HUKUM KAMMA

1. HUKUM KAMMA

(1) Empat Jenis Kamma

“Ada, O para bhikkhu, empat jenis kamma ini yang dinyatakan olehKu setelah Aku menembusnya untuk diriKu sendiri melalui pengetahuan langsung. Apakah empat ini?

“Ada kamma gelap dengan hasil gelap; ada kamma terang dan hasil terang; ada kamma yang gelap dan terang dengan hasil yang gelap dan terang; ada kamma yang tidak gelap juga tidak terang, dengan hasil yang tidak gelap juga tidak terang, yang mengarah menuju hancurnya kamma.

“Dan apakah, para bhikkhu, kamma gelap dengan hasil gelap? Di sini, para bhikkhu, seseorang menghasilkan suatu bentukan kehendak jasmani, ucapan, atau pikiran yang menyebabkan penderitaan. Setelah melakukan itu, ia terlahir kembali di alam menderita. Ketika ia terlahir kembali di alam menderita, kontak yang menyakitkan menyentuhnya. Karena tersentuh dengan kontak yang menyakitkan, ia mengalami suatu perasaan tidak menyenangkan, sangat menyakitkan, contohnya adalah apa yang dialami oleh makhluk- makhluk di neraka. Ini disebut kamma gelap dengan hasil gelap.

“Dan apakah, para bhikkhu, kamma terang dengan hasil terang? Di sini, para bhikkhu, seseorang menghasilkan suatu bentukan kehendak jasmani, ucapan, atau pikiran yang tidak menyebabkan penderitaan. Setelah melakukan itu, ia terlahir kembali di alam yang tidak- menderita. Ketika ia terlahir kembali di alam yang tidak-menderita, kontak yang tidak-menyakitkan menyentuhnya. Karena tersentuh “Dan apakah, para bhikkhu, kamma terang dengan hasil terang? Di sini, para bhikkhu, seseorang menghasilkan suatu bentukan kehendak jasmani, ucapan, atau pikiran yang tidak menyebabkan penderitaan. Setelah melakukan itu, ia terlahir kembali di alam yang tidak- menderita. Ketika ia terlahir kembali di alam yang tidak-menderita, kontak yang tidak-menyakitkan menyentuhnya. Karena tersentuh

“Dan apakah, para bhikkhu, kamma gelap dan terang dengan hasil gelap dan terang? Di sini, para bhikkhu, seseorang menghasilkan suatu bentukan kehendak jasmani, ucapan, atau pikiran yang menyebabkan penderitaan dan bentukan kehendak jasmani, ucapan, atau pikiran yang tidak menyebabkan penderitaan. Setelah melakukan itu, ia terlahir kembali di alam menderita dan tidak menderita. Ketika ia terlahir kembali di alam menderita dan tidak- menderita, kontak yang menyakitkan dan tidak-menyakitkan menyentuhnya. Karena tersentuh dengan kontak demikian, ia mengalami suatu perasaan menyakitkan dan tidak-menyakitkan, suatu campuran dan gabungan kenikmatan dan kesakitan, contohnya adalah apa yang dialami oleh manusia dan beberapa deva dan beberapa makhluk di alam yang lebih rendah. Ini disebut kamma gelap dan terang dengan hasil gelap dan terang.

“Dan apakah, para bhikkhu, kamma yang tidak gelap juga tidak terang, dengan hasil tidak gelap juga tidak terang, yang mengarah menuju hancurnya kamma? Kehendak untuk meninggalkan kamma gelap dengan hasil gelap ini, dan untuk meninggalkan kamma terang dengan hasil terang, dan untuk meninggalkan kamma gelap dan terang dengan hasil gelap dan terang – ini disebut kamma yang tidak gelap juga tidak terang, dengan hasil tidak gelap juga tidak terang, yang mengarah menuju hancurnya kamma. 117

“Ini, para bhikkhu, adalah empat jenis kamma yang dinyatakan olehKu setelah Aku menembusnya untuk diriKu sendiri melalui pengetahuan langsung.”

(AN 4:232; II 230-32)

(2) Mengapa Makhluk-makhluk Mengembara Setelah Kematian

1. Demikianlah yang kudengar. Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang mengembara secara bertahap di Negeri Kosala bersama sejumlah besar Saṅgha para bhikkhu, dan akhirnya Beliau tiba di desa brahmana Kosala bernama Sālā.

2. Para brahmana perumah-tangga dari Sālā mendengar: “Dikatakan bahwa Petapa Gotama, putera Sakya yang meninggalkan keduniawian dari suku Sakya, telah mengunjungi negeri Kosala bersama sejumlah besar Saṅgha para bhikkhu dan telah tiba di Sālā. Sekarang berita baik sehubungan dengan Guru Gotama telah menyebar sebagai berikut: ‘Bahwa Sang Bhagavā adalah seorang Arahant … [seperti pada Text III,2] … yang murni dan sempurna sepenuhnya.’ Sekarang adalah baik sekali jika dapat menemui para Arahant demikian.”

3. Kemudian para brahmana perumah-tangga dari Sālā mendatangi Sang Bhagavā. Beberapa bersujud kepada Sang Bhagavā dan duduk di satu sisi; beberapa lainnya saling bertukar sapa dengan Beliau, dan ketika ramah-tamah ini berakhir, duduk di satu sisi; beberapa lainnya merangkapkan tangan sebagai penghormatan kepada Sang Bhagavā dan duduk di satu sisi; beberapa hanya berdiam diri dan duduk di satu sisi.

4. Ketika mereka telah duduk, mereka berkata kepada Sang Bhagavā: “Guru Gotama, apakah penyebab dan kondisi mengapa beberapa makhluk di sini, ketika hancurnya jasmani, setelah kematian, muncul kembali dalam kondisi sengsara, di alam yang tidak bahagia, di alam rendah, bahkan dalam neraka? Dan apakah penyebab dan kondisi mengapa beberapa makhluk di sini, ketika hancurnya jasmani, setelah kematian, muncul kembali di alam bahagia, di alam surga?”

5. “Para perumah-tangga, adalah dengan alasan perilaku tidak baik, perilaku yang tidak sesuai dengan Dhamma, maka beberapa makhluk di sini, ketika hancurnya jasmani, setelah kematian, muncul kembali dalam kondisi sengsara, di alam yang tidak bahagia, di alam rendah, bahkan dalam neraka. Adalah dengan alasan perilaku yang baik, perilaku yang sesuai dengan Dhamma, maka beberapa makhluk di sini, ketika hancurnya jasmani, setelah kematian, muncul kembali di alam bahagia, di alam surga.”

6. “Kami tidak memahami makna secara terperinci dari ucapan Guru Gotama, yang telah Beliau ucapkan secara ringkas tanpa menjelaskan maknanya secara terperinci. Baik sekali jika Guru Gotama sudi mengajarkan Dhamma kepada kami sehingga kami dapat memahami makna terperinci dari ucapan Beliau.”

“Para perumah-tangga, dengarkan dan perhatikanlah pada apa yang akan Kukatakan.” “Baik, Yang Mulia,” mereka menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:

7. “Para perumah-tangga, terdapat tiga jenis perilaku jasmani yang tidak baik, perilaku yang tidak sesuai dengan Dhamma. Terdapat empat jenis perilaku ucapan yang tidak baik, perilaku yang tidak sesuai dengan Dhamma. Terdapat tiga jenis perilaku pikiran yang tidak baik, perilaku yang tidak sesuai dengan Dhamma.

8. “Dan bagaimanakah, para perumah-tangga, tiga jenis perilaku jasmani yang tidak baik, perilaku yang tidak sesuai dengan Dhamma? Di sini seseorang membunuh makhluk-makhluk hidup; ia adalah pembunuh, bertangan darah, terbiasa memukul dan bertindak dengan kekerasan, tanpa belas kasihan pada makhluk-makhluk hidup. Ia mengambil apa yang tidak diberikan; ia mengambil harta dan kekayaan orang lain di desa atau hutan dengan cara mencuri. Ia 8. “Dan bagaimanakah, para perumah-tangga, tiga jenis perilaku jasmani yang tidak baik, perilaku yang tidak sesuai dengan Dhamma? Di sini seseorang membunuh makhluk-makhluk hidup; ia adalah pembunuh, bertangan darah, terbiasa memukul dan bertindak dengan kekerasan, tanpa belas kasihan pada makhluk-makhluk hidup. Ia mengambil apa yang tidak diberikan; ia mengambil harta dan kekayaan orang lain di desa atau hutan dengan cara mencuri. Ia

9. “Dan bagaimanakah, para perumah-tangga, empat jenis perilaku ucapan yang tidak baik, perilaku yang tidak sesuai dengan Dhamma? Di sini seseorang mengucapkan kebohongan; ketika dipanggil oleh pengadilan, atau dalam suatu pertemuan, atau di depan sanak saudaranya, atau oleh perkumpulannya, atau di depan anggota keluarga kerajaan, dan ditanya sebagai seorang saksi sebagai berikut: ‘Baiklah, tuan, katakanlah apa yang engkau ketahui,’ tidak mengetahui, ia mengatakan, ‘aku tahu,’ atau mengetahui, ia mengatakan, ‘aku tidak tahu’; tidak melihat, ia mengatakan, ‘aku melihat,’ atau melihat, ia mengatakan, ‘aku tidak melihat’; dengan penuh kesadaran ia mengatakan kebohongan demi keselamatan dirinya sendiri, atau demi keselamatan orang lain, atau demi hal-hal remeh yang bersifat duniawi. Ia mengucapkan kata-kata fitnah; ia mengulangi di tempat lain apa yang telah ia dengar di sini dengan tujuan untuk memecah-belah [orang-orang itu] dari orang-orang ini, atau ia mengulangi kepada orang-orang ini apa yang telah ia dengar di tempat lain dengan tujuan untuk memecah-belah [orang-orang ini] dari orang-orang itu; demikianlah ia adalah seorang yang memecah- belah mereka yang rukun, seorang pembuat perpecahan, yang menikmati perselisihan, bergembira dalam perselisihan, bersukacita dalam perselisihan, pengucap kata-kata yang menciptakan perselisihan. Ia berkata kasar; ia mengucapkan kata-kata yang kasar, 9. “Dan bagaimanakah, para perumah-tangga, empat jenis perilaku ucapan yang tidak baik, perilaku yang tidak sesuai dengan Dhamma? Di sini seseorang mengucapkan kebohongan; ketika dipanggil oleh pengadilan, atau dalam suatu pertemuan, atau di depan sanak saudaranya, atau oleh perkumpulannya, atau di depan anggota keluarga kerajaan, dan ditanya sebagai seorang saksi sebagai berikut: ‘Baiklah, tuan, katakanlah apa yang engkau ketahui,’ tidak mengetahui, ia mengatakan, ‘aku tahu,’ atau mengetahui, ia mengatakan, ‘aku tidak tahu’; tidak melihat, ia mengatakan, ‘aku melihat,’ atau melihat, ia mengatakan, ‘aku tidak melihat’; dengan penuh kesadaran ia mengatakan kebohongan demi keselamatan dirinya sendiri, atau demi keselamatan orang lain, atau demi hal-hal remeh yang bersifat duniawi. Ia mengucapkan kata-kata fitnah; ia mengulangi di tempat lain apa yang telah ia dengar di sini dengan tujuan untuk memecah-belah [orang-orang itu] dari orang-orang ini, atau ia mengulangi kepada orang-orang ini apa yang telah ia dengar di tempat lain dengan tujuan untuk memecah-belah [orang-orang ini] dari orang-orang itu; demikianlah ia adalah seorang yang memecah- belah mereka yang rukun, seorang pembuat perpecahan, yang menikmati perselisihan, bergembira dalam perselisihan, bersukacita dalam perselisihan, pengucap kata-kata yang menciptakan perselisihan. Ia berkata kasar; ia mengucapkan kata-kata yang kasar,

10. “Dan bagaimanakah, para perumah-tangga, tiga jenis perilaku pikiran yang tidak baik, perilaku yang tidak sesuai dengan Dhamma? Di sini seseorang bersifat iri hati; ia iri pada kekayaan dan kemakmuran orang lain sebagai berikut: ‘oh, semoga apa yang menjadi milik orang lain menjadi milikku!’ Atau ia memiliki pikiran permusuhan dan kehendak membenci sebagai berikut: ‘Semoga makhluk-makhluk ini dibunuh dan dibantai, semoga mereka dipotong, musnah, atau dibasmi!’ Atau ia memiliki pandangan salah, penglihatan menyimpang, sebagai berikut: ‘Tidak ada yang diberikan, tidak ada yang dipersembahkan, tidak ada yang dikorbankan; tidak ada buah atau akibat dari perbuatan baik dan buruk; tidak ada dunia ini, tidak ada dunia lain; tidak ada ibu, tidak ada ayah; tidak ada makhluk-makhluk yang terlahir kembali secara spontan; tidak ada para petapa dan brahmana yang baik dan mulia di dunia ini yang telah menembus oleh diri mereka sendiri dengan pengetahuan langsung dan menyatakan dunia ini dan dunia lain.’ 118 Ini adalah tiga jenis perilaku pikiran yang tidak baik, perilaku yang tidak sesuai dengan Dhamma. Jadi, para perumah-tangga, adalah dengan alasan perilaku yang tidak baik demikian, perilaku yang tidak sesuai dengan Dhamma demikian, maka beberapa makhluk di sini, ketika hancurnya 10. “Dan bagaimanakah, para perumah-tangga, tiga jenis perilaku pikiran yang tidak baik, perilaku yang tidak sesuai dengan Dhamma? Di sini seseorang bersifat iri hati; ia iri pada kekayaan dan kemakmuran orang lain sebagai berikut: ‘oh, semoga apa yang menjadi milik orang lain menjadi milikku!’ Atau ia memiliki pikiran permusuhan dan kehendak membenci sebagai berikut: ‘Semoga makhluk-makhluk ini dibunuh dan dibantai, semoga mereka dipotong, musnah, atau dibasmi!’ Atau ia memiliki pandangan salah, penglihatan menyimpang, sebagai berikut: ‘Tidak ada yang diberikan, tidak ada yang dipersembahkan, tidak ada yang dikorbankan; tidak ada buah atau akibat dari perbuatan baik dan buruk; tidak ada dunia ini, tidak ada dunia lain; tidak ada ibu, tidak ada ayah; tidak ada makhluk-makhluk yang terlahir kembali secara spontan; tidak ada para petapa dan brahmana yang baik dan mulia di dunia ini yang telah menembus oleh diri mereka sendiri dengan pengetahuan langsung dan menyatakan dunia ini dan dunia lain.’ 118 Ini adalah tiga jenis perilaku pikiran yang tidak baik, perilaku yang tidak sesuai dengan Dhamma. Jadi, para perumah-tangga, adalah dengan alasan perilaku yang tidak baik demikian, perilaku yang tidak sesuai dengan Dhamma demikian, maka beberapa makhluk di sini, ketika hancurnya

11. “Para perumah-tangga, terdapat tiga jenis perilaku jasmani yang baik, perilaku yang sesuai dengan Dhamma. Terdapat empat jenis perilaku ucapan yang baik, perilaku yang sesuai dengan Dhamma. Terdapat tiga jenis perilaku pikiran yang baik, perilaku yang sesuai dengan Dhamma.

12. “Dan bagaimanakah, para perumah-tangga, tiga jenis perilaku jasmani yang baik, perilaku yang sesuai dengan Dhamma? Di sini seseorang, dengan meninggalkan pembunuhan makhluk hidup, ia menghindari pembunuhan makhluk hidup, dengan tongkat pemukul dan senjata disingkirkan, berhati-hati, penuh belas kasihan, ia berdiam dengan berbelas kasihan kepada semua makhluk hidup. Dengan meninggalkan perbuatan mengambil apa yang tidak diberikan, ia menghindari perbuatan mengambil apa yang tidak diberikan; ia tidak mengambil harta dan kekayaan orang lain di desa atau hutan dengan cara mencuri. Dengan meninggalkan perilaku seksual salah, ia tidak melakukan perilaku seksual salah; ia tidak melakukan hubungan seksual dengan perempuan-perempuan yang dilindungi oleh ibu, ayah, ibu dan ayah, saudara laki-laki, saudara perempuan, atau sanak saudara mereka, yang memiliki suami, yang dilindungi oleh hukum, atau dengan mereka yang sudah bertunangan. Itu adalah tiga jenis perilaku jasmani yang baik, perilaku yang sesuai dengan Dhamma.

13. “Dan bagaimanakah, para perumah-tangga, empat jenis perilaku ucapan yang baik, perilaku yang sesuai dengan Dhamma? Di sini seseorang, dengan meninggalkan kebohongan, menghindari ucapan salah; ketika dipanggil oleh pengadilan, atau dalam suatu pertemuan, atau di depan sanak saudaranya, atau oleh

perkumpulannya, atau di depan anggota keluarga kerajaan, dan ditanya sebagai seorang saksi sebagai berikut: ‘Baiklah, tuan, katakanlah apa yang engkau ketahui,’ tidak mengetahui, ia mengatakan, ‘aku tidak tahu,’ atau mengetahui, ia mengatakan, ‘aku tahu’; tidak melihat, ia mengatakan, ‘aku tidak melihat,’ atau melihat, ia mengatakan, ‘aku melihat’; ia tidak, dengan penuh kesadaran mengatakan kebohongan demi keselamatan dirinya sendiri, atau demi keselamatan orang lain, atau demi hal-hal remeh yang bersifat duniawi. Dengan meninggalkan kata-kata fitnah, ia menghindari kata- kata fitnah; ia tidak mengulangi di tempat lain apa yang telah ia dengar di sini dengan tujuan untuk memecah-belah [orang-orang itu] dari orang-orang ini, juga ia tidak mengulangi kepada orang-orang ini apa yang telah ia dengar di tempat lain dengan tujuan untuk memecah-belah [orang-orang ini] dari orang-orang itu; demikianlah ia adalah seorang yang merukunkan mereka yang terpecah-belah, seorang penganjur persahabatan, yang menikmati kerukunan, bergembira dalam kerukunan, bersukacita dalam kerukunan, pengucap kata-kata yang menciptakan kerukunan. Dengan meninggalkan ucapan kasar, ia menghindari ucapan kasar; ia mengucapkan kata-kata yang lembut, menyenangkan di telinga, dan indah, ketika masuk dalam batin, sopan, disukai banyak orang dan menyenangkan banyak orang. Dengan meninggalkan gosip, ia menghindari gosip; ia berbicara pada saat yang tepat, mengatakan apa yang sebenarnya, mengatakan apa yang baik, membicarakan Dhamma dan Disiplin; pada saat yang tepat ia mengucapkan kata-kata yang layak dicatat, yang logis, selayaknya, dan bermanfaat. Ini adalah empat jenis perilaku ucapan yang baik, perilaku yang sesuai dengan Dhamma.

14. “Dan bagaimanakah, para perumah-tangga, tiga jenis perilaku pikiran yang baik, perilaku yang sesuai dengan Dhamma? Di sini seseorang tidak bersifat iri hati; ia tidak iri pada kekayaan dan kemakmuran orang lain sebagai berikut: ‘oh, semoga apa yang menjadi milik orang lain menjadi milikku!’ Pikirannya tanpa permusuhan dan ia memiliki kehendak yang bebas dari kebencian sebagai berikut: ‘Semoga makhluk-makhluk ini bebas dari permusuhan, penderitaan, dan ketakutan! Semoga mereka hidup berbahagia!’ Ia memiliki pandangan benar, penglihatan yang tidak menyimpang, sebagai berikut: ‘Ada yang diberikan, ada yang dipersembahkan, ada yang dikorbankan; ada buah atau akibat dari perbuatan baik dan buruk; ada dunia ini, ada dunia lain; ada ibu dan ayah; ada makhluk-makhluk yang terlahir kembali secara spontan; ada para petapa dan brahmana yang baik dan mulia di dunia ini yang telah menembus oleh diri mereka sendiri dengan pengetahuan langsung dan menyatakan dunia ini dan dunia lain.’ Ini adalah tiga jenis perilaku pikiran yang baik, perilaku yang sesuai dengan Dhamma. Jadi, para perumah-tangga, adalah dengan alasan perilaku yang baik demikian, perilaku yang sesuai dengan Dhamma demikian maka beberapa makhluk di sini, ketika hancurnya jasmani, setelah kematian, muncul kembali di alam bahagia, bahkan di alam surga.

15. “Para perumah-tangga, jika seseorang yang melaksanakan perilaku yang baik, perilaku yang sesuai dengan Dhamma, berkehendak: ‘Oh, semoga ketika hancurnya jasmani, setelah kematian, aku muncul kembali di tengah-tengah para mulia yang kaya!’ itu adalah mungkin, ketika hancurnya jasmani, setelah kematian, ia akan muncul kembali di tengah-tengah para mulia yang kaya. Mengapakah? Karena ia melaksanakan perilaku yang baik, perilaku yang sesuai dengan Dhamma.

16-17. “Para perumah-tangga, jika seseorang yang melaksanakan perilaku yang sesuai dengan Dhamma, perilaku yang baik, berkehendak: ‘Oh, semoga ketika hancurnya jasmani, setelah kematian, aku muncul kembali di tengah-tengah para brahmana yang kaya!... di tengah-tengah para perumah-tangga kaya!’ Itu adalah mungkin, ketika hancurnya jasmani, setelah kematian, ia akan muncul kembali di tengah-tengah para perumah-tangga kaya. Mengapakah? Karena ia melaksanakan perilaku yang baik, perilaku yang sesuai dengan Dhamma.

18-42. “Para perumah-tangga, jika seseorang yang melaksanakan perilaku yang baik, perilaku yang sesuai dengan Dhamma, berkehendak: ‘Oh, semoga ketika hancurnya jasmani, setelah kematian, aku muncul kembali di tengah-tengah para dewa di alam surga Empat Raja Dewa!... di tengah-tengah para dewa Tāvatiṃsa ... para dewa Yāma ... para dewa Tusita ... para dewa yang bergembira dalam penciptaan ... para dewa yang menguasai ciptaan para dewa lain ... para dewa pengikut Brahmā ... para dewa bercahaya 119 ... para dewa dengan cahaya terbatas ... para dewa dengan cahaya tanpa batas ... para dewa dengan cahaya gilang-gemilang ... para dewa Agung ... para dewa dengan Keagungan terbatas ... para dewa dengan Keagungan tanpa batas ... para dewa dengan Keagungan gilang- gemilang ... para dewa berbuah besar ... para dewa Aviha ... para dewa Atappa ... para dewa Sudassa ... para dewa Sudassī ... para dewa Akaniṭṭha ... para dewa di alam landasan ruang tanpa batas ... para dewa di alam landasan kesadaran tanpa batas ... para dewa di alam landasan kekosongan ... para dewa di alam landasan bukan persepsi juga bukan bukan-persepsi!’ itu adalah mungkin, ketika hancurnya jasmani, setelah kematian, ia akan muncul kembali di tengah-tengah para dewa di alam landasan bukan persepsi juga bukan bukan- 18-42. “Para perumah-tangga, jika seseorang yang melaksanakan perilaku yang baik, perilaku yang sesuai dengan Dhamma, berkehendak: ‘Oh, semoga ketika hancurnya jasmani, setelah kematian, aku muncul kembali di tengah-tengah para dewa di alam surga Empat Raja Dewa!... di tengah-tengah para dewa Tāvatiṃsa ... para dewa Yāma ... para dewa Tusita ... para dewa yang bergembira dalam penciptaan ... para dewa yang menguasai ciptaan para dewa lain ... para dewa pengikut Brahmā ... para dewa bercahaya 119 ... para dewa dengan cahaya terbatas ... para dewa dengan cahaya tanpa batas ... para dewa dengan cahaya gilang-gemilang ... para dewa Agung ... para dewa dengan Keagungan terbatas ... para dewa dengan Keagungan tanpa batas ... para dewa dengan Keagungan gilang- gemilang ... para dewa berbuah besar ... para dewa Aviha ... para dewa Atappa ... para dewa Sudassa ... para dewa Sudassī ... para dewa Akaniṭṭha ... para dewa di alam landasan ruang tanpa batas ... para dewa di alam landasan kesadaran tanpa batas ... para dewa di alam landasan kekosongan ... para dewa di alam landasan bukan persepsi juga bukan bukan-persepsi!’ itu adalah mungkin, ketika hancurnya jasmani, setelah kematian, ia akan muncul kembali di tengah-tengah para dewa di alam landasan bukan persepsi juga bukan bukan-

43. “Para perumah-tangga, jika seseorang yang melaksanakan perilaku yang baik, perilaku yang sesuai dengan Dhamma, berkehendak: ‘Oh, bahwa dengan menembus untuk diriku sendiri dengan pengetahuan langsung, semoga aku dapat di sini dan saat ini masuk dan berdiam dalam pembebasan pikiran dan pembebasan melalui kebijaksanaan yang tanpa noda dengan hancurnya noda- noda!’ Adalah mungkin bahwa, dengan menembus untuk dirinya sendiri dengan pengetahuan langsung, ia dapat di sini dan saat ini masuk dan berdiam dalam pembebasan pikiran dan pembebasan melalui kebijaksanaan yang tanpa noda dengan hancurnya noda- noda. Mengapakah? Karena ia melaksanakan perilaku yang baik, perilaku yang sesuai dengan Dhamma.” 120

44. Ketika hal ini dikatakan, para brahmana perumah-tangga dari Sālā berkata kepada Sang Bhagavā: “Menakjubkan, Guru Gotama! Menakjubkan, Guru Gotama! Guru Gotama telah menjelaskan Dhamma dalam berbagai cara, bagaikan menegakkan apa yang terbalik, mengungkapkan apa yang tersembunyi, menunjukkan jalan bagi seseorang yang tersesat, atau menyalakan pelita dalam kegelapan sehingga mereka yang memiliki penglihatan dapat melihat bentuk-bentuk. Kami berlindung pada Guru Gotama, pada Dhamma dan pada Saṅgha para bhikkhu. Sejak hari ini sudilah Guru Gotama menerima kami sebagai pengikut awam yang telah menerima perlindungan seumur hidup.”

(MN 41: Sāleyyaka Sutta; I 286-90)

(3) Kamma dan Buahnya

1. Demikianlah yang kudengar. Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika.

2. Kemudian murid brahmana Subha, putera Todeyya, mendatangi Sang Bhagavā dan saling bertukar sapa dengan Beliau. Ketika ramah- tamah ini berakhir, ia duduk di satu sisi dan bertanya kepada Sang Bhagavā:

3. “Guru Gotama, apakah sebab dan kondisi mengapa manusia terlihat hina dan mulia? Orang-orang terlihat berumur pendek dan berumur panjang, berpenyakit dan sehat, cantik dan buruk rupa, berpengaruh dan tidak berpengaruh, miskin dan kaya, berkelahiran rendah dan berkelahiran tinggi, bodoh dan bijaksana. Apakah sebab dan kondisi, Guru Gotama, mengapa manusia terlihat hina dan mulia?”

4. “Murid, makhluk-makhluk adalah pemilik perbuatan mereka, pewaris perbuatan mereka, mereka berasal-mula dari perbuatan mereka, terhubung dengan perbuatan mereka, memiliki perbuatan mereka sebagai perlindungan mereka. Adalah perbuatan yang membedakan makhluk-makhluk sebagai hina dan mulia.”

“Aku tidak memahami secara terperinci makna dari penyataan Guru Gotama, yang diucapkan secara ringkas tanpa menjelaskan maknanya secara terperinci. Baik sekali jika Guru Gotama sudi mengajarkan Dhamma kepadaku agar aku dapat memahami secara terperinci makna dari pernyataan Guru Gotama.”

“Maka, Murid, dengarkan dan perhatikanlah pada apa yang akan Aku katakan.” “Baik, Tuan,” Subha menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:

5. “Di sini, murid, seorang laki-laki atau perempuan membunuh makhluk-makhluk hidup dan ia adalah pembunuh, bertangan darah, terbiasa memukul dan bertindak dengan kekerasan, tanpa belas kasihan pada makhluk-makhluk hidup. Karena melakukan dan menjalankan perbuatan-perbuatan demikian, ketika hancurnya jasmani, setelah kematian, ia muncul kembali dalam kondisi menderita, di alam tujuan kelahiran yang buruk, di alam rendah, di neraka. Tetapi jika ketika hancurnya jasmani, setelah kematian, ia tidak muncul kembali dalam kondisi menderita, bukan di alam tujuan kelahiran yang buruk, tidak di alam rendah, tidak di neraka, melainkan kembali ke alam manusia, maka di manapun ia terlahir kembali ia akan berumur pendek. 121 Demikianlah, murid, hal itu mengarah pada umur yang pendek, yaitu, seseorang membunuh makhluk-makhluk hidup dan ia adalah pembunuh, bertangan darah, terbiasa memukul dan bertindak dengan kekerasan, tanpa belas kasihan pada makhluk-makhluk hidup.

6. “Tetapi di sini, murid, seorang laki-laki atau perempuan meninggalkan pembunuhan makhluk-makhluk hidup, menghindari membunuh makhluk-makhluk hidup; dengan tongkat pemukul dan senjata disingkirkan, berhati-hati dan penuh belas kasihan, ia berdiam dengan berbelas-kasih pada semua makhluk hidup. Karena melakukan dan menjalankan perbuatan-perbuatan demikian, ketika hancurnya jasmani, setelah kematian, ia muncul kembali di alam bahagia, di alam surga. Tetapi jika ketika hancurnya jasmani, setelah kematian, ia tidak muncul kembali di alam bahagia, tidak di alam surga, melainkan kembali ke alam manusia, maka di manapun ia terlahir kembali ia akan berumur panjang.18 Demikianlah, murid, hal itu mengarah pada umur yang panjang, yaitu, dengan meninggalkan pembunuhan makhluk-makhluk hidup, ia menghindari membunuh makhluk- 6. “Tetapi di sini, murid, seorang laki-laki atau perempuan meninggalkan pembunuhan makhluk-makhluk hidup, menghindari membunuh makhluk-makhluk hidup; dengan tongkat pemukul dan senjata disingkirkan, berhati-hati dan penuh belas kasihan, ia berdiam dengan berbelas-kasih pada semua makhluk hidup. Karena melakukan dan menjalankan perbuatan-perbuatan demikian, ketika hancurnya jasmani, setelah kematian, ia muncul kembali di alam bahagia, di alam surga. Tetapi jika ketika hancurnya jasmani, setelah kematian, ia tidak muncul kembali di alam bahagia, tidak di alam surga, melainkan kembali ke alam manusia, maka di manapun ia terlahir kembali ia akan berumur panjang.18 Demikianlah, murid, hal itu mengarah pada umur yang panjang, yaitu, dengan meninggalkan pembunuhan makhluk-makhluk hidup, ia menghindari membunuh makhluk-

7. “Di sini, murid, seorang laki-laki atau perempuan terbiasa melukai makhluk-makhluk dengan tangan, dengan bongkahan tanah, dengan tongkat pemukul, atau dengan pisau. Karena melakukan dan menjalankan perbuatan-perbuatan demikian, ketika hancurnya jasmani, setelah kematian, ia muncul kembali dalam kondisi menderita…. Tetapi jika sebaliknya ia kembali ke alam manusia, maka di manapun ia terlahir kembali ia akan berpenyakit. Demikianlah, murid, hal itu mengarah pada penyakit, yaitu, seseorang yang terbiasa melukai makhluk-makhluk dengan tangan, dengan bongkahan tanah, dengan tongkat pemukul, atau dengan pisau.

8. “Tetapi di sini, murid, seorang laki-laki atau perempuan tidak terbiasa melukai makhluk-makhluk dengan tangan, dengan bongkahan tanah, dengan tongkat, atau dengan pisau. Karena melakukan dan menjalankan perbuatan-perbuatan demikian, ketika hancurnya jasmani, setelah kematian, ia muncul kembali di alam bahagia…. Tetapi jika sebaliknya ia kembali ke alam manusia, maka di manapun ia terlahir kembali ia akan sehat. Demikianlah, murid, hal itu mengarah pada kesehatan, yaitu, seseorang yang tidak terbiasa melukai makhluk-makhluk dengan tangan, dengan bongkahan tanah, dengan tongkat, atau dengan pisau.

9. “Di sini, murid, seorang laki-laki atau perempuan memiliki karakter pemarah dan mudah tersinggung; bahkan jika dikritik sedikit, ia menjadi tersinggung, menjadi marah, bermusuhan, dan membenci, dan menunjukkan kemarahan, kebencian, dan dendam. Karena melakukan dan menjalankan perbuatan-perbuatan demikian … ia muncul kembali dalam kondisi menderita…. Tetapi jika 9. “Di sini, murid, seorang laki-laki atau perempuan memiliki karakter pemarah dan mudah tersinggung; bahkan jika dikritik sedikit, ia menjadi tersinggung, menjadi marah, bermusuhan, dan membenci, dan menunjukkan kemarahan, kebencian, dan dendam. Karena melakukan dan menjalankan perbuatan-perbuatan demikian … ia muncul kembali dalam kondisi menderita…. Tetapi jika

10. “Tetapi di sini, murid, seorang laki-laki atau perempuan tidak memiliki karakter pemarah dan tidak mudah tersinggung; bahkan jika banyak dikritik, ia tidak menjadi tersinggung, tidak menjadi marah, tidak bermusuhan, dan tidak membenci, dan tidak menunjukkan kemarahan, kebencian, dan dendam. Karena melakukan dan menjalankan perbuatan-perbuatan demikian … ia muncul kembali di alam bahagia…. Tetapi jika sebaliknya ia kembali ke alam manusia, maka di manapun ia terlahir kembali ia akan memiliki rupa yang cantik. Demikianlah, murid, hal itu mengarah pada rupa yang cantik, yaitu, seseorang yang tidak memiliki karakter pemarah … dan tidak menunjukkan kemarahan, kebencian, dan dendam.

11. “Di sini, murid, seorang laki-laki atau perempuan bersifat iri, seorang yang iri-hati, sakit hati, dan iri akan perolehan, pujian, penghargaan, penghormatan, dan pemujaan yang diterima oleh orang lain. Karena melakukan dan menjalankan perbuatan-perbuatan demikian … ia muncul kembali dalam kondisi menderita…. Tetapi jika sebaliknya ia kembali ke alam manusia, maka di manapun ia terlahir kembali ia tidak akan memiliki pengaruh. Demikianlah, murid, hal itu mengarah pada ketiadaan pengaruh, yaitu, seseorang yang bersifat iri … terhadap perolehan, pujian, penghargaan, penghormatan, dan pemujaan yang diterima oleh orang lain.

12. “Tetapi di sini, murid, seorang laki-laki atau perempuan tidak bersifat iri, seorang yang tidak iri-hati, tidak sakit hati, dan tidak iri akan perolehan, pujian, penghargaan, penghormatan, dan pemujaan 12. “Tetapi di sini, murid, seorang laki-laki atau perempuan tidak bersifat iri, seorang yang tidak iri-hati, tidak sakit hati, dan tidak iri akan perolehan, pujian, penghargaan, penghormatan, dan pemujaan

13. “Di sini, murid, seorang laki-laki atau perempuan tidak memberikan makanan, minuman, pakaian, kereta, kalung bunga, wangi-wangian, salep, tempat tidur, tempat tinggal, dan pelita kepada para petapa atau para brahmana. Karena melakukan dan menjalankan perbuatan-perbuatan demikian … ia muncul kembali dalam kondisi menderita…. Tetapi jika sebaliknya ia kembali ke alam manusia, maka di manapun ia terlahir kembali ia akan menjadi miskin. Demikianlah, murid, hal itu mengarah pada kemiskinan, yaitu, seseorang tidak memberikan makanan … dan pelita kepada para petapa atau para brahmana.

14. “Tetapi di sini, murid, seorang laki-laki atau perempuan memberikan makanan … dan pelita kepada para petapa atau para brahmana. Karena melakukan dan menjalankan perbuatan-perbuatan demikian … ia muncul kembali di alam bahagia…. Tetapi jika sebaliknya ia kembali ke alam manusia, maka di manapun ia terlahir kembali ia akan menjadi kaya. Demikianlah, murid, hal itu mengarah pada kekayaan, yaitu, seseorang memberikan makanan … dan pelita kepada para petapa atau para brahmana.

15. “Di sini, murid, seorang laki-laki atau perempuan keras kepala dan sombong; ia tidak memberi hormat kepada seorang yang selayaknya menerima penghormatan, tidak bangkit berdiri untuk seseorang yang karena kehadirannya seharusnya ia bangkit berdiri, 15. “Di sini, murid, seorang laki-laki atau perempuan keras kepala dan sombong; ia tidak memberi hormat kepada seorang yang selayaknya menerima penghormatan, tidak bangkit berdiri untuk seseorang yang karena kehadirannya seharusnya ia bangkit berdiri,

16. “Tetapi di sini, murid, seorang laki-laki atau perempuan tidak keras kepala dan tidak sombong; ia memberi hormat kepada seorang yang selayaknya menerima penghormatan, bangkit berdiri untuk seseorang yang karena kehadirannya seharusnya ia bangkit berdiri, memberikan tempat duduk kepada ia yang layak menerima tempat duduk, memberi jalan untuk seseorang yang seharusnya ia beri jalan, dan menghormati, menghargai, memuja, dan memuliakan seseorang yang seharusnya dihormati, dihargai, dipuja, dan dimuliakan. Karena melakukan dan menjalankan perbuatan-perbuatan demikian … ia muncul kembali di alam bahagia…. Tetapi jika sebaliknya ia kembali ke alam manusia, maka di manapun ia terlahir kembali ia akan berkelahiran tinggi. Demikianlah, murid, hal itu mengarah pada kelahiran tinggi, yaitu, sifat tidak keras kepala dan tidak sombong … dan memghormati, menghargai, memuja, dan memuliakan seseorang yang seharusnya dihormati, dihargai, dipuja, dan dimuliakan.

17. “Di sini, murid, seorang laki-laki atau perempuan tidak mengunjungi seorang petapa atau seorang brahmana dan bertanya:

‘Yang Mulia, apakah yang bermanfaat? Apakah yang tidak bermanfaat? Apakah yang tercela? Apakah yang tidak tercela? Apakah yang harus dilatih? Apakah yang tidak boleh dilatih? Perbuatan apakah yang mengarah pada bahaya dan penderitaanku untuk waktu yang lama? Perbuatan apakah yang mengarah pada kesejahteraan dan kebahagiaanku untuk waktu yang lama? Karena melakukan dan menjalankan perbuatan-perbuatan demikian … ia muncul kembali dalam kondisi menderita…. Tetapi jika sebaliknya ia kembali ke alam manusia, maka di manapun ia terlahir kembali ia akan menjadi bodoh. Demikianlah, murid, hal itu mengarah pada kebodohan, yaitu, seseorang tidak mengunjungi seorang petapa atau seorang brahmana dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan demikian.

18. “Tetapi di sini, murid, seorang laki-laki atau perempuan mengunjungi seorang petapa atau seorang brahmana dan bertanya: ‘Yang Mulia, apakah yang bermanfaat?… Perbuatan apakah yang mengarah pada kesejahteraan dan kebahagiaanku untuk waktu yang lama? Karena melakukan dan menjalankan perbuatan-perbuatan demikian … ia muncul kembali di alam bahagia…. Tetapi jika sebaliknya ia kembali ke alam manusia, maka di manapun ia terlahir kembali ia akan menjadi bijaksana. Demikianlah, murid, hal itu mengarah pada kebijaksanaan, yaitu, seseorang mengunjungi seorang petapa atau seorang brahmana dan mengajukan pertanyaan- pertanyaan demikian.

19. “Demikianlah, murid, jalan yang mengarah pada umur yang pendek menyebabkan orang-orang menjadi berumur pendek, jalan yang mengarah pada umur yang panjang menyebabkan orang-orang menjadi berumur panjang 122 ; jalan yang mengarah pada penyakit menyebabkan orang-orang menjadi berpenyakit, jalan yang mengarah pada kesehatan menyebabkan orang-orang menjadi sehat; 19. “Demikianlah, murid, jalan yang mengarah pada umur yang pendek menyebabkan orang-orang menjadi berumur pendek, jalan yang mengarah pada umur yang panjang menyebabkan orang-orang menjadi berumur panjang 122 ; jalan yang mengarah pada penyakit menyebabkan orang-orang menjadi berpenyakit, jalan yang mengarah pada kesehatan menyebabkan orang-orang menjadi sehat;

20. “Makhluk-makhluk adalah pemilik perbuatan mereka, pewaris perbuatan mereka, mereka berasal-mula dari perbuatan mereka, terhubung dengan perbuatan mereka, memiliki perbuatan mereka sebagai perlindungan mereka. Adalah perbuatan yang membedakan makhluk-makhluk sebagai hina dan mulia.”

21. Ketika hal ini dikatakan, murid brahmana Subha, putera Todeyya, berkata kepada Sang Bhagavā: “Mengagumkan, Guru Gotama! Mengagumkan, Guru Gotama! ... [seperti pada Teks sebelumnya] ... Sudilah Guru Gotama menerimaku sebagai seorang umat awam yang telah menerima perlindungan sejak hari ini hingga seumur hidup.”

(MN 135: Cūḷakammavibhaṅga Sutta; III 202-6)