LATIHAN BERTAHAP

4. LATIHAN BERTAHAP

1. Demikianlah yang kudengar. Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika.

2. Pada saat itu Brahmana Jāṇussoṇi sedang berkendara keluar dari Sāvatthī di siang hari dengan mengendarai kereta berwarna putih yang ditarik oleh kuda-kuda betina putih. Dari jauh ia melihat pengembara Pilotika datang dan bertanya kepadanya: “Dari manakah Guru Vacchāyana datang di siang hari ini?” 151

“Tuan, aku datang dari hadapan Petapa Gotama.” “Bagaimanakah menurut Guru Vacchāyana sehubungan dengan

kecemerlangan kebijaksanaan Petapa Gotama? Apakah Beliau bijaksana atau tidak?”

“Tuan, Siapakah aku yang dapat mengetahui kecemerlangan kebijaksanaan Petapa Gotama? Hanya seorang yang setara dengan Beliau yang dapat mengetahui kecemerlangan kebijaksanaan Petapa Gotama.”

“Guru Vacchāyana memuji Petapa Gotama dengan sangat tinggi.” “Tuan, siapakah aku yang dapat memuji Petapa Gotama? Petapa

Gotama dipuji oleh pujian sebagai yang terbaik di antara para dewa dan manusia.”

“Apakah alasan yang Guru Vacchāyana lihat hingga ia memiliki keyakinan demikian pada Petapa Gotama?”

3. “Tuan, misalkan seorang pemburu gajah yang cerdas memasuki hutan gajah dan melihat di dalam hutan itu jejak kaki gajah yang besar, panjang dan lebar. Ia akan berkesimpulan: ‘Sungguh, ini adalah gajah yang besar.’ Demikian pula, ketika aku melihat empat jejak kaki Petapa Gotama, aku berkesimpulan: ‘Sang Bhagavā adalah seorang yang tercerahkan sempurna, Dhamma telah sempurna dibabarkan oleh Sang Bhagavā, Saṅgha mempraktikkan jalan yang baik.’ Apakah empat ini?

4. “Tuan, aku telah melihat di sini para mulia terpelajar tertentu yang cerdas, memiliki pengetahuan tentang ajaran-ajaran lain, secerdas para penembak pembelah rambut; mereka mengembara, sebagaimana seharusnya, meruntuhkan pandangan-pandangan lain dengan ketajaman kecerdasan mereka. Ketika mereka mendengar: ‘Petapa Gotama akan mengunjungi desa-desa atau kota itu,’ mereka menyusun pertanyaan sebagai berikut: ‘Kami akan menemui Petapa Gotama dan mengajukan pertanyaan ini kepada Beliau. Jika ia ditanya seperti ini, maka Beliau akan menjawab seperti ini, dan kemudian kami akan membantah ajaranNya dengan cara ini; dan jika ia ditanya 4. “Tuan, aku telah melihat di sini para mulia terpelajar tertentu yang cerdas, memiliki pengetahuan tentang ajaran-ajaran lain, secerdas para penembak pembelah rambut; mereka mengembara, sebagaimana seharusnya, meruntuhkan pandangan-pandangan lain dengan ketajaman kecerdasan mereka. Ketika mereka mendengar: ‘Petapa Gotama akan mengunjungi desa-desa atau kota itu,’ mereka menyusun pertanyaan sebagai berikut: ‘Kami akan menemui Petapa Gotama dan mengajukan pertanyaan ini kepada Beliau. Jika ia ditanya seperti ini, maka Beliau akan menjawab seperti ini, dan kemudian kami akan membantah ajaranNya dengan cara ini; dan jika ia ditanya

“Mereka mendengar: ‘Petapa Gotama telah datang mengunjungi desa atau pemukiman itu.’ Mereka pergi menemui Petapa Gotama, dan Petapa Gotama memberikan instruksi, menasihati, membangkitkan semangat, dan mendorong mereka dengan khotbah Dhamma. Setelah mereka menerima instruksi, dinasihati, dibangkitkan semangatnya, dan didorong oleh Petapa Gotama dengan khotbah Dhamma, mereka tidak jadi mengajukan pertanyaan kepada Beliau, jadi bagaimana mereka dapat membantah ajaran Beliau? Dalam kenyataannya, mereka malah menjadi siswa-siswa Beliau. Ketika aku melihat jejak kaki pertama Petapa Gotama ini, aku berkesimpulan: ‘Sang Bhagavā adalah seorang yang tercerahkan sempurna, Dhamma telah sempurna dibabarkan oleh Sang Bhagavā, Saṅgha mempraktikkan jalan yang baik.’

5. “Kemudian, aku telah melihat para brahmana terpelajar tertentu yang cerdas.... Dalam kenyataannya, mereka malah menjadi siswa- siswa Beliau. Ketika aku melihat jejak kaki ke dua Petapa Gotama ini, aku berkesimpulan: ‘Sang Bhagavā adalah seorang yang tercerahkan sempurna.... ’

6. “Kemudian, aku telah melihat para perumah-tangga terpelajar tertentu yang cerdas.... Dalam kenyataannya, mereka malah menjadi siswa-siswa Beliau. Ketika aku melihat jejak kaki ke tiga Petapa Gotama ini, aku berkesimpulan: ‘Sang Bhagavā adalah seorang yang tercerahkan sempurna.... ’

7. “Kemudian, aku telah melihat para petapa terpelajar tertentu yang cerdas.... Mereka tidak jadi mengajukan pertanyaan kepada Beliau, jadi bagaimana mereka dapat membantah ajaran Beliau? Dalam kenyataannya, mereka malah memohon agar Petapa Gotama

mengizinkan mereka meninggalkan keduniawian dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah, dan Beliau memberikan pelepasan keduniawian kepada mereka. Tidak lama setelah mereka meninggalkan keduniawian, dengan berdiam sendirian, terasing, rajin, tekun, dan teguh, dengan menembusnya untuk diri mereka sendiri dengan pengetahuan langsung mereka di sini dan saat ini masuk dan berdiam dalam tujuan tertinggi kehidupan suci yang dicari oleh para anggota keluarga yang meninggalkan kehidupan tanpa rumah menuju kehidupan rumah tangga. Mereka berkata sebagai berikut: ‘Kami hampir saja musnah, kami hampir saja binasa, karena sebelumnya kami mengaku bahwa kami adalah para petapa walaupun kami bukanlah para petapa yang sesungguhnya; kami mengaku bahwa kami adalah para brahmana walaupun kami bukanlah para brahmana yang sesungguhnya; kami mengaku bahwa kami adalah para Arahant walaupun kami bukanlah para Arahant yang sesungguhnya. Tetapi sekarang kami adalah para petapa, sekarang kami adalah para brahmana, sekarang kami adalah para Arahant.’ Ketika aku melihat jejak kaki ke empat Petapa Gotama ini, aku berkesimpulan: ‘Sang Bhagavā adalah seorang yang tercerahkan sempurna.... ’

“Ketika aku melihat empat jejak kaki Petapa Gotama ini, aku berkesimpulan: ‘Sang Bhagavā adalah seorang yang tercerahkan sempurna, Dhamma telah sempurna dibabarkan oleh Sang Bhagavā, Saṅgha mempraktikkan jalan yang baik.’”

8. Ketika hal ini dikatakan, Brahmana Jāṇussoṇi turun dari kereta putihnya yang ditarik oleh kuda-kuda betina putih, dan merapikan jubah atasnya di salah satu bahunya, ia merangkapkan tangannya sebagai penghormatan ke arah Sang Bhagavā dan mengucapkan seruan ini tiga kali: “Hormat kepada Sang Bhagavā, Sang Arahant,

Yang Tercerahkan Sempurna! Hormat kepada Sang Bhagavā, Sang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna! Hormat kepada Sang Bhagavā, Sang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna! Mungkin suatu saat atau di saat lainnya kami dapat bertemu dengan Guru Gotama dan berbincang-bincang dengan Beliau.”

9. Kemudian Brahmana Jāṇussoṇi mendatangi Sang Bhagavā dan saling bertukar sapa dengan Beliau. Ketika ramah-tamah itu berakhir, ia duduk di satu sisi dan menceritakan kepada Sang Bhagavā tentang seluruh percakapannya dengan Pengembara Pilotika. Setelah itu Sang Bhagavā berkata kepadanya: “Pada titik ini, brahmana, perumpamaan jejak kaki gajah itu belum sepenuhnya selesai secara terperinci. Sehubungan dengan bagaimana menyelesaikannya secara terperinci, dengarkan dan perhatikanlah pada apa yang akan Kukatakan.” – “Baik, Yang Mulia,” Brahmana Jāṇussoṇi menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:

10. “Brahmana, misalkan seorang pemburu gajah yang cerdas memasuki hutan gajah dan melihat di dalam hutan itu jejak kaki gajah yang besar, panjang dan lebar. Ia tidak akan langsung berkesimpulan: ‘Sungguh, ini adalah gajah jantan yang besar.’ Mengapakah? Karena dalam suatu hutan gajah terdapat gajah-gajah betina kecil yang meninggalkan jejak kaki yang besar, dan ini mungkin salah satu jejaknya. Ia mengikuti jejak itu dan melihat di hutan gajah itu terdapat sebuah jejak kaki gajah besar, panjang dan lebar, dan beberapa guratan tinggi. Seorang pemburu gajah yang cerdas tidak akan langsung berkesimpulan: ‘Sungguh, ini adalah gajah jantan yang besar.’ Mengapakah? Karena dalam suatu hutan gajah terdapat gajah- gajah betina yang tinggi dan memiliki gading yang panjang dan meninggalkan jejak-jejak yang besar, dan ini mungkin salah satu jejaknya. Ia mengikuti jejak itu lebih jauh dan melihat di hutan gajah 10. “Brahmana, misalkan seorang pemburu gajah yang cerdas memasuki hutan gajah dan melihat di dalam hutan itu jejak kaki gajah yang besar, panjang dan lebar. Ia tidak akan langsung berkesimpulan: ‘Sungguh, ini adalah gajah jantan yang besar.’ Mengapakah? Karena dalam suatu hutan gajah terdapat gajah-gajah betina kecil yang meninggalkan jejak kaki yang besar, dan ini mungkin salah satu jejaknya. Ia mengikuti jejak itu dan melihat di hutan gajah itu terdapat sebuah jejak kaki gajah besar, panjang dan lebar, dan beberapa guratan tinggi. Seorang pemburu gajah yang cerdas tidak akan langsung berkesimpulan: ‘Sungguh, ini adalah gajah jantan yang besar.’ Mengapakah? Karena dalam suatu hutan gajah terdapat gajah- gajah betina yang tinggi dan memiliki gading yang panjang dan meninggalkan jejak-jejak yang besar, dan ini mungkin salah satu jejaknya. Ia mengikuti jejak itu lebih jauh dan melihat di hutan gajah

11. “Demikian pula, Brahmana, di sini Seorang Tathāgata muncul di dunia, Sang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna, sempurna dalam pengetahuan sejati dan perilaku, mulia, pengenal segala alam, pemimpin yang tanpa bandingan bagi orang-orang yang harus dijinakkan, guru para dewa dan manusia, tercerahkan, terberkahi. Beliau menyatakan dunia ini dengan para dewa, Māra, dan Brahmā, populasi ini bersama dengan para petapa dan brahmana, dengan para deva dan manusianya, yang telah Beliau tembus oleh diriNya sendiri dengan pengetahuan langsung. Beliau mengajarkan Dhamma yang indah di awal, indah di pertengahan, dan indah di akhir, dengan makna dan ungkapan yang benar, dan Beliau mengungkapkan kehidupan suci yang murni dan sempurna.

12. “Seorang perumah-tangga atau putera perumah-tangga atau seseorang yang terlahir dalam salah satu kasta lainnya mendengar Dhamma itu. Setelah mendengar Dhamma ia memperoleh keyakinan pada Sang Tathāgata. Dengan memiliki keyakinan itu, ia 12. “Seorang perumah-tangga atau putera perumah-tangga atau seseorang yang terlahir dalam salah satu kasta lainnya mendengar Dhamma itu. Setelah mendengar Dhamma ia memperoleh keyakinan pada Sang Tathāgata. Dengan memiliki keyakinan itu, ia

13. “Setelah meninggalkan keduniawian dan memiliki latihan dan gaya hidup kebhikkhuan, dengan meninggalkan pembunuhan makhluk-makhluk hidup, ia menghindari pembunuhan makhluk- makhluk hidup; dengan tongkat pemukul dan senjata disingkirkan, lembut dan baik hati, ia berdiam dengan berbelas-kasih pada semua makhluk. Dengan meninggalkan perbuatan mengambil apa yang tidak diberikan, ia menghindari perbuatan mengambil apa yang tidak diberikan; mengambil hanya apa yang diberikan, menerima hanya apa yang diberikan, dengan tidak mencuri ia berdiam dalam kemurnian. Dengan meninggalkan hubungan seksual, ia melaksanakan hidup selibat, hidup terpisah, menghindari praktik kasar hubungan seksual.

“Dengan meninggalkan ucapan salah, ia menghindari kebohongan; ia mengatakan kebenaran, terikat pada kebenaran, dapat dipercaya dan dapat diandalkan, bukan seorang penipu dunia. Dengan meninggalkan ucapan fitnah, ia menghindari ucapan fitnah; ia tidak mengulangi di tempat lain apa yang telah ia dengar di sini dengan tujuan untuk memecah-belah [orang-orang itu] dari orang-orang ini, “Dengan meninggalkan ucapan salah, ia menghindari kebohongan; ia mengatakan kebenaran, terikat pada kebenaran, dapat dipercaya dan dapat diandalkan, bukan seorang penipu dunia. Dengan meninggalkan ucapan fitnah, ia menghindari ucapan fitnah; ia tidak mengulangi di tempat lain apa yang telah ia dengar di sini dengan tujuan untuk memecah-belah [orang-orang itu] dari orang-orang ini,

“Ia menghindari merusak benih dan tanaman. Ia hanya makan sekali di siang hari, menghindari makan di malam hari dan di luar waktu yang selayaknya. 152 Ia menghindari menari, menyanyi, musik, dan pertunjukan hiburan. Ia menghindari mengenakan kalung bunga, mengharumkan dirinya dengan wewangian, dan menghias dirinya dengan salep. Ia menghindari dipan yang tinggi dan besar. Ia menghindari menerima emas dan perak. Ia menghindari menerima beras mentah. Ia menghindari menerima daging mentah. Ia menghindari menerima perempuan-perempuan dan gadis-gadis. Ia menghindari menerima budak laki-laki dan perempuan. Ia menghindari menerima kambing dan domba. Ia menghindari menerima unggas dan babi. Ia menghindari menerima gajah, sapi, kuda jantan, dan kuda betina. Ia menghindari menerima ladang dan tanah. Ia menghindari menjadi pesuruh dan penyampai pesan. Ia “Ia menghindari merusak benih dan tanaman. Ia hanya makan sekali di siang hari, menghindari makan di malam hari dan di luar waktu yang selayaknya. 152 Ia menghindari menari, menyanyi, musik, dan pertunjukan hiburan. Ia menghindari mengenakan kalung bunga, mengharumkan dirinya dengan wewangian, dan menghias dirinya dengan salep. Ia menghindari dipan yang tinggi dan besar. Ia menghindari menerima emas dan perak. Ia menghindari menerima beras mentah. Ia menghindari menerima daging mentah. Ia menghindari menerima perempuan-perempuan dan gadis-gadis. Ia menghindari menerima budak laki-laki dan perempuan. Ia menghindari menerima kambing dan domba. Ia menghindari menerima unggas dan babi. Ia menghindari menerima gajah, sapi, kuda jantan, dan kuda betina. Ia menghindari menerima ladang dan tanah. Ia menghindari menjadi pesuruh dan penyampai pesan. Ia

14. “Ia menjadi puas dengan jubah untuk melindungi tubuhnya dan dengan dana makanan untuk memelihara perutnya, dan ke manapun ia pergi, ia pergi dengan hanya membawa benda-benda ini. Bagaikan seekor burung, ke manapun ia pergi, ia terbang hanya dengan sayapnya sebagai beban satu-satunya, demikian pula bhikkhu itu menjadi puas dengan jubah untuk melindungi tubuhnya dan dengan dana makanan untuk memelihara perutnya, dan ke manapun ia pergi, ia pergi dengan hanya membawa benda-benda ini. Dengan memiliki kelompok moralitas mulia ini, ia mengalami dalam dirinya suatu kebahagiaan yang tanpa cela.

15. “Ketika melihat suatu bentuk dengan mata, ia tidak menggenggam gambaran dan ciri-cirinya. 153 Karena, jika ia membiarkan indria mata tanpa terkendali, kondisi jahat yang tidak bermanfaat berupa ketamakan dan kesedihan akan dapat menguasainya, ia melatih cara pengendaliannya, ia menjaga indria mata, ia menjalankan pengendalian indria mata. Ketika mendengar suatu suara dengan telinga ... Ketika mencium suatu bau-bauan dengan hidung ... Ketika mengecap suatu rasa kecapan dengan lidah ... Ketika menyentuh suatu objek sentuhan dengan badan ... Ketika mengenali suatu objek-pikiran dengan pikiran, ia tidak menggenggam gambaran dan ciri-cirinya. Karena, jika ia membiarkan indria pikiran tanpa terkendali, kondisi jahat yang tidak bermanfaat berupa ketamakan dan kesedihan akan dapat menguasainya, ia melatih cara pengendaliannya, ia menjaga indria pikiran, ia menjalankan pengendalian indria pikiran. Dengan memiliki pengendalian mulia 15. “Ketika melihat suatu bentuk dengan mata, ia tidak menggenggam gambaran dan ciri-cirinya. 153 Karena, jika ia membiarkan indria mata tanpa terkendali, kondisi jahat yang tidak bermanfaat berupa ketamakan dan kesedihan akan dapat menguasainya, ia melatih cara pengendaliannya, ia menjaga indria mata, ia menjalankan pengendalian indria mata. Ketika mendengar suatu suara dengan telinga ... Ketika mencium suatu bau-bauan dengan hidung ... Ketika mengecap suatu rasa kecapan dengan lidah ... Ketika menyentuh suatu objek sentuhan dengan badan ... Ketika mengenali suatu objek-pikiran dengan pikiran, ia tidak menggenggam gambaran dan ciri-cirinya. Karena, jika ia membiarkan indria pikiran tanpa terkendali, kondisi jahat yang tidak bermanfaat berupa ketamakan dan kesedihan akan dapat menguasainya, ia melatih cara pengendaliannya, ia menjaga indria pikiran, ia menjalankan pengendalian indria pikiran. Dengan memiliki pengendalian mulia

16. “Ia menjadi seorang yang bertindak dengan pemahaman jernih ketika berjalan maju maupun mundur; yang bertindak dalam pemahaman jernih ketika melihat ke depan maupun ke belakang; yang bertindak dalam pemahaman jernih ketika menunduk maupun menegakkan badan; yang bertindak dalam pemahaman jernih ketika mengenakan jubahnya dan membawa jubah luar dan mangkuknya; yang bertindak dalam pemahaman jernih ketika makan, minum, mengunyah makanan, dan mengecap; yang bertindak dalam pemahaman jernih ketika buang air besar maupun buang air kecil; yang bertindak dalam pemahaman jernih ketika berjalan, berdiri, duduk, jatuh tertidur, terjaga, berbicara, dan berdiam diri.

17. “Dengan memiliki kelompok moralitas mulia ini, dan pengendalian mulia atas indria-indria ini, dan memiliki perhatian mulia dan kewaspadaan mulia ini, ia mencari tempat tinggal yang terasing: hutan, bawah pohon, gunung, jurang, gua di lereng gunung, tanah pekuburan, hutan belantara, ruang terbuka, tumpukan jerami.

18. “Ketika kembali dari menerima dana makanan, setelah makan ia duduk bersila, menegakkan badannya, dan menegakkan perhatian di depannya. Dengan meninggalkan ketamakan akan dunia, ia berdiam dengan pikiran yang bebas dari ketamakan; ia memurnikan pikirannya dari ketamakan. 154 Dengan meninggalkan permusuhan dan kebencian, ia berdiam dengan pikiran yang bebas dari permusuhan, berbelas-kasih bagi kesejahteraan semua makhluk hidup; ia memurnikan pikirannya dari permusuhan dan kebencian. Dengan meninggalkan kelambanan dan ketumpulan, ia berdiam dengan terbebas dari kelambanan dan ketumpulan, mempersepsikan cahaya, penuh perhatian dan memahami sepenuhnya; ia memurnikan 18. “Ketika kembali dari menerima dana makanan, setelah makan ia duduk bersila, menegakkan badannya, dan menegakkan perhatian di depannya. Dengan meninggalkan ketamakan akan dunia, ia berdiam dengan pikiran yang bebas dari ketamakan; ia memurnikan pikirannya dari ketamakan. 154 Dengan meninggalkan permusuhan dan kebencian, ia berdiam dengan pikiran yang bebas dari permusuhan, berbelas-kasih bagi kesejahteraan semua makhluk hidup; ia memurnikan pikirannya dari permusuhan dan kebencian. Dengan meninggalkan kelambanan dan ketumpulan, ia berdiam dengan terbebas dari kelambanan dan ketumpulan, mempersepsikan cahaya, penuh perhatian dan memahami sepenuhnya; ia memurnikan

19. “Setelah meninggalkan kelima rintangan ini, kekotoran batin yang melemahkan kebijaksanaan, dengan cukup terasing dari kenikmatan indria, terasing dari kondisi-kondisi tidak bermanfaat, ia masuk dan berdiam dalam jhāna pertama, yang disertai dengan awal pikiran dan kelangsungan pikiran, dengan sukacita dan kebahagiaan yang muncul dari keterasingan. Ini, Brahmana, disebut jejak kaki Sang Tathāgata, sesuatu yang digoreskan oleh Sang Tathāgata, sesuatu yang ditandai oleh Sang Tathāgata, tetapi seorang siswa mulia belum sampai pada kesimpulan: ‘Sang Tathāgata telah tercerahkan sempurna, Dhamma telah dibabarkan dengan sempurna oleh Sang Bhagavā, Saṅgha mempraktikkan jalan yang baik.’ 155

20. “Kemudian, dengan meredanya awal pikiran dan kelangsungan pikiran, ia masuk dan berdiam dalam jhāna ke dua, yang memiliki keyakinan-diri dan keterpusatan pikiran tanpa awal pikiran dan kelangsungan pikiran, dengan sukacita dan kebahagiaan yang muncul dari konsentrasi. Ini juga, Brahmana, disebut jejak kaki Sang Tathāgata ... tetapi seorang siswa mulia belum sampai pada kesimpulan: ‘Sang Tathāgata telah tercerahkan sempurna.... ’

21. “Kemudian, dengan meluruhnya sukacita, ia berdiam dalam keseimbangan, dan penuh perhatian dan penuh kewaspadaan, masih merasakan kenikmatan pada jasmani, ia masuk dan berdiam dalam jhāna ke tiga, yang dikatakan oleh para mulia: ‘Ia seimbang, penuh perhatian, seorang yang berdiam dengan bahagia.’ Ini juga,

Brahmana, disebut jejak kaki Sang Tathāgata ... tetapi seorang siswa mulia belum sampai pada kesimpulan: ‘Sang Tathāgata telah tercerahkan sempurna.... ’

22. “Kemudian, dengan meninggalkan kenikmatan dan kesakitan, dan dengan pelenyapan sebelumnya sukacita dan kesedihan, ia masuk dan berdiam dalam jhāna ke empat, yang tanpa kesakitan juga tanpa kenikmatan dan memiliki kemurnian perhatian karena keseimbangan. Ini juga, Brahmana, disebut jejak kaki Sang Tathāgata ... tetapi seorang siswa mulia belum sampai pada kesimpulan: ‘Sang Tathāgata telah tercerahkan sempurna.... ’

23. “Ketika pikirannya yang terkonsentrasi sedemikian murni, cerah, tanpa noda, bebas dari ketidaksempurnaan, lunak, lentur, kokoh, dan mencapai kondisi tanpa-gangguan, ia mengarahkannya pada pengetahuan mengingat kehidupan lampau. Ia mengingat banyak kehidupan lampau, yaitu, satu kelahiran, dua kelahiran, tiga kelahiran, empat kelahiran, lima kelahiran, sepuluh kelahiran, dua puluh kelahiran, tiga puluh kelahiran, empat puluh kelahiran, lima puluh kelahiran, seratus kelahiran, seribu kelahiran, seratus ribu kelahiran, banyak kappa penyusutan-dunia, banyak kappa pengembangan-dunia, banyak kappa penyusutan-dan- pengembangan-dunia: ‘Di sana aku bernama itu, dari suku itu, dengan penampilan seperti itu, makananku seperti itu, pengalaman kesenangan dan kesakitanku seperti itu, umur kehidupanku selama itu; dan meninggal dunia dari sana, aku muncul kembali di tempat lain; dan di sana aku bernama itu, dari suku itu, dengan penampilan seperti itu, makananku seperti itu, pengalaman kesenangan dan kesakitanku seperti itu, umur kehidupanku selama itu; dan meninggal dunia dari sana, aku muncul kembali di sini.’ Demikianlah dengan segala aspek dan ciri-cirinya ia mengingat banyak kehidupan 23. “Ketika pikirannya yang terkonsentrasi sedemikian murni, cerah, tanpa noda, bebas dari ketidaksempurnaan, lunak, lentur, kokoh, dan mencapai kondisi tanpa-gangguan, ia mengarahkannya pada pengetahuan mengingat kehidupan lampau. Ia mengingat banyak kehidupan lampau, yaitu, satu kelahiran, dua kelahiran, tiga kelahiran, empat kelahiran, lima kelahiran, sepuluh kelahiran, dua puluh kelahiran, tiga puluh kelahiran, empat puluh kelahiran, lima puluh kelahiran, seratus kelahiran, seribu kelahiran, seratus ribu kelahiran, banyak kappa penyusutan-dunia, banyak kappa pengembangan-dunia, banyak kappa penyusutan-dan- pengembangan-dunia: ‘Di sana aku bernama itu, dari suku itu, dengan penampilan seperti itu, makananku seperti itu, pengalaman kesenangan dan kesakitanku seperti itu, umur kehidupanku selama itu; dan meninggal dunia dari sana, aku muncul kembali di tempat lain; dan di sana aku bernama itu, dari suku itu, dengan penampilan seperti itu, makananku seperti itu, pengalaman kesenangan dan kesakitanku seperti itu, umur kehidupanku selama itu; dan meninggal dunia dari sana, aku muncul kembali di sini.’ Demikianlah dengan segala aspek dan ciri-cirinya ia mengingat banyak kehidupan

24. “Ketika pikirannya yang terkonsentrasi sedemikian murni, cerah, tanpa noda, bebas dari ketidaksempurnaan, lunak, lentur, kokoh, dan mencapai kondisi tanpa-gangguan, ia mengarahkannya pada pengetahuan kematian dan kelahiran kembali makhluk- makhluk. Dengan mata-dewa, yang murni dan melampaui manusia, ia melihat makhluk-makhluk meninggal dunia dan muncul kembali, hina dan mulia, cantik dan buruk rupa, kaya dan miskin. Ia memahami bagaimana makhluk-makhluk berlanjut sesuai dengan perbuatan mereka: ‘Makhluk-makhluk ini yang berperilaku buruk dalam jasmani, ucapan, dan pikiran, pencela para mulia, menganut pandangan salah, melakukan perbuatan yang berdasarkan pada pandangan salah, ketika hancurnya jasmani, setelah kematian, telah muncul kembali dalam kondisi buruk, di alam sengsara, di alam rendah, di neraka; tetapi makhluk-makhluk ini, yang berperilaku baik dalam jasmani, ucapan, dan pikiran, bukan pencela para mulia, yang menganut pandangan benar, dan melakukan perbuatan yang berdasarkan pada pandangan benar, ketika hancurnya jasmani, setelah kematian, telah muncul kembali di alam yang baik, di alam surga.’ Demikianlah dengan mata-dewa yang murni dan melampaui manusia, ia melihat makhluk-makhluk meninggal dunia dan muncul kembali, hina dan mulia, cantik dan buruk rupa, kaya dan miskin, dan ia memahami bagaimana makhluk-makhluk berlanjut sesuai dengan perbuatan mereka. Ini juga, Brahmana, disebut jejak kaki Sang Tathāgata ... tetapi seorang siswa mulia belum sampai pada kesimpulan: ‘Sang Tathāgata telah tercerahkan sempurna.... ’

25. “Ketika pikirannya yang terkonsentrasi sedemikian murni, cerah, tanpa noda, bebas dari ketidaksempurnaan, lunak, lentur, kokoh, dan mencapai kondisi tanpa-gangguan, ia mengarahkannya pada pengetahuan hancurnya noda-noda. Ia memahami sebagaimana adanya: ‘Ini adalah penderitaan. Ini adalah asal-mula penderitaan. Ini adalah lenyapnya penderitaan. Ini adalah jalan menuju lenyapnya penderitaan.’ Ia memahami sebagaimana adanya: ‘Ini adalah noda- noda. Ini adalah asal-mula noda-noda. Ini adalah lenyapnya noda- noda. Ini adalah jalan menuju lenyapnya noda-noda.’

“Ini juga, Brahmana, disebut jejak kaki Sang Tathāgata, sesuatu yang digoreskan oleh Sang Tathāgata, sesuatu yang ditandai oleh Sang Tathāgata, tetapi seorang siswa mulia belum sampai pada kesimpulan: ‘Sang Tathāgata telah tercerahkan sempurna, Dhamma telah dibabarkan dengan sempurna oleh Sang Bhagavā, Saṅgha mempraktikkan jalan yang baik.’ Tetapi, ia masih dalam proses menuju pada kesimpulan ini. 156

26. “Ketika ia mengetahui dan melihat demikian, batinnya terbebas dari noda keinginan indria, bebas dari noda penjelmaan, dan dari noda kebodohan. Ketika terbebaskan, muncullah pengetahuan: ‘Terbebaskan.’ Ia memahami: ‘Kelahiran telah dihancurkan, kehidupan spiritual telah dijalani, apa yang harus dilakukan telah dilakukan, tidak akan ada lagi penjelmaan menjadi kondisi makhluk apapun.’

“Ini juga, Brahmana, disebut jejak kaki Sang Tathāgata, sesuatu yang digoreskan oleh Sang Tathāgata, sesuatu yang ditandai oleh Sang Tathāgata. Pada titik ini seorang siswa mulia telah sampai pada kesimpulan: ‘Sang Tathāgata telah tercerahkan sempurna, Dhamma telah dibabarkan dengan sempurna oleh Sang Bhagavā, Saṅgha “Ini juga, Brahmana, disebut jejak kaki Sang Tathāgata, sesuatu yang digoreskan oleh Sang Tathāgata, sesuatu yang ditandai oleh Sang Tathāgata. Pada titik ini seorang siswa mulia telah sampai pada kesimpulan: ‘Sang Tathāgata telah tercerahkan sempurna, Dhamma telah dibabarkan dengan sempurna oleh Sang Bhagavā, Saṅgha

27. Ketika hal ini dikatakan, Brahmana Jāṇussoṇi berkata kepada Sang Bhagavā: “Menakjubkan, Guru Gotama! Menakjubkan, Guru Gotama! Guru Gotama telah menjelaskan Dhamma dalam berbagai cara, bagaikan menegakkan apa yang terbalik, mengungkapkan apa yang tersembunyi, menunjukkan jalan pada mereka yang tersesat, atau menyalakan pelita dalam kegelapan agar mereka yang memiliki penglihatan dapat melihat bentuk-bentuk. Aku berlindung pada Guru Gotama dan pada Dhamma dan pada Saṅgha para bhikkhu. Sejak hari ini sudilah Guru Gotama menerimaku sebagai seorang pengikut awam yang telah menerima perlindungan dari Beliau seumur hidupku.”

(MN 27: Cūḷahatthipadopama Sutta; I 175-84)