait dengan pengelolaan dan
konservasi, membatasi dan
memagari aktivitas
masyarakat yang bertentangan
dengan prinsip konservasi
Perum Perhutani
Sebagai pengelola dan
pengembang objek wisata
tertentu di GSE secara penuh
Penataan kawasan hutan
sebagai Objek Wisata dan jasa
lingkungan Perhutani tidak
memiliki peran dalam
pengelolaan Menjaga aset
yang ada di TNGHS
Sumber : Data Primer, Diolah 2013
Berdasarkan Tabel 24 terlihat bahwa status kawasan wisata Gunung Bunder menjadi TNGHS lebih mengedepankan nilai-nilai konservasi. Hal tersebut
merupakan nilai tambah bagi keberadaan wisata Gunung Bunder karena memiliki potensi untuk dikembangkan ke arah ekowisata lebih lanjut. Upaya pencapaian
pengembangan wisata tersebut tentunya dapat dilakukan dengan pengelolaan yang baik serta didukung oleh masyarakat sekitar agar tercipta kawasan wisata yang
berkelanjutan. Sejalan dengan visi dan misi TNGHS melakukan beberapa kebijakan terkait
pengelolaan. Kebijakan tersebut dimaksudkan untuk menjaga keberadaan
60 kawasan tetap dalam koridor atau batas konservasi. Adapun kebijakan yang
dilakukan adalah dengan membuat zonasi di masing-masing wilayah taman nasional termasuk pada kawasan wisata Gunung Bunder.
Peran pengeloaan yang dilakukan oleh taman nasional saat ini adalah untuk mengawasi serta menjalankan fungsi-fungsi konservasi dengan membatasi
aktivitas-aktivitas yang tidak sejalan dengan kelestarian alam. Oleh karena itu taman nasional mempunyai peran yang kuat dalam pengelolaan kawasan wisata
Gunung Bunder. Adapun pengelolaan yang dilakukan saat ini disesuaikan dengan sistem zonasi yang telah dilakukan.
Adapun pembagian sistem zonasi yang telah dilakukan disesuaikan dengan kondisi alam serta potensi alam yang ada di kawasan taman nasional. Zonasi
tersebut meliputi zona initi, zona rimba, zona pemanfaatan, zona rehabilitasi, zona khusus, zona tradisional, dan zona budaya. kawasan Gunung Bunder termasuk ke
dalam zona pemanfaatan dikarenakan kondisi dan potensi alamnya dapat dimanfaatkan untuk kegiatan wisata dan jasa lingkungan. Adapun kriteria zona
pemanfaatan merupakan suatu kawasan yang memiliki potensi obyek dan daya tarik wisata yang dapat dikembangkan untuk kegiatan pendidikan, pengembangan,
dan jasa lingkungan selain itu zona pemanfaatan juga merupakan suatu kawasan yang memungkinkan dibangun fasilitas wisata, pendidikan, dan penelitian, serta
tidak berbatasan langsung dengan zona Inti.
61
VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1
Simpulan
1. Terdapat dua faktor sosial ekonomi yang berpengaruh terhadap fungsi
permintaan kawasan wisata Gunung Bunder. Faktor-faktor tersbut tersebut adalah umur dan lama mengetahui objek wisata.
2. Hasil perhitungan menunjukkan surplus konsumen pengunjung kawasan
Gunung Bunder per kunjungan adalah sebesar Rp 115 027 per individu sehingga didapatkan nilai ekonomi kawasan wisata Gunung Bunder adalah
sebesar 3 163 231 383 per tahun.
3. Nilai dampak ekonomi langsung kawasan wisata Gunung Bunder yaitu
sebesar Rp 36 051 670, dampak ekonomi tidak langsung adalah sebesar
Rp 32 791 338 dan dampak ekonomi lanjutan adalah sebesar Rp 18 603 332. Nilai keynesian income multiplier adalah sebesar 1.77. Nilai ratio
income multiplier tipe I adalah sebesar 1.91 dan ratio income multiplier tipe II adalah sebesar 2.43. Berdasarkan hasil yang didapatkan dapat
disimpulkan bahwa kawasan wisata Gunung Bunder memiliki nilai ekonomi dan dampak ekonomi yang besar pengaruhnya terhadap masyarakat lokal
karena dapat memberikan manfaat ekonomi yang cukup besar sehingga wisata Gunung Bunder harus terus dipertahankan.
4. Kawasan wisata Gunung Bunder berpotensi dikembangkan untuk kawasan
wisata alam yang harus dijaga keberlanjutannya. Hal tersebut dapat dilihat berdasarkan daya tarik yang paling diminati oleh pengunjung yaitu
pemandangan indah dan udara segar, selain itu keberadaan wisata Gunung
Bunder juga memberikan manfaat positif bagi masyarakat sekitar yaitu dapat meningkatkan pendapatan dan menciptakan lapangan pekerjaan baru.
7.2 Saran
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan untuk pengambilan keputusan selanjutnya bagi pengelola kawasan wisata untuk pengembangan dan
pengelolaan wisata selanjutnya. Berdasarkan hasil dan pembahasan serta