DUNIA DALAM KEKACAUAN

3. DUNIA DALAM KEKACAUAN

(1) Asal-mula Konflik

Brahmana Ārāmadaṇḍa mendatangi Yang Mulia Mahākaccāna, 22 saling bertukar sapa dengannya, dan bertanya: “Guru Kaccāna, mengapa para khattiya berselisih dengan para khattiya, para brahmana dengan para brahmana, dan para perumah tangga dengan para perumah tangga?”

“Brahmana, adalah karena kemelekatan pada kenikmatan indria, terikat pada kenikmatan indria, perasaan mendalam pada kenikmatan “Brahmana, adalah karena kemelekatan pada kenikmatan indria, terikat pada kenikmatan indria, perasaan mendalam pada kenikmatan

“Guru Kaccāna, mengapa para petapa berselisih dengan para petapa?” “Brahmana, adalah karena kemelekatan pada pandangan, terikat pada pandangan, perasaan mendalam pada pandangan, ketagihan pada pandangan, godaan pandangan, menggenggam erat pada pandangan sehingga para petapa berselisih dengan para petapa.”

(AN 2: iv, 6, diringkas; I 66)

(2) Mengapakah Makhluk-makhluk Hidup dalam Kebencian?

2.1. Sakka, penguasa para deva, 23 bertanya kepada Sang Bhagavā: “Makhluk-makhluk berkeinginan untuk hidup tanpa kebencian, tanpa mencelakai, tanpa permusuhan, dan tanpa perseteruan; mereka ingin hidup dalam kedamaian. Namun mereka hidup dalam kebencian, saling mencelakai satu sama lain, bermusuhan, dan sebagai musuh. Oleh belenggu apakah mereka terikat, Yang Mulia, sehingga mereka hidup demikian?”

[Sang Bhagavā berkata:] “Penguasa para deva, adalah belenggu iri- hati dan kekikiran yang mengikat makhluk-makhluk itu sehingga, walaupun mereka berkeinginan untuk hidup tanpa kebencian, tanpa mencelakai, tanpa permusuhan, dan tanpa perseteruan; dan ingin hidup dalam kedamaian, namun mereka hidup dalam kebencian, saling mencelakai satu sama lain, bermusuhan, dan sebagai musuh.”

Ini adalah jawaban Sang Bhagavā, dan Sakka, karena gembira, berseru: “Demikianlah, Sang Bhagavā! Demikianlah, Yang Sempurna!

Melalui jawaban Sang Bhagavā aku telah mengatasi keragu-raguanku dan terbebas dari kebimbangan.”

2.2. Kemudian Sakka, setelah mengungkapkan penghargaannya, mengajukan pertanyaan lain: “Tetapi, Yang Mulia, apakah yang menyebabkan iri-hati dan kekikiran, apakah asal-mulanya, dan bagaimanakah iri-hati dan kekikiran itu terbentuk, bagaimanakah munculnya? Ketika ada apakah maka iri hati dan kekikiran muncul, dan ketika tidak ada apakah maka iri-hati dan kekikiran tidak muncul?”

“Penguasa para deva, iri-hati dan kekikiran muncul dari suka dan tidak suka; ini adalah asal-mulanya, ini adalah bagaimana iri-hati dan kekikiran terbentuk, bagaimana iri-hati dan kekikiran muncul. Ketika hal-hal ini ada maka iri-hati dan kekikiran muncul, ketika hal-hal ini tidak ada maka iri-hati dan kekikiran tidak muncul.”

“Tetapi, Yang Mulia, apakah yang memunculkan suka dan tidak suka…?” – “Penguasa para deva, suka dan tidak suka muncul dari keinginan….” – “Dan apakah yang memunculkan keinginan…?” – “Penguasa para deva, keinginan muncul dari pemikiran. Ketika pikiran memikirkan sesuatu, maka keinginan muncul; ketika pikiran tidak memikirkan apapun, maka keinginan tidak muncul.”

“Tetapi, Yang Mulia, apakah yang memunculkan pemikiran…?” “Penguasa para deva, pemikiran muncul dari persepsi dan gagasan

yang rumit. 24 Ketika ada persepsi dan gagasan yang rumit, maka muncul pemikiran. Ketika tidak ada persepsi dan gagasan yang rumit, maka pemikiran tidak muncul.”

(dari DN 21: Sakkapañha Sutta; II 276-77)

(3) Mata Rantai Gelap dari Sebab-Akibat

9. “Demikianlah, Ānanda, dengan bergantung pada perasaan maka ada ketagihan; dengan bergantung pada ketagihan maka ada pencarian; dengan bergantung pada pencarian maka ada perolehan; dengan bergantung pada perolehan maka ada pengambilan-keputusan; dengan bergantung pada pengambilan-keputusan maka ada keinginan dan nafsu; dengan bergantung pada keinginan dan nafsu maka ada kemelekatan; dengan bergantung pada kemelekatan maka ada kepemilikan; dengan bergantung pada kepemilikan maka ada kekikiran; dengan bergantung pada kekikiran maka ada pertahanan diri; dan karena pertahanan diri, maka berbagai hal jahat yang tidak bermanfaat berawal – mengambil tongkat pemukul dan senjata, konflik, pertengkaran, dan perselisihan, penghinaan, fitnah, dan kebohongan.” 25

(dari DN 15: Mahānidāna Sutta; II 58)

(4) Akar Kekerasan dan Penindasan

“Segala jenis keserakahan, kebencian, dan delusi adalah tidak bermanfaat. 26 Perbuatan apapun yang ditimbun oleh keserakahan, kebencian, dan delusi – melalui perbuatan, ucapan, atau pikiran – itu juga adalah tidak bermanfaat. Penderitaan apapun yang dialami oleh orang itu, yang dikuasai oleh keserakahan, kebencian, dan delusi, pikirannya dikendalikan oleh keserakahan, kebencian, dan delusi, menghukum orang lain karena alasan keliru – melalui pembunuhan, hukuman penjara, penyitaan harta, tuduhan palsu, atau pengusiran – karena didorong untuk melakukan hal-hal ini oleh pikiran, ‘aku memiliki kekuasaan dan aku menginginkan kekuasaan,’ semua ini adalah juga tidak bermanfaat.”

(dari AN 3:69; I 201-2)