PEMURNIAN PIKIRAN
4. PEMURNIAN PIKIRAN
“Ada, O para bhikkhu, noda-noda kasar pada emas, seperti debu dan tanah, batu dan pasir. Sekarang si pandai emas atau muridnya pertama-tama menuangkan emas itu ke dalam sebuah palung dan mencucinya, membilasnya, dan membersihkannya secara seksama. Setelah ia melakukan hal itu, masih tersisa noda-noda menengah pada emas itu, seperti bebatuan halus dan pasir kasar. Kemudian si pandai emas atau muridnya mencucinya, membilasnya, dan membersihkannya lagi. Setelah ia melakukan hal itu, masih tersisa noda-noda halus pada emas itu, seperti pasir halus dan debu hitam.
Sekarang si pandai emas atau muridnya mengulangi pencucian, dan setelah itu hanya tersisa debu emas.
“Sekarang ia menuangkan emas itu ke dalam kendi peleleh, meleburnya, dan melelehkannya. Tetapi ia masih belum mengeluarkannya dari kendi, karena noda-noda yang seharusnya dihilangkan masih belum sepenuhnya dihilangkan dan emas itu masih belum cukup lentur, dapat dikerjakan, dan cemerlang; emas itu masih rapuh dan belum dapat dibentuk dengan mudah. Tetapi tiba saatnya ketika si pandai emas atau muridnya mengulangi peleburan itu dengan seksama, sehingga cacat-cacatnya sepenuhnya telah dihilangkan. Emas itu sekarang sudah cukup lentur, dapat dikerjakan, dan cemerlang, dan mudah dibentuk. Perhiasan apapun yang ingin dikerjakan oleh si pandai emas itu, apakah mahkota, giwang, kalung, atau rantai emas, emas itu sekarang dapat digunakan untuk tujuan itu.
“Demikian pula, para bhikkhu, pada seorang bhikkhu yang menekuni latihan pikiran yang lebih tinggi: terdapat dalam dirinya noda-noda kasar, yaitu, perilaku buruk dalam jasmani, ucapan, dan pikiran. Perilaku-perilaku demikian ditinggalkan, dihalau, dilenyapkan, dan dihapuskan oleh seorang bhikkhu yang tekun dan terampil.
“Ketika ia telah meninggalkan hal-hal ini, masih ada noda-noda tingkat menengah yang melekat padanya, yaitu, pikiran-pikiran indriawi, pikiran-pikiran permusuhan, dan pikiran-pikiran mencelakai. 172 Pikiran-pikiran yang ditinggalkan, dihalau, dilenyapkan, dan dihapuskan oleh seorang bhikkhu yang tekun dan terampil.
“Ketika ia telah meninggalkan ini, masih ada ketidakmurnian yang melekat padanya, yaitu, pikiran mengenai sanak-saudara, kampung “Ketika ia telah meninggalkan ini, masih ada ketidakmurnian yang melekat padanya, yaitu, pikiran mengenai sanak-saudara, kampung
“Ketika ia telah meninggalkan hal-hal ini, masih ada pikiran- pikiran sehubungan dengan ajaran yang tertinggal. 173 Konsentrasi masih belum damai dan luhur; masih belum mencapai ketenangan penuh, juga belum mencapai keterpusatan pikiran; konsentrasi ini dipelihara oleh penekanan keras pada kekotoran-kekotoran.
“Tetapi tiba saatnya ketika pikirannya menjadi kokoh, tenang, terpusat, dan terkonsentrasi. Konsentrasi itu kemudian menjadi tenang dan halus; konsentrasi ini telah mencapai ketenangan penuh dan mencapai keterpusatan pikiran; konsentrasi ini tidak dipelihara oleh penekanan keras pada kekotoran-kekotoran.
“Kemudian, kondisi pikiran apapun yang dapat ditembus oleh pengetahuan langsung, ia mengarahkan pikirannya, ia mencapai kapasitas menembus kondisi itu dengan pengetahuan langsung, jika kondisi yang diperlukan telah diperoleh. 174
“Jika ia berkehendak: ‘Semoga aku memiliki berbagai jenis kekuatan spiritual: dari satu, semoga aku menjadi banyak; dari banyak, semoga aku menjadi satu; semoga aku dapat muncul dan lenyap; pergi tanpa terhalangi menembus tembok, menembus benteng, menembus gunung seolah-olah menembus ruang kosong, menyelam masuk dan keluar dari tanah seolah-olah di dalam air; berjalan di atas air tanpa tenggelam seolah-olah di atas tanah; berjalan di angkasa seperti burung sambil duduk bersila; menyentuh dan memegang bulan dan matahari dengan tanganku, begitu kuat dan perkasa’ – ia mencapai kapasitas menembus kondisi itu dengan pengetahuan langsung, jika kondisi yang diperlukan telah diperoleh.
“Jika ia berkehendak: ‘Dengan elemen telinga dewa, yang murni dan melampaui manusia, semoga aku mendengar kedua jenis suara, surgawi dan duniawi, yang jauh maupun dekat’ – ia mencapai kapasitas menembus kondisi itu dengan pengetahuan langsung, jika kondisi yang diperlukan telah diperoleh.
“Jika ia berkehendak: ‘Semoga aku memahami pikiran makhluk- makhluk lain, orang-orang lain, setelah melingkupi pikiran mereka dengan pikiranku. Semoga aku memahami pikiran dengan nafsu sebagai pikiran dengan nafsu; pikiran tanpa nafsu sebagai pikiran tanpa nafsu; pikiran dengan kebencian sebagai pikiran dengan kebencian; pikiran tanpa kebencian sebagai pikiran tanpa kebencian; pikiran dengan delusi sebagai pikiran dengan delusi; pikiran tanpa delusi sebagai pikiran tanpa delusi; pikiran mengerut sebagai mengerut, dan pikiran kacau sebagai kacau; pikiran luhur sebagai luhur, dan pikiran tidak luhur sebagai tidak luhur; pikiran terbatas sebagai terbatas, dan pikiran tidak terbatas sebagai tidak terbatas; pikiran terkonsentrasi sebagai terkonsentrasi, dan pikiran tidak terkonsentrasi sebagai tidak terkonsentrasi; pikiran terbebaskan sebagai terbebaskan, dan pikiran tidak terbebaskan sebagai tidak terbebaskan’ – ia mencapai kapasitas menembus kondisi itu dengan pengetahuan langsung, jika kondisi yang diperlukan telah diperoleh.
“Jika ia berkehendak: ‘Semoga aku mengingat banyak kehidupan lampauku … [baca teks II, 3(2) §38] … dengan segala aspek dan ciri- cirinya’ – ia mencapai kapasitas menembus kondisi itu dengan pengetahuan langsung, jika kondisi yang diperlukan telah diperoleh.
“Jika ia berkehendak, ‘Dengan mata dewa, yang murni dan melampaui manusia, semoga aku melihat makhluk-makhluk meninggal dunia dan terlahir kembali, hina dan mulia, cantik dan buruk rupa, kaya dan miskin … [baca Teks II, 3(2) §40] … dan “Jika ia berkehendak, ‘Dengan mata dewa, yang murni dan melampaui manusia, semoga aku melihat makhluk-makhluk meninggal dunia dan terlahir kembali, hina dan mulia, cantik dan buruk rupa, kaya dan miskin … [baca Teks II, 3(2) §40] … dan
“Jika ia berkehendak, ‘Dengan hancurnya noda-noda, semoga aku dalam kehidupan ini masuk dan berdiam dalam kebebasan pikiran tanpa noda, kebebasan melalui kebijaksanaan, dengan menembusnya untuk diriku dengan pengetahuan langsung’ – ia mencapai kapasitas menembus kondisi itu dengan pengetahuan langsung, jika kondisi yang diperlukan telah diperoleh.”
(AN 3:100 §§1-10; I 253-56)