ASAL-MULA YANG TERLIHAT DAN LENYAPNYA PENDERITAAN

3. ASAL-MULA YANG TERLIHAT DAN LENYAPNYA PENDERITAAN

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang berdiam di sebuah kota orang-orang Malla bernama Uruvelakappa. Kemudian Bhadraka si

kepala desa 76 mendatangi Sang Bhagavā, memberi hormat kepada Beliau, duduk di satu sisi, dan berkata kepada Beliau: “Baik sekali, Yang Mulia, jika Bhagavā sudi mengajarkan kepadaku mengenai asal- mula dan lenyapnya penderitaan.”

“Kepala desa, jika Aku mengajarkan kepadamu mengenai asal- mula dan lenyapnya penderitaan masa lalu, dengan mengatakan, ‘Demikianlah di masa lalu,’ kebingungan dan keraguan mengenai hal itu akan muncul dalam dirimu. Dan jika Aku mengajarkan kepadamu mengenai asal-mula dan lenyapnya penderitaan masa depan, dengan mengatakan, ‘Demikianlah di masa depan,’ kebingungan dan keraguan mengenai hal itu akan muncul dalam dirimu. Sebaliknya, “Kepala desa, jika Aku mengajarkan kepadamu mengenai asal- mula dan lenyapnya penderitaan masa lalu, dengan mengatakan, ‘Demikianlah di masa lalu,’ kebingungan dan keraguan mengenai hal itu akan muncul dalam dirimu. Dan jika Aku mengajarkan kepadamu mengenai asal-mula dan lenyapnya penderitaan masa depan, dengan mengatakan, ‘Demikianlah di masa depan,’ kebingungan dan keraguan mengenai hal itu akan muncul dalam dirimu. Sebaliknya,

“Baik, Yang Mulia,” Kepala Desa Bhadraka menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut: “Bagaimana menurutmu kepala desa? Adakah orang-orang di Uruvelakappa yang jika dieksekusi, dipenjara, dihukum, atau dicela, maka kesedihan, ratapan, kesakitan, ketidaksenangan, dan keputusasaan muncul dalam dirimu?”

“Ada orang-orang demikian, Yang Mulia.” “Tetapi adakah orang-orang di Uruvelakappa yang jika mengalami

peristiwa demikian, maka kesedihan, ratapan, kesakitan, ketidaksenangan, dan keputusasaan tidak muncul dalam dirimu?”

“Ada orang-orang demikian, Yang Mulia.” “Kepala Desa, apakah sebab dan alasan mengapa sehubungan

dengan beberapa orang di Uruvelakappa, kesedihan, ratapan, kesakitan, ketidaksenangan, dan keputusasaan muncul dalam dirimu jika mereka dieksekusi, dipenjara, dihukum, atau dicela, sementara sehubungan dengan orang-orang lainnya, kesedihan, ratapan, kesakitan, ketidaksenangan, dan keputusasaan tidak muncul dalam dirimu?”

“Orang-orang di Uruvelakappa itu, Yang Mulia, yang sehubungan dengan mereka, kesedihan, ratapan, kesakitan, ketidaksenangan, dan keputusasaan muncul dalam diriku jika mereka dieksekusi, dipenjara, dihukum, atau dicela – mereka adalah orang-orang yang terhadap mereka aku memiliki keinginan dan keterikatan. Tetapi Orang-orang di Uruvelakappa itu, yang sehubungan dengan mereka tidak ada kesedihan, ratapan, kesakitan, ketidak-senangan, dan keputus-asaan “Orang-orang di Uruvelakappa itu, Yang Mulia, yang sehubungan dengan mereka, kesedihan, ratapan, kesakitan, ketidaksenangan, dan keputusasaan muncul dalam diriku jika mereka dieksekusi, dipenjara, dihukum, atau dicela – mereka adalah orang-orang yang terhadap mereka aku memiliki keinginan dan keterikatan. Tetapi Orang-orang di Uruvelakappa itu, yang sehubungan dengan mereka tidak ada kesedihan, ratapan, kesakitan, ketidak-senangan, dan keputus-asaan

“Kepala Desa, dengan prinsip ini yang terlihat, dipahami, segera tercapai, terukur, terapkan metode ini ke masa lalu dan ke masa depan sebagai berikut: ‘Penderitaan apapun yang muncul di masa lalu, semuanya itu muncul dengan berakar pada keinginan, dengan keinginan sebagai sumbernya; karena keinginan adalah akar dari penderitaan. Penderitaan apapun yang akan muncul di masa depan, semuanya itu muncul dengan berakar pada keinginan, dengan keinginan sebagai sumbernya; karena keinginan adalah akar dari penderitaan.’”

“Sungguh mengagumkan, Yang Mulia! Sungguh menakjubkan, Yang Mulia! Betapa indahnya hal itu dinyatakan oleh Bhagavā: ‘Penderitaan apapun yang muncul, semuanya itu muncul dengan berakar pada keinginan, dengan keinginan sebagai sumbernya; karena

keinginan adalah akar dari penderitaan.’ 77 Yang Mulia, aku memiliki seorang anak bernama Ciravāsī, yang menetap di tempat lain. Aku bangun pagi-pagi dan mengutus seseorang, dengan mengatakan, ‘Pergilah, dan lihat bagaimana keadaan Ciravāsī.’ Hingga orang itu kembali, Yang Mulia, aku merasa tidak tenang, berpikir, ‘Kuharap Ciravāsī tidak mengalami penderitaan apapun!’”

“Bagaimana menurutmu, Kepala Desa? Jika Ciravāsī dieksekusi, dipenjara, dihukum, atau dicela, apakah kesedihan, ratapan, kesakitan, ketidaksenangan, dan keputusasaan akan muncul dalam dirimu?”

“Yang Mulia, Jika Ciravāsī dieksekusi, dipenjara, dihukum, atau dicela, bahkan hidupku menjadi sia-sia, jadi bagaimana mungkin kesedihan, ratapan, kesakitan, ketidaksenangan, dan keputusasaan tidak muncul dalam diriku?”

“Demikianlah, Kepala Desa, dapat dipahami: ‘Penderitaan apapun yang muncul, semuanya itu muncul dengan berakar pada keinginan, dengan keinginan sebagai sumbernya; karena keinginan adalah akar dari penderitaan.’

“Bagaimana menurutmu, Kepala Desa? Sebelum engkau bertemu dengan istrimu atau mendengar tentangnya, apakah engkau memiliki keinginan, keterikatan, atau kasih sayang terhadapnya?”

“Tidak, Yang Mulia.” “Kalau begitu apakah, Kepala Desa, karena melihatnya atau

mendengar tentangnya maka keinginan, keterikatan, dan kasih sayang muncul dalam dirimu?”

“Benar, Yang Mulia.” “Bagaimana menurutmu, Kepala Desa? Jika istrimu dieksekusi,

dipenjara, dihukum, atau dicela, apakah kesedihan, ratapan, kesakitan, ketidaksenangan, dan keputusasaan akan muncul dalam dirimu?”