TINGKATAN PENCAPAIAN
X. TINGKATAN PENCAPAIAN
Terminologi “jalan” dan “buah” adalah cara komentar untuk membedakan. Sutta-sutta sendiri tidak menggunakan skema empat “jalan” melainkan hanya menyebutkan satu jalan, Jalan Mulia Berunsur Delapan yang mengarah pada lenyapnya penderitaan. Ini disebut juga sebagai arahattamagga, jalan menuju Kearahantaan, tetapi dalam makna yang luas, sebagai jalan menuju tujuan tertinggi, bukan dalam makna sempit sebagai jalan yang mendahului buah Kearahantaan. Akan tetapi, sutta-sutta memang membedakan antara orang yang berlatih untuk mencapai buah tertentu (phalasacchikiriyāya paṭipanna) dan orang yang telah mencapai tingkat yang dihasilkan dari praktik ini (baca Teks X, 1(1)). Berdasarkan pada perbedaan ini, terminologi jalan dan buah dari komentar berguna sebagai cara yang ringkas untuk merujuk pada kedua tahapan ini dalam skema Nikāya. 281 Penjelasan saya atas melemahnya nafsu, kebencian, dan kekotoran dari yang-kembali-sekali adalah berdasarkan pada komentar. Terlepas dari formula standar, sutta-sutta sendiri menjelaskan sangat sedikit tentang yang-kembali-sekali.
Adalah penting untuk memperhatikan bahwa sutta-sutta menyiratkan bahwa dhammānusāri dan saddhānusāri tetap demikian selama suatu jangka waktu tertentu. Posisi sutta-sutta tampaknya bertentangan dengan ide komentar bahwa seorang pencapai-jalan hanya bertahan selama satu momen-pikiran. Dalam kasus yang belakangan, hal ini berarti bahwa dhammānusāri dan saddhānusāri hanya demikian selama satu momen-pikiran, dan hal ini tampaknya sulit untuk diselaraskan dengan pernyataan sutta dalam hal bahwa mereka menerima persembahan, bertempat tinggal di hutan, dan sebagainya.
Metode penjelasan komentar menetapkan bahwa meditator keluar dari pencapaian jhāna dan mempraktikkan perenungan pandangan terang dengan pikiran yang telah dibuat tajam dan lentur oleh jhāna. Akan tetapi, sutta-sutta sendiri tidak mengatakan sesuatu tentang keluar dari jhāna. Jika seseorang hanya membaca sutta-sutta saja, tanpa komentar, maka tampaknya seolah-olah meditator memeriksa faktor-faktor itu di dalam jhāna itu sendiri. 284 Karena para Arahant telah mencapai kebebasan dari lingkaran kehidupan, maka adalah tidak mungkin menunjukkan di mana di dalam lingkaran mereka akan muncul; karena itu dikatakan bahwa mereka tidak memiliki lingkaran manifestasi di masa depan.
“Lima belenggu yang lebih rendah” (pañc’ orambhāgiyāni saṃyojanāni) adalah: pandangan identitas, keragu-raguan, cengkeraman pada ritual dan upacara, nafsu indria, dan permusuhan. Mereka yang terlahir kembali secara spontan (opapātika) mengalami kelahiran kembali tanpa bergantung pada ibu dan ayah.
“Tiga belenggu” adalah tiga pertama dari lima belenggu, seperti di atas. “Pasti dalam tujuan” (niyata) berarti bahwa pemasuk-arus pasti mencapai kebebasan dalam paling banyak tujuh kali kehidupan yang dilalui di alam manusia atau di alam surga. Pencerahan (sambodhi) adalah pengetahuan penuh dan lengkap pada Empat Kebenaran Ariya yang dicapai oleh Arahant. 287 Mengenai perbedaan kedua jenis ini, baca di bawah, Teks X, 1(5) §§20-21 dan Teks X, 2(2).
Ps mengatakan bahwa ini merujuk pada orang-orang yang menekuni praktik pandangan terang yang belum mencapai tahap pencapaian adi- duniawi yang manapun. Kata saddhāmattaṃ pemamattaṃ mungkin diterjemahkan sebagai “hanya keyakinan, hanya cinta kasih,” tetapi kualitas- kualitas ini tidak dapat menjamin kelahiran kembali di alam surga. Dengan demikian tampaknya perlu menambahkan akhiran –matta untuk menyiratkan suatu tingkat yang mencukupi dari kualitas-kualitas itu, bukan hanya sekedar ada.
Sang Buddha di sini berbicara dengan pengembara Vacchagotta (baca Teks IX, 5(6)). Ps mengatakan bahwa Vacchagotta berpikir bahwa Sang Buddha adalah satu-satunya dalam komunitasNya yang telah mencapai tujuan akhir.
Pertanyaan ini dan satu dalam §11 merujuk pada yang-tidak-kembali. Perhatikan bahwa yang-tidak-kembali menjalani kehidupan selibat. 291 Pertanyaan ini dan satu dalam §12 merujuk pada pemasuk-arus dan yang- kembali-sekali. Karena mereka digambarkan sebagai menikmati kenikmatan indria, ini berarti bahwa mereka tidak harus menjalani kehidupan selibat.
Ubhatobhāgavimutta. Ps: Ia terbebaskan dalam kedua cara karena ia terbebaskan dari tubuh fisik melalui pencapaian tanpa materi dan dari tubuh batin melalui jalan Kearahantaan.
Kebebasan ganda dari Arahant yang “terbebaskan dalam kedua cara” jangan disalah-pahami sebagai “kebebasan pikiran tanpa noda, kebebasan melalui kebijaksanaan” (anāsavā cetovimutti paññāvimutti), yang dimiliki oleh semua Arahant, tidak peduli apakah mereka mencapai pencapaian tanpa bentuk atau tidak.
Paññāvimutta. Ps mengatakan Ini termasuk mereka yang mencapai salah satu dari empat jhāna serta Arahant pandangan terang kering. Seorang Arahant pandangan terang kering tidak secara eksplisit disebutkan dalam NIkāya.
Kāyasakkhī. Jenis ini mencakup semua orang yang berada pada jalan Kearahantaan hingga para pemasuk arus yang mencapai pencapaian tanpa bentuk.
Diṭṭhipatta: Jenis ini mencakup semua orang dari kelompok yang sama yang tidak mencapai pencapaian tanpa bentuk dan mereka yang kualitas dominannya adalah kebijaksanaan. 296 Saddhāvimutta. Jenis ini mencakup semua orang dari kelompok yang sama yang kualitas dominannya adalah keyakinan.
Dhammānusāri. Jenis ini dan yang berikutnya, saddhānusāri, adalah individu-individu yang berlatih untuk mencapai buah memasuki-arus. Baca p.466 dan Teks X, 2(2).
298 Sammattaniyāma: Jalan Mulia Berunsur Delapan adi-duniawi. 299 Berlawanan dengan komentar, yang menganggap bahwa pencapai-jalan menembus buah segera setelah mencapai sang jalan, Nikāya-nikāya hanya
mengatakan bahwa seorang yang mencapai tingkat pengikut-Dhamma atau pengikut-keyakinan (bersesuaian dengan gagasan komentar tentang pencapai-jalan) akan mencapai buah dalam kehidupan yang sama – tetapi tidak harus dalam momen pikiran berikutnya. Kedua pernyataan ini mungkin selaras jika kita melihat jalan pengikut-Dhamma dan pengikut- keyakinan sebagai berjangka waktu, tetapi mencapai puncaknya dalam suatu penembusan seketika yang segera diikuti oleh pencapaian buah.
Pernyataan ini menjelaskan bagaimana Pemasuk-arus berbeda dengan mereka yang sedang dalam perjalanan menuju tingkat Memasuki-arus. Penganut-keyakinan menerima ajaran atas dasar keyakinan (dengan tingkat pemahaman terbatas), Penganut-Dhamma menerimanya melalui penyelidikan (dengan tingkat pemahaman yang lebih tinggi); tetapi Pemasuk-arus telah mengetahui dan melihat ajaran secara langsung.
Penembusan pada Dhamma (dhammābhisamaya) dan perolehan penglihatan pada Dhamma (dhammacakkhupaṭilābha) adalah bersinonim yang menyiratkan pencapaian tingkat Memasuki-arus.
Aveccappasāda. Spk menjelaskan ini sebagai keyakinan yang tidak tergoyahkan yang diperoleh melalui apa yang telah dicapai, yaitu, memasuki-arus. 303 Neraka, alam binatang, dan alam hantu itu sendiri adalah alam sengsara, alam yang buruk, dan alam rendah. 304 Identitas (sakkāya) adalah susunan dari kelima kelompok unsur kehidupan yang kita identifikasi sebagai “diri” kita. Lenyapnya identitas ini adalah Nibbāna. 305 Upadhi. Dalam konteks ini, kata ini tampaknya berarti kepemilikan materi.
306 Dari sebelas atribut ini, “tidak kekal” dan “kehancuran” mengilustrasikan karakteristik ketidak-kekalan; “makhluk-asing,” “kehampaan,” dan “bukan-
diri,” mengilustrasikan karakteristik bukan-diri; dan enam lainnya, mengilustrasikan karakteristik penderitaan.
307 Ps: Ia “mengalihkan pikirannya” dari kelima kelompok unsur kehidupan yang termasuk dalam jhāna, yang telah ia lihat sebagai ditandai dengan
ketiga karakteristik. “Unsur keabadian” (amatā dhātu) adalah Nibbāna. Pertama “ia mengarahkan pikirannya pada Nibbāna” dengan kesadaran pandangan terang, setelah mendengarnya dipuji dan digambarkan sebagai “damai dan luhur,” dan seterusnya. Kemudian, dengan jalan adi-duniawi, “ia mengarahkan pikirannya pada Nibbāna” dengan menjadikannya sebagai objek dan menembusnya sebagai “damai dan luhur,” dan seterusnya.
Dhammarāgena dhammanandiyā. Tampaknya bahwa keinginan akan Dhamma dan kegembiraan dalam Dhamma ini melakukan dua hal secara bersamaan: (1) karena diarahkan pada Dhamma, maka kedua hal ini mendorong siswa menuju hancurnya kelima belenggu yang lebih rendah; (2) karena masih bersifat keinginan dan kegembiraan, maka kedua hal ini menghalangi pencapaian Kearahantaan. 309 Di sini, dalam pencapaian tanpa bentuk, sutta hanya menyebutkan empat kelompok unsur batin. Kelompok unsur bentuk tidak termasuk.
Ini adalah subjek-subjek meditasi yang menuntun pada kekecewaan dan kebosanan. Ketidak-menarikan jasmani terdapat pada Teks VIII, 8 §10; perenungan pada kejijikan makanan dijelaskan pada Vism 341-47 (Ppn 11:1-26); persepsi kematian, pada Vism 229-39 (Ppn 8:1-41); dan persepsi ketidak-memuaskannya keseluruhan dunia, dan perenungan ketidak-kekalan segala fenomena, pada AN 10:60; V 111.
Pada AN V 110, persepsi ditinggalkannya (pahānasaññā) dijelaskan sebagai pelenyap akan pikiran-pikiran kotor. Pada AN V 110-11, persepsi kebosanan (virāgasaññā) dan persepsi lenyapnya (virāgasaññā) keduanya dijelaskan sebagai perenungan ciri-ciri Nibbāna.
312 Spk menjelaskan antarāparinibbāyī (“seorang yang mencapai Nibbāna pada masa interval”) adalah seorang yang terlahir kembali di Alam Murni yang
mencapai Kearahantaan pada masa paruh pertama kehidupannya. Jenis ini dikelompokkan lagi menjadi tiga, tergantung pada apakah Kearahantaan tercapai: (1) pada hari kelahirannya; (2) setelah seratus atau dua ratus kappa berlalu; atau (3) setelah empat ratus kappa berlalu. Upahaccaparinibbāyī (“seorang yang mencapai Nibbāna ketika mendarat”) dijelaskan sebagai seorang yang mencapai Kearahantaan setelah melewati paruh pertama kehidupannya. Pada Spk, asaṅkhāraparinibbāyī (“seorang yang mencapai Nibbāna tanpa berusaha”) dan sasaṅkhāraparinibbāyī (“seorang yang mencapai Nibbāna dengan berusaha”) kemudian menjadi dua cara yang mana kedua jenis pertama yang-tidak-kembali mencapai tujuannya, berturut-turut, dengan mudah dan tanpa usaha keras, dan dengan bersusah- payah dan usaha keras. Akan tetapi, penjelasan dua jenis pertama ini mangabaikan makna literal dari namanya dan meniadakan sifat berurutan dan saling terpisah dari kelima jenis yang dijelaskan di tempat lain dalam sutta-sutta.
Jika kita memahami kata antarāparinibbāyī secara literal, yang sepertinya kita harus memahaminya, maka itu berarti seorang yang mencapai Nibbāna pada masa interval antara dua kehidupan, mungkin selagi dalam tubuh halus pada keadaan antara. Maka upahaccaparinibbāyī kemudian menjadi seorang yang mencapai Nibbāna, “ketika mendarat” atau “menyentuh tanah” pada kehidupan baru, yaitu, nyaris segera setelah terlahir kembali. Kedua istilah berikutnya merujuk pada dua jenis yang mencapai Kearahantaan pada kehidupan berikutnya, yang dibedakan dari besarnya usaha yang harus dikerahkan untuk mencapai tujuan. Yang terakhir, uddhaṃsota akaniṭṭhagāmī, adalah seorang yang terlahir kembali di Alam-alam Murni berturut-turut, menyelesaikan kehidupannya secara penuh pada tiap-tiap alam, dan akhirnya mencapai Kearahantaan di alam Akaniṭṭha, Alam Murni tertinggi. Interpretasi ini, walaupun bertentangan dengan komentar Pāli, tampaknya didukung oleh AN 7:52 (IV 70-74), yang mana perumpamaan kayu terbakar menyiratkan bahwa ketujuh jenis (termasuk tiga jenis antarāparinibbāyī) adalah saling terpisah dan telah dikelompokkan menurut katajaman indria mereka.
Dalam menyatakan bahwa ia tidak menganggap sebagai diri atau milik diri di antara kelima kelompok unsur kehidupan, Khemaka secara implisit menyatakan bahwa ia telah mencapai setidaknya tingkat memasuki-arus. Tetapi para bhikkhu lain tidak memahami bahwa semua individu mulia memiliki pemahaman ini dan menganggap bahwa hal ini adalah pencapaian khas Arahant. Demikianlah mereka menyalah-pahami pernyataan Khemaka sebagai sindiran bahwa ia telah mencapai Kearahantaan.
Walaupun seluruh tiga edisi SN yang saya pelajari (Be, Ce, dan Ee) dan kedua edisi Spk (Be dan Ce) menuliskan asmī ti adhigataṃ, saya mencurigai hal ini mungkin kesalahan lama yang bertahan hingga sekarang. Saya mengusulkan tulisan asmī ti avigataṃ. Paragraf ini menjelaskan suatu perbedaan penting antara siswa yang masih berlatih (sekha) dan Arahant. Walaupun sekha telah melenyapkan pandangan identitas dan tidak lagi mengidentifikasikan satu dari lima kelompok unsur kehidupan sebagai diri, namun ia masih belum melenyapkan ketidak-tahuan, yang mempertahankan sisa keangkuhan dan keinginan “aku” (anusahagato asmī ti māno asmī ti chando) sehubungan dengan lima kelompok unsur kehidupan. Sebaliknya, Arahant telah melenyapkan ketidak-tahuan, akar semua miskonsepsi, dan dengan demikian tidak lagi melayani gagasan “aku” dan “milikku.” Para bhikkhu lainnya jelas belum mencapai tingkat pencerahan apapun dan dengan demikian tidak memahami perbedaan ini, namun Yang Mulia Khemaka minimal adalah seorang Pemasuk-arus (beberapa komentator meyakini bahwa ia adalah seorang Yang-tidak-kembali) dan dengan demikian mengetahui bahwa lenyapnya pandangan identitas tidak sepenuhnya melenyapkan pikiran identitas personal. Bahkan bagi Yang-tidak-kembali, suatu “aroma subjektifitas” yang berdasarkan pada kelima kelompok unsur kehidupan masih tertinggal pada pengalamannya.
Spk: proses batin kaum duniawi adalah bagaikan kain kotor. Tiga perenungan (ketidak-kekalan, penderitaan, dan bukan-diri) adalah bagaikan tiga pembersih. Proses batin seorang Yang-tidak-kembali adalah bagaikan kain yang telah dicuci dengan tiga pembersih. Kekotoran yang harus dilenyapkan melalui jalan Kearahantaan adalah bagaikan aroma sisa dari pembersih. Pengetahuan jalan Kearahantaan adalah bagaikan peti beraroma harum, dan hancurnya seluruh kekotoran melalui sang jalan adalah bagaikan lenyapnya aroma sisa pembersih dari kain setelah disimpan dalam peti. 316 Yaitu, di luar pengajaran Sang Buddha.
317 Seperti yang saya pahami, “tujuannya … tujuan akhirnya” adalah Nibbāna. Di sini kita memiliki suatu perbedaan penting lainnya antara siswa yang
masih berlatih dan Arahant: siswa yang masih berlatih melihat Nibbāna, tujuan dari kelima indria, yang padanya indria-indria ini memuncak, buahnya, dan tujuan akhirnya; akan tetapi, ia tidak dapat “menyentuhnya dengan jasmani,” tidak dapat memasuki pengalaman sepenuhnya terhadapnya. Sebaliknya, Arahant melihat tujuan akhir ini dan juga mengalami sepenuhnya di sini dan saat ini. 318 Ini adalah tiga puluh tujuh bodhipakkhiyā dhammā, secara literal “kondisi- kondisi yang berhubungan dengan pencerahan,” secara bebas: “bantuan- bantuan untuk mencapai pencerahan,” Tentang Empat Penegakan perhatian, baca Teks VII, 2 dan Teks VIII, 8 untuk penjelasannya dan SN bab 47. Empat jenis usaha benar adalah sama dengan usaha benar, untuk penjelasannya baca Teks VII, 2 dan SN bab 49. empat landasan kekuatan spiritual adalah: konsentrasi dari (1) keinginan, atau (2) kegigihan, atau (3) pikiran, atau (4) penyelidikan, dengan kekuatan kehendak berusaha; baca SN bab 51. lima indria terdapat pada Teks X, 1(2); baca SN bab 48 untuk penjelasannya. Lima kekuatan adalah sama dengan lima faktor indria, tetapi dengan kekuatan lebih besar. Tujuh faktor pencerahan terdapat pada Teks VIII, 9; baca SN bab
46. Jalan Mulia Berunsur Delapan terdapat pada Teks VII, 2; baca SN bab 45.
319 Ps mengidentifikasi ini sebagai keseimbangan jhāna ke empat. Menurut Ps, Pukkusāti telah mencapai jhāna ke empat dan memiliki kemelekatan kuat
pada jhāna itu. Sang Buddha pertama-tama memuji keseimbangan ini untuk menginspirasi keyakinan Pukkusāti, kemudian setahap demi setahap Beliau menuntunnya menuju jhāna-jhāna tanpa materi dan pencapaian jalan dan buah adi-duniawi.
Maknanya adalah: Jika ia mencapai landasan ruang tanpa batas dan meninggal dunia selagi masih melekatinya, maka ia akan terlahir kembali di alam ruang tanpa batas dan akan hidup di sana selama umur kehidupan maksimum 20,000 kappa yang ditentukan di alam itu. Di tiga alam tanpa bentuk yang lebih tinggi, umur kehidupannya berturut-turut adalah 40,000 kappa, 60,000 kappa, dan 84,000 kappa.
Ps: ini dikatakan untuk menunjukkan bahaya dalam pencapaian- pencapaian tanpa bentuk. Dengan satu frasa, “ini adalah terkondisi,” Beliau menunjukkan: “Bahkan walaupun umur kehidupan di sana adalah 20,000 kappa, namun itu adalah terkondisi, dirancang, dibangun. Dengan demikian maka tidak kekal, tidak stabil, tidak bertahan lama, sementara. Tunduk pada kemusnahan, kehancuran, dan kelenyapan; ini melibatkan kelahiran, penuaan, dan kematian, dibangun di atas penderitaan. Ini bukanlah suatu naungan, suatu tempat aman, suatu perlindungan. Setelah meninggal dunia dari sana sebagai kaum duniawi, seseorang masih dapat terlahir kembali di empat alam sengsara.”
So n’eva abhisaṅkharoti nābhisañcetayati bhavāya vā vibhavāya. Kedua kata kerja ini menyiratkan gagasan kehendak sebagai kekuatan pembangun yang membangun dan memelihara kelangsungan kehidupan terkondisi. Lenyapnya kehendak akan penjelmaan atau tanpa-penjelmaan menunjukkan padamnya keinginan akan kehidupan abadi dan pemusnahan.
Ps mengatakan bahwa pada titik ini Pukkusāti menembus tiga jalan dan buah, menjadi yang-tidak-kembali. Ia menyadari bahwa gurunya adalah Sang Buddha sendiri, tetapi ia tidak dapat mengungkapkan hal ini karena Sang Buddha masih melanjutkan khotbahNya.
Paragraf ini menunjukkan kediaman Arahant dalam unsur Nibbāna dengan sisa (sa-upādisesa nibbānadhātu); baca Teks IX, 5(5). Walaupun ia tetap mengalami perasaan, namun ia bebas dari nafsu terhadap perasaan menyenangkan, dari penolakan terhadap perasaan menyakitkan, dan dari ketidak-tahuan terhadap perasaan netral.
Yaitu, ia terus mengalami perasaan hanya selama jasmani dan indria kehidupannya berlangsung, tetapi tidak melampaui itu.
Ini merujuk pada pencapaian unsur-Nibbāna tanpa sisa (anupādisesa nibbānadhātu) – lenyapnya segala kehidupan terkondisi melalui kematiannya. Baca Teks IX, 5(5).
Ini menyelesaikan pembabaran tentang landasan pertama, landasan kebijaksanaan (paññādhiṭṭhāna). Ps mengatakan bahwa pengetahuan hancurnya segala penderitaan adalah kebijaksanaan yang berperan pada buah Kearahantaan. 328 Ps menyebutkan empat jenis perolehan (upadhi) di sini: kelima kelompok unsur kehidupan; kekotoran-kekotoran, bentukan-bentukan kehendak, dan nafsu indria.
“Arus pasang penganggapan” (maññussavā), seperti yang ditunjukkan dalam paragraf berikut ini, adalah pikiran-pikiran dan gagasan-gagasan yang berasal-mula dari ketiga akar penganggapan – ketagihan, keangkuhan, dan pandangan. Sang “bijaksana damai” (muni santo) adalah Arahant.
Pikiran-pikiran “aku akan ada” dan “aku akan tidak ada” menyiratkan pandangan eternalisme (kehidupan yang berlanjut setelah kematian) dan nihilisme (padamnya personal pada saat kematian). Alternatif-alternatif memiliki bentuk fisik dan tidak memiliki bentuk mewakili dua modus kehidupan dalam kehidupan berikut, memiliki jasmani dan tanpa jasmani, triad memiliki persepsi, dan seterusnya, adalah tiga modus kehidupan dalam kehidupan berikut, yang dibedakan oleh hubungannya dengan persepsi kesadaran.
Apa yang tidak ada padanya adalah ketagihan akan penjelmaan, yang menuntun mereka yang belum melenyapkannya kembali kepada kelahiran kembali setelah kematian.
Satta saddhammā. Keyakinan, rasa malu, takut pada perbuatan-salah, pembelajaran, semangat, perhatian, dan kebijaksanaan; baca MN 53.11-17. 333 Latihan dalam disiplin moral yang lebih tinggi, pikiran yang lebih tinggi, dan kebijaksanaan yang lebih tinggi. 334
Sepuluh faktor adalah delapan faktor Jalan Mulia Berunsur Delapan, ditambah dengan pengetahuan benar dan kebebasan benar. Baca, misalnya, MN 65.34 dan MN 78.14. 335 Tiga pembedaan: “aku lebih baik,” “aku setara,” “aku lebih buruk.”
336 Kemungkinan bahwa bhikkhu paññāvimutto di sini harus dipahami sebagai siswa Arahant manapun, bukan secara khusus sebagai paññāvimutta yang
berlawanan dengan Arahant ubhatobhāgavimutta.
Sutta ini termasuk dalam Mahāparinibbāna Sutta (DN II 81-83), tetapi tanpa paragraf terakhir. Versi penjelasan yang lebih lengkap membentuk DN 28. 338 Spk mengidentifikasi “kualitas-kualitas demikian” (evaṃdhammā) sebagai “kualitas-kualitas yang berperan pada konsentrasi” (samādhipakkhā dhammā).
Sepuluh kekuatan Sang Tathāgata adalah kekuatan-kekuatan pengetahuan. Pengetahuan-pengetahuan ini dianalisa secara terperinci pada Vibh §§808-31. “Roda Brahmā” adalah roda Dhamma. 340 Untuk penjelasan terperinci, baca MN 115.12-19.
Ps menjelaskan kemungkinan (ṭhāna) sebagai alam, situasi, waktu, dan usaha, faktor-faktor yang dapat menghalangi atau mendorong akibatnya; penyebabnya (hetu) adalah kamma itu sendiri. Pengetahuan Sang Buddha ini diilustrasikan oleh Teks V, 1(1)-(3).
Hal ini menyiratkan pengetahuan Sang Buddha akan jenis-jenis perilaku yang mengarah menuju semua tujuan masa depan di dalam lingkaran kehidupan serta kebebasan akhir. Baca MN 12.35-42.
Vbh §813 menjelaskan bahwa Sang Tathāgata memahami makhluk- makhluk berkecenderungan rendah dan berkecenderungan mulia, dan bahwa mereka condong untuk bergaul dengan mereka yang memiliki kecenderungan sama.
344
Vbh §814-27 memberikan analisa terperinci. Ps menyebutkan maknanya secara lebih ringkas bahwa Beliau mengetahui kecenderungan hina dan mulia dari kelima indria makhluk-makhluk.
345
Vbh §828: Kekotoran (saṅkilesa) adalah suatu kondisi yang menyebabkan kemunduran, “pemurnian” (vodāna) adalah suatu kondisi yang menyebabkan kemajuan, “kemunculan” (vuṭṭhāna) adalah pemurnian dan keluar-dari pencapaian. Delapan kebebasan (vimokkhā) diuraikan dalam DN 15.35, DN
16.3.33, MN 77.22 dan MN 137.26, dan sebagainya; sembilan pencapaian (samāpatti) adalah empat jhāna, empat pencapaian tanpa bentuk, dan lenyapnya persepsi dan perasaan.
346
Vesārajja. Ps mengatakan hal ini adalah nama bagi pengetahuan yang menggembirakan yang muncul dalam diriNya ketika Beliau merenungkan ketiadaan ketakutan dalam empat hal.
347
Spk mengatakan kualifikasi ini untuk mengecualikan para deva yang adalah para mulia.
348
Spk: Termasuk di dalam identitas (sakkāyapariyāpannā): termasuk dalam kelima kelompok unsur kehidupan. Ketika Sang Buddha mengajarkan kepada mereka Dhamma yang dibubuhi dengan tiga karakteristik, memperlihatkan cacat-cacat dalam lingkaran kehidupan, ketakutan akan pengetahuan merasuki mereka.