DENGAN BENAR MENILAI OBJEK-OBJEK KEMELEKATAN

3. DENGAN BENAR MENILAI OBJEK-OBJEK KEMELEKATAN

1. DEMIKIANLAH YANG KUDENGAR. Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika.

2. Kemudian, pada pagi harinya, sejumlah bhikkhu merapikan jubah, dan dengan membawa mangkuk dan jubah luar mereka, memasuki Sāvatthī untuk menerima dana makanan. Kemudian mereka berpikir: “Masih terlalu pagi untuk pergi menerima dana makanan. Bagaimana jika kami pergi ke taman para pengembara sekte lain.” Maka mereka pergi ke taman para pengembara sekte lain dan saling bertukar sapa dengan para pengembara. Setelah ramah- 2. Kemudian, pada pagi harinya, sejumlah bhikkhu merapikan jubah, dan dengan membawa mangkuk dan jubah luar mereka, memasuki Sāvatthī untuk menerima dana makanan. Kemudian mereka berpikir: “Masih terlalu pagi untuk pergi menerima dana makanan. Bagaimana jika kami pergi ke taman para pengembara sekte lain.” Maka mereka pergi ke taman para pengembara sekte lain dan saling bertukar sapa dengan para pengembara. Setelah ramah-

3. “Teman-teman, Petapa Gotama menjelaskan pemahaman penuh pada kenikmatan indria, dan kami juga demikian; Petapa Gotama menjelaskan pemahaman penuh pada bentuk materi, dan kami juga demikian; Petapa Gotama menjelaskan pemahaman penuh pada perasaan, dan kami juga demikian. Kalau begitu, apakah perbedaannya di sini, apakah kesenjangannya, apakah yang tidak sama antara ajaran Petapa Gotama akan Dhamma dan ajaran kami, antara instruksi-instruksi Beliau dan instruksi-instruksi kami?” 131

4. Kemudian para bhikkhu itu tidak menyetujui juga tidak membantah kata-kata para pengembara itu. Dengan tidak melakukan kedua hal itu mereka bangkit dari duduk dan pergi, dengan berpikir: “kami akan memahami makna dari kata-kata ini di hadapan Sang Bhagavā.”

5. Ketika mereka telah pergi ke Sāvatthī untuk menerima dana makanan dan telah kembali dari perjalanan itu, setelah makan mereka menghadap Sang Bhagavā, dan setelah bersujud kepada Beliau, mereka duduk di satu sisi dan memberitahukan apa yang telah terjadi. [Sang Bhagavā berkata:]

6. “Para bhikkhu, para pengembara sekte lain yang berkata demikian harus ditanya sebagai berikut: ‘Tetapi, teman-teman, apakah kepuasan, apakah bahaya, apakah jalan membebaskan diri sehubungan dengan kenikmatan indria? Apakah kepuasan, apakah bahaya, apakah jalan membebaskan diri sehubungan dengan bentuk? Apakah kepuasan, apakah bahaya, apakah jalan membebaskan diri sehubungan dengan perasaan?’ Dengan ditanya demikian, para pengembara sekte lain tidak akan mampu menjelaskan hal itu, dan lebih jauh lagi, mereka akan mengalami kesulitan. Mengapakah?

Karena hal ini bukanlah wilayah mereka. Para bhikkhu, Aku tidak melihat satu pun di dunia ini dengan para dewa, Māra, dan Brahmānya, dalam populasi ini dengan para petapa dan brahmana, para deva dan manusianya, yang mampu memuaskan pikiran dengan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini, kecuali Sang Tathāgata atau para siswaNya yang telah mempelajarinya dari Beliau.

(KENIKMATAN INDRIA)

7. (i) “Dan apakah, para bhikkhu, kepuasan sehubungan dengan kenikmatan indria? Para bhikkhu, terdapat lima utas kenikmatan indria ini. Apakah lima ini? Bentuk-bentuk yang dikenali oleh mata yang diharapkan, diinginkan, menyenangkan dan disukai, terhubung dengan kenikmatan indria, dan merangsang nafsu. Suara-suara yang dikenali oleh telinga.... Bau-bauan yang dikenali oleh hidung.... Rasa kecapan yang dikenali oleh lidah.... Obyek-obyek sentuhan yang dikenali oleh badan yang diharapkan, diinginkan, menyenangkan dan disukai, terhubung dengan kenikmatan indria, dan merangsang nafsu. Ini adalah lima utas kenikmatan indria. Kenikmatan dan kegembiraan yang muncul dengan bergantung pada kelima utas kenikmatan indria ini adalah kepuasan sehubungan dengan kenikmatan indria.

8. (ii) “Dan apakah, para bhikkhu, bahaya sehubungan dengan kenikmatan indria? Di sini, para bhikkhu, sehubungan dengan keterampilan yang dimiliki oleh seorang anggota keluarga untuk mencari nafkah – apakah memeriksa, mencatat, menghitung, bertani, berdagang, beternak, memanah, melayani kerajaan, atau keterampilan apapun juga – ia harus mengalami dingin dan panas; ia terluka oleh kontak dengan lalat, nyamuk, angin, matahari, dan hewan melata; ia terancam kematian oleh lapar dan haus. Ini adalah bahaya sehubungan dengan kenikmatan indria, kumpulan 8. (ii) “Dan apakah, para bhikkhu, bahaya sehubungan dengan kenikmatan indria? Di sini, para bhikkhu, sehubungan dengan keterampilan yang dimiliki oleh seorang anggota keluarga untuk mencari nafkah – apakah memeriksa, mencatat, menghitung, bertani, berdagang, beternak, memanah, melayani kerajaan, atau keterampilan apapun juga – ia harus mengalami dingin dan panas; ia terluka oleh kontak dengan lalat, nyamuk, angin, matahari, dan hewan melata; ia terancam kematian oleh lapar dan haus. Ini adalah bahaya sehubungan dengan kenikmatan indria, kumpulan

9. “Jika tidak ada penghasilan yang didapat oleh anggota keluarga sewaktu ia bekerja dan berjuang dan berusaha, maka ia berdukacita, bersedih, dan meratap, ia menangis sambil memukul dadanya dan menjadi kebingungan, mengeluhkan: ‘Pekerjaanku sia-sia, usahaku tidak membuahkan hasil!’ Ini juga adalah bahaya sehubungan dengan kenikmatan indria, kumpulan penderitaan yang terlihat dalam kehidupan ini, dengan kenikmatan indria sebagai sebab, sumber, dan landasannya, penyebabnya hanyalah kenikmatan indria.

10. “Jika ada penghasilan yang didapat oleh anggota keluarga sewaktu ia bekerja dan berjuang dan berusaha demikian, ia mengalami kesakitan dan kesedihan dalam menjaganya: ‘Bagaimana agar raja atau pencuri tidak merampas hartaku, juga agar api tidak membakarnya, juga agar air tidak menghanyutkannya, juga agar pewaris yang tidak diharapkan tidak merampasnya?’ Dan ketika ia menjaga dan melindunginya, raja atau pencuri merampasnya, atau api membakarnya, atau air menghanyutkannya, atau pewaris yang tidak diharapkan merampasnya. Dan ia berdukacita, bersedih, dan meratap, ia menangis sambil memukul dadanya dan menjadi kebingungan, mengeluhkan: ‘Apa yang kumiliki sudah tidak ada lagi!’ Ini juga adalah bahaya sehubungan dengan kenikmatan indria, kumpulan penderitaan yang terlihat dalam kehidupan ini, dengan kenikmatan indria sebagai sebab, sumber, dan landasannya, penyebabnya hanyalah kenikmatan indria.

11. “Kemudian lagi, dengan kenikmatan indria sebagai sebab … raja-raja berselisih dengan raja-raja, para khattiya berselisih dengan para khattiya, para brahmana berselisih dengan para brahmana, para 11. “Kemudian lagi, dengan kenikmatan indria sebagai sebab … raja-raja berselisih dengan raja-raja, para khattiya berselisih dengan para khattiya, para brahmana berselisih dengan para brahmana, para

12. “Kemudian lagi, dengan kenikmatan indria sebagai sebab ... orang-orang mengambil pedang dan perisai dan mengikatkan busur dan tempat anak panah, dan dalam peperangan dalam barisan berlapis ganda mereka menyerang dengan anak-anak panah dan tombak beterbangan dan pedang berkelebatan; dan di sana mereka terluka oleh anak-anak panah dan tombak, dan kepala mereka terpenggal oleh pedang, yang mana mereka menimbulkan kematian atau penderitaan mematikan. Ini juga adalah bahaya sehubungan dengan kenikmatan indria, kumpulan penderitaan yang terlihat dalam kehidupan ini, dengan kenikmatan indria sebagai sebab, sumber, dan landasannya, penyebabnya hanyalah kenikmatan indria.

13. “Kemudian lagi, dengan kenikmatan indria sebagai sebab ... orang-orang mengambil pedang dan perisai dan mengikatkan busur dan tempat anak panah, mereka menyerang benteng, dengan anak- anak panah dan tombak beterbangan dan pedang berkelebatan; dan di sana mereka terluka oleh anak-anak panah dan tombak dan tersiram 13. “Kemudian lagi, dengan kenikmatan indria sebagai sebab ... orang-orang mengambil pedang dan perisai dan mengikatkan busur dan tempat anak panah, mereka menyerang benteng, dengan anak- anak panah dan tombak beterbangan dan pedang berkelebatan; dan di sana mereka terluka oleh anak-anak panah dan tombak dan tersiram

14. “Kemudian lagi, dengan kenikmatan indria sebagai sebab ... orang-orang mendobrak masuk ke rumah-rumah, merampas harta, melakukan perampokan, menyergap di jalan-jalan, menggoda istri orang lain, dan ketika mereka tertangkap, raja menjatuhkan berbagai hukuman pada mereka ... yang mana mereka menimbulkan kematian atau penderitaan mematikan. Ini juga adalah bahaya sehubungan dengan kenikmatan indria, kumpulan penderitaan yang terlihat dalam kehidupan ini, dengan kenikmatan indria sebagai sebab, sumber, dan landasannya, penyebabnya hanyalah kenikmatan indria.

15. “Kemudian lagi, dengan kenikmatan indria sebagai sebab, kenikmatan indria sebagai sumber, kenikmatan indria sebagai dasar, penyebabnya hanyalah kenikmatan indria, orang-orang melakukan perilaku salah dalam perbuatan, ucapan, dan pikiran. Setelah melakukan demikian, ketika hancurnya jasmani, setelah kematian, mereka muncul kembali dalam kondisi buruk, di alam tujuan kelahiran yang tidak bahagia, dalam kesengsaraan, bahkan di dalam neraka. Ini juga adalah bahaya sehubungan dengan kenikmatan indria, kumpulan penderitaan dalam kehidupan mendatang, 132 dengan kenikmatan indria sebagai sebab, kenikmatan indria sebagai sumber, kenikmatan indria sebagai dasar, penyebabnya hanyalah kenikmatan indria.

16 (iii) “Dan apakah, para bhikkhu, jalan membebaskan diri sehubungan dengan kenikmatan indria? Yaitu lenyapnya keinginan 16 (iii) “Dan apakah, para bhikkhu, jalan membebaskan diri sehubungan dengan kenikmatan indria? Yaitu lenyapnya keinginan

17. “Bahwa para petapa dan brahmana yang tidak memahami sebagaimana adanya kepuasan sebagai kepuasan, bahaya sebagai bahaya, dan jalan membebaskan diri sebagai jalan membebaskan diri sehubungan dengan kenikmatan indria, dapat oleh mereka sendiri memahami sepenuhnya kenikmatan indria atau mengajarkan kepada orang lain sehingga orang itu dapat memahami sepenuhnya kenikmatan indria – itu adalah tidak mungkin. Bahwa para petapa dan brahmana yang memahami sebagaimana adanya kepuasan sebagai kepuasan, bahaya sebagai bahaya, dan jalan membebaskan diri sebagai jalan membebaskan diri sehubungan dengan kenikmatan indria, dapat oleh mereka sendiri memahami sepenuhnya kenikmatan indria atau mengajarkan kepada orang lain sehingga orang itu dapat memahami sepenuhnya kenikmatan indria – itu adalah mungkin.

(BENTUK)

18. (i) “Dan apakah, para bhikkhu, kepuasan sehubungan dengan bentuk? Misalkan terdapat seorang gadis dari kasta khattiya atau kasta brahmana atau perumah-tangga, berusia lima belas atau enam belas tahun, tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu pendek, tidak terlalu kurus juga tidak terlalu gemuk, kulitnya tidak terlalu gelap juga tidak terlalu cerah. Apakah kecantikan dan kemenarikannya sedang berada pada puncaknya?” – “Benar, Yang Mulia.” – “Kenikmatan dan kegembiraan yang bergantung pada kecantikan dan kemenarikan itu adalah kepuasan sehubungan dengan bentuk.

19. (ii) “Dan apakah, para bhikkhu, bahaya sehubungan dengan bentuk? Kemudian seseorang melihat perempuan yang sama di sini pada usia delapan puluh, Sembilan puluh, atau seratus tahun, tua, 19. (ii) “Dan apakah, para bhikkhu, bahaya sehubungan dengan bentuk? Kemudian seseorang melihat perempuan yang sama di sini pada usia delapan puluh, Sembilan puluh, atau seratus tahun, tua,

20. “Kemudian lagi, seseorang melihat perempuan yang sama ini sakit, menderita, dan sakit keras, berbaring dengan dikotori oleh kotoran dan air kencingnya sendiri, diangkat oleh beberapa orang dan dibaringkan oleh orang lain. Bagaimana menurut kalian, para bhikkhu? Apakah kecantikan dan kemenarikannya sebelumnya lenyap dan bahayanya menjadi nyata?” – “Benar, Yang Mulia.” – “Para bhikkhu, ini juga adalah bahaya sehubungan dengan bentuk.

21. “Kemudian lagi, seseorang melihat perempuan yang sama ini sebagai mayat yang dibuang di pekuburan, satu, dua, tiga hari setelah kematian, membengkak, memucat, dan cairan menetes. Bagaimana menurut kalian, para bhikkhu? Apakah kecantikan dan kemenarikannya sebelumnya lenyap dan bahayanya menjadi nyata?” – “Benar, Yang Mulia.” – “Para bhikkhu, ini juga adalah bahaya sehubungan dengan bentuk.

22-29. “Kemudian lagi, seseorang melihat perempuan yang sama ini sebagai mayat yang dibuang di pekuburan, dimangsa oleh burung gagak, burung elang, burung nasar, anjing, serigala, atau berbagai jenis belatung ... tulang-belulang dengan daging dan darah, terangkai oleh urat ... tulang-belulang tanpa daging berlumuran darah, terangkai oleh urat ... tulang-belulang tanpa daging dan darah, terangkai oleh urat … tulang-belulang yang tercerai-berai di segala penjuru – di sini tulang lengan, di sana tulang kaki, di sini tulang 22-29. “Kemudian lagi, seseorang melihat perempuan yang sama ini sebagai mayat yang dibuang di pekuburan, dimangsa oleh burung gagak, burung elang, burung nasar, anjing, serigala, atau berbagai jenis belatung ... tulang-belulang dengan daging dan darah, terangkai oleh urat ... tulang-belulang tanpa daging berlumuran darah, terangkai oleh urat ... tulang-belulang tanpa daging dan darah, terangkai oleh urat … tulang-belulang yang tercerai-berai di segala penjuru – di sini tulang lengan, di sana tulang kaki, di sini tulang

30. (iii) “Dan apakah, para bhikkhu, jalan membebaskan diri sehubungan dengan bentuk? Yaitu pelenyapan keinginan dan nafsu, ditinggalkannya keinginan dan nafsu pada bentuk. Ini adalah jalan membebaskan diri sehubungan dengan bentuk.

31. “Bahwa para petapa dan brahmana yang tidak memahami sebagaimana adanya kepuasan sebagai kepuasan, bahaya sebagai bahaya, dan jalan membebaskan diri sebagai jalan membebaskan diri sehubungan dengan bentuk, dapat oleh mereka sendiri memahami sepenuhnya bentuk atau mengajarkan kepada orang lain sehingga orang itu dapat memahami sepenuhnya bentuk – itu adalah tidak mungkin. Bahwa para petapa dan brahmana yang memahami sebagaimana adanya kepuasan sebagai kepuasan, bahaya sebagai bahaya, dan jalan membebaskan diri sebagai jalan membebaskan diri sehubungan dengan bentuk, dapat oleh mereka sendiri memahami sepenuhnya bentuk atau mengajarkan kepada orang lain sehingga orang itu dapat memahami sepenuhnya bentuk – itu adalah mungkin.

(PERASAAN)

32. (i) “Dan apakah, para bhikkhu, kepuasan sehubungan dengan perasaan? Di sini, para bhikkhu, dengan cukup terasing dari kenikmatan indria, terasing dari kondisi-kondisi tidak bermanfaat, 32. (i) “Dan apakah, para bhikkhu, kepuasan sehubungan dengan perasaan? Di sini, para bhikkhu, dengan cukup terasing dari kenikmatan indria, terasing dari kondisi-kondisi tidak bermanfaat,

33-35. “Kemudian lagi, dengan menenangkan awal pikiran dan kelangsungan pikiran, seorang bhikkhu masuk dan berdiam dalam jhāna ke dua ... dengan meluruhnya sukacita ... ia masuk dan berdiam dalam jhāna ke tiga ... dengan meninggalkan kenikmatan dan kesakitan ia masuk dan berdiam dalam jhāna ke empat ... Pada saat itu ia tidak menghendaki penderitaannya sendiri, atau penderitaan orang lain, atau penderitaan keduanya. Pada saat itu ia hanya merasakan perasaan yang bebas dari penderitaan. Kepuasan tertinggi sehubungan dengan perasaan adalah kebebasan dari penderitaan, Aku katakan.

36. (ii) “Dan apakah, para bhikkhu, bahaya sehubungan dengan perasaan? Perasaan adalah tidak kekal, penderitaan, dan tunduk pada perubahan. Ini adalah bahaya sehubungan dengan perasaan.

37. (iii) “Dan apakah, para bhikkhu, jalan membebaskan diri sehubungan dengan perasaan? Yaitu pelenyapan keinginan dan nafsu, ditinggalkannya keinginan dan nafsu pada perasaan. Ini adalah jalan membebaskan diri sehubungan dengan perasaan.

38. “Bahwa para petapa dan brahmana yang tidak memahami sebagaimana adanya kepuasan sebagai kepuasan, bahaya sebagai bahaya, dan jalan membebaskan diri sebagai jalan membebaskan diri sehubungan dengan perasaan, dapat oleh mereka sendiri memahami 38. “Bahwa para petapa dan brahmana yang tidak memahami sebagaimana adanya kepuasan sebagai kepuasan, bahaya sebagai bahaya, dan jalan membebaskan diri sebagai jalan membebaskan diri sehubungan dengan perasaan, dapat oleh mereka sendiri memahami

Itu adalah apa yang dikatakan oleh Sang Bhagavā. Para bhikkhu merasa puas dan gembira mendengar kata-kata Sang Bhagavā.

(MN 13: Mahādukkhakkhandha Sutta; I 84-90)