Gambaran Perencanaan Segmentasi Pasar
91
khusus yang dilakukan puskesmas untuk segmentasi pasar. Pemilihan segmentasi pasar oleh Puskesmas hanya dilakukan dengan penilaian
terhadap faktor risiko di Balai Pengobatan dan penjaringan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat LSM serta tergambar dalam dokumen POA.
Sedangkan menurut LSM, segmentasi yang dilakukan hanya melalui rapat koordinasi kelurahan dan posyandu dengan cara pemilihan sasaran
berdasarkan faktor risiko untuk masyarakat berisiko HIV atau yang wajib, sedangkan untuk masyarakat umum, diberikan edukasi untuk VCT hanya
sekedar pencegahan. Perencanaan segmentasi pasar dalam dokumen POA belum
menggambarkan psikografis atau gaya hidup, perilaku, jejaring sosial, asset masyarakat, tahapan dalam perubahan stage of changes serta jumlah
sasaran target pemasaran sebelum melakukan pemasaran sosial. Segmentasi hanya terlihat berdasarkan demografis dan geografis. Meskipun demikian,
peneliti tetap
melakukan wawancara
mendalam sebagai
bahan pertimbangan serta masukan Puskesmas dalam melakukan perencanaan
segmentasi pasar secara lebih detail untuk pemasaran sosial program. Berikut kutipan wawancara dengan pihak Puskesmas dan LSM Kotek.
“Untuk pemilihan segmen, hanya diijaring di BP balai pengobatan, tanya faktor risikonya, diantar LSMdatang sendiri
” D-RS-1 “Lewat media rakor rapat kelurahan, posyandu. Cara milihnya waktu
pelaksanaan ya dipilih yang punya risiko, misalnya metadon, mantan penasun pengguna narkoba suntik, ibu hamil PITC Provider Initiated
Test and Counseling maka wajib untuk VCT. Kalau untuk masyarakat
92
umum lewat rakor penjelasannya, kan VCT itu untuk mengetahui kita kena HIV atau nggak, walau nggak punya risiko, jadi beda bahasa verbal saja,
intinya sama ” F-RS-2.
“Puskesmas cukup melibatkan saat pelaksanaan, kita sebut mobile VCT, kita bi
asanya sama LSM BMG, Kotek, Puskesmas” C-RS-4 Segmen pemasaran sosial program VCT secara umum yaitu ibu
hamil, kelompok berisiko HIV-AIDS seperti Wanita Pekerja Seks WPS, Waria, Laki-laki Seks Lelaki LSL, Injecting Drug User IDU, Pasangan
Risiko Tinggi, Pelanggan dan lainnya serta masyarakat umum. Jumlah yang ditargetkan adalah 50 orang di Puskesmas Ciputat, sedangkan di Tangerang
Selatan yaitu sebanyak 336 orang yang melakukan tes VCT pada tahun 2014.
“Masyarakat umum dan kelompok yang berisiko, dan ibu hamil. Jumlahnya 50 sebulan” D-RS-1.
“Belum ada target ya” A-RS-3 “Ada, kita lebih ke kualitas pendampingan, kita dapat banyak pun tapi
mereka nggak akses kesehatan juga percuma, bukan hanya kuantitasna, kalau untuk pendamping sebaya, paling tidak 6-10 pasien baru per orang.
Kalau kita berlima, paling nggak, 5 per orang sudah 30 an per bulan” C- RS-4
Segmentasi berdasarkan demografis dalam POA untuk pemasaran sosial program VCT di Puskesmas dapat dilihat berdasarkan jenis kelamin,
usia, asal daerah. Untuk usia, pihak promosi kesehatan Puskesmas mengakui lebih menyasar segmen usia produktif, namun bayi juga ada.
93
Untuk jenis kelamin, puskesmas tidak secara khusus membedakan. Untuk daerah asal Puskesmas lebih banyak menyasar wilayah Ciputat dan
Pamulang lebih luasnya untuk masyarakat Tangerang Selatan tidak terlalu sempit di Ciputat. Berikut kutipan wawancara dengan informan,
“Sebenarnya tidak begitu, karna mereka tinggal doang disini, tapi operasional di daerah lain, mobilisasi tinggi, ngga ada pemetaan khusus
” D-RS-1.
“Kalau usia, yang usia produktif ya, dewasa muda lah.. asal dan jenis kelamin sama saja, daerah tangerang selatan, untuk ciputat biasanya dari
Ciputat dan Pamulang ” F-RS-2.
“Nggak, semua yang datang, kita tidak melihat jenis kelamin, atau asalnya, kalau wilayah bukan ciputat juga nggak apa-apa. Misalnya di tegal rotan,
kita juga sering diminta untuk memeriksa di daerah lain” A-RS-3 “Iya, ada, biasanya ada pendatang juga, kita pendataan berdasarkan usia
produktif ada, bahkan bayi juga ada, jenis kelamin, ada, kalau untuk lebih banyak yang mana, untuk sekarang kita bisa diratain sih
” C-RS-4 Sedangkan klien VCT mengatakan tidak begitu mengetahui
pemilahan segmen berdasarkan usia, jenis kelamin dan asal daerah. Klien yang belum pernah tes VCT berpendapat ada pembedaan segmen sasaran
VCT, berikut kutipannya. “Nggak kali mbak, sama aja. Saya dulu karena hamil saja disuruh tes VCT,
katanya wajib” S-RS-6. “Oh iya dibedakan, itukan supaya tes itu kan ya siapa yang mau, siapa
yang masih ragu-ragu, ya harus dibedakan, ngga mungkin bayi juga di tes,
94
kecuali orang tuanya ragu-ragu kan ya umur baligh lah, uda 19 keatas H-
RS-7 Sedangkan, hasil telaah dokumen menyebutkan ada data klien
berdasarkan usia, jenis kelamin dan asal daerah. Data sasaran ini terlihat dari laporan bulanan Puskesmas Ciputat. Berdasarkan laporan Bulanan
Kasus HIV-AIDS dimana tertera disitu data usia dengan rentang 4, 5-14, 15-19, 20-24, 25-
49, dan ≥50, jenis kelamin laki-laki dan perempuan, serta asal. Pasien Puskesmas Ciputat lebih banyak datang dari wilayah Kelurahan
Ciputat, Ciater, Cipayung, Pondok Cabe Ilir Pamulang Laporan Bulanan VCT: 2014.
Sedangkan untuk
segmentasi berdasarkan
psikografis, penanggungjawab program VCT dan Kepala Puskesmas mengaku tidak
melakukan pemilahan segmen. Sedangkan informan LSM dan bagian promosi kesehatan puskesmas mengaku hanya membedakan sasaran
berdasarkan karakter individu, gaya hidup dan ketertarikan tertentu. Karakter yang digambarkan seperti gaya hidup bebas, gonta-ganti pasangan,
pecandu narkoba, silent client seperti ibu rumah tangga, man mobile with money
3M yang punya mobilitas tinggi, pekerja seks pendekatan lewat mucikari. Perbedaaan faktor risiko ini mempengaruhi cara pendekatan tim
penjangkau. LSM mencontohkan dari segi penampilan, ketika pihaknya atau orang Dinas dan Puskesmas mau datang ke tempat prostitusi maka harus
menanggalkan pakaian dinas, mobil dinas untuk menghargai privasi PSK dan membuat mereka nyaman dengan kedatangan. Informan dari klien yang
sudah pernah VCT mengatakan perilaku sering keluar malam, sering di luar
95
rumah. Sedangkan klien non VCT mengatakan klien yang rentan menjadi sasaran adalah masyarakat yang hidup di kota-kota besar seperti Jakarta dan
Tangerang Selatan, berikut kutipannya. “Ngga ada” D-RS-1
“Gaya hidup dibedain, ada yang berperilaku bebas, gonta-ganti pasangan, pekerja seks yang terbiasa melayani pelanggan, pecandu narkoba, ada juga
yang silent seperti ibu rumah tangga” F-RS-2
“Kita belum mengarah kesitu” A-RS-3 “Iya ada, kan dari setiap faktor risiko kan punya karakter berbeda, kita ada
itu, biasanya kalau ada man mobile with money, laki-laki dengan mobilitas tinggi, ibu rumah tangga yang cenderung tersembunyi ya, kita pendekatan
lewat suaminya, biasanya kalau suaminya kena. Kalau ke PSK, kita adakan pendekatan personal, bilang kita cuma mau akses kesehatan mereka, bukan
menjaring kita juga ada beberapa pegang mami mereka, germonya, takutnya mreka kan takut dijaring , kalau mereka yang sadar kesehatan
mereka, mereka mau VCT, mau ikut program kita, bahkan membagikan kondom juga mereka mau, kalau ke maminya ya kita bilang, kita Cuma
sebatas, ayo mi, kita Cuma mau ngadain VCT kok mi, supaya jaga kesehatan mereka kok mi, kan sekarang ada obatnya mi, gitu tapi ya susah,
kita , namanya germo ya tetap melindungi mereka, pokoknya pinter-pinter kita sih bujuknya, walaupun masuknya aja susah, mereka kalau tahu kita
mau dateng, uda, kabur, apalagi kalau ada orang dinkes makanya kalau kita kesana, kita anjurkan jangan pakai seragam dinas, jangan pakai mobil
96
dinas, begitu kita datang , uda, mereka hilang, seringnya gagal kita. Ya pelan-
pelan masuk, temui maminya dulu, pasti adalah kendala” C-RS-4 “Apa ya, mungkin yang sering keluar malam, di luar rumah” S-RS-5
“Perilaku kehidupan bebas di kota-kota besar, kayak tangsel, jakarta” H- RS-6
Segmentasi berdasarkan geografis dilakukan oleh pihak LSM dengan pendataan wilayah-wilayah sesuai dengan asal tempat berkumpul dan
karakteristik wilayah klien. Misalnya untuk kelompok waria, Pekerja Seks Komersial PSK tempat kumpul misalnya di Tegal Rotan, Pondok Aren,
Setu, pendekatan yang dilakukan adalah mobile VCT. Sedangkan untuk pengguna narkoba suntik Penasun di klinik Program Terapi Rumatan
Metadon PTRM, Pasangan Risiko Tinggi di rumah masing-masing. Kepala Puskesmas dan Penanggungjawab program VCT mengaku belum
melakukan segmentasi berdasarkan geografis, hanya data global Tangerang Selatan oleh Dinas Kesehatan Tangerang Selatan. Klien yang belum tes
VCT menambahkan pemasaran sosial bisa dilakukan di daerah-daerah yang memiliki tempat hiburan malam. Sedangkan klien yang sudah VCT
mengatakan di tempat yang kotor. “Ngga ada”, D-RS-1
“Secara langsung nggak, paling lewat posyandu ke ibu hamil, kalau penasun ngga, didatengin” F-RS-2
“Kalau data seperti itu biasanya dinas, untuk data seTangsel A-RS-3 “Iya ada, kan untuk WPS sendiri, ada di wilayah mana, penasun HRL kan
mereka masing-masung, kalau penasun mereka kumpulnya di klinik itu itu,
97
kalau waria, PSK biasanya ada di tegal rotan, pondok aren, setu, kita biasanya mobile VCT kesana, iya mereka uda kenal kita
” C-RS-4. “Ya mungkin tempat tinggal yang kotor sekali, siapa aja” S-RS-6
“Sporadis sebenernya, harusnya semua, atau tempat-empat yang dimana disitu ada hiburan malam, saya taunya kan HIV bisa nular karna narkoba
dan seks bebas” H-RS-7 Sedangkan hasil wawancara dengan pihak Dinas Kesehatan Kota
Tangerang Selatan menunjukkan bahwa tidak ada upaya segmentasi untuk pemasaran sosial, yang dilakukan selama ini hanya pendataan lokasi yang
berisiko di Tangerang Selatan serta pembuatan peta penyebaran HIV-AIDS di Tangerang Selatan seperti yang tertera dalam gambar 5.1 diatas. Lokasi
yang berisiko di Tangerang Selatan seperti Alang-Alang, Tegal Rotan, Kampung Sawah, Pondok Kacang Timur, Setu, Victor, dan beberapa panti
pijat. “Lokasi yang berisiko di Tangerang Selatan seperti Alang-Alang, Tegal
Rotan, Kampung Sawah, Pondok Kacang Timur, Setu, Victor, dan beberapa panti pijat”P-RS-5
Segmentasi berdasarkan perilaku dapat dilihat dari hasil pendataan faktor risiko dan penyebaran informasi VCT berdasarkan faktor risiko. Kajian
tingkat resiko yang dilakukan dalam rekam medik formulir VCT seperti hubungan seks vaginal beresiko, anal seks beresiko, bergantian peralatan
suntik, transfusi darah, transmisi dari ibu ke anak dan lainnya Formulir VCT: 2014.
98
“Penyebaran informasi berdasarkan faktor risiko sama identifikasi perilaku biasanya dari rekam medik, disitu ada kajian tingkat risiko, apa dari seks,
apa jarum suntik narkoba, bisa dilihat nanti ” D-RS-1.
Bagian promosi kesehatan Puskesmas mengaku, untuk perilaku masyarakat yang tidak berisiko terdapat kecenderungan untuk mau tes
VCT, sedangkan masyarakat yang memiliki perilaku berisiko cenderung tidak mau tes VCT, berikut kutipannya.
“Dari segi perilaku, ada yang cenderung mau itu yang tidak berisiko pasti. Nah, ada yang cenderung nggak mau misalnya orang yang sudah berisiko,
mungkin dia merasa berisiko, jadi males” F-RS-2. Kepala Puskesmas menambahkan, pemilahan segmen berdasarkan
perilaku misalnya di warung remang-remang. Pendekatan yang dilakukan yaitu meminta dukungan LSM, Dinas Kesehatan, Satpol PP, Komisi
Penanggulangan AIDS. Berikut kutipannya, “Kalau perilaku sudah jelas, warung-warung remang, tempatnya ya banyak
sih, ciputat pun ada, kita curigai, biasanya kita minta bantu dinas, LSM, Satpol PP, KPA, biasanya puskesmas diminta tenaga yang meriksa aja”
A-RS-3 LSM membedakan segmentasi berdasarkan perilaku. Misalnya perilaku
Wanita Penjaja Seksual WPS yang selalu ketakutan jika ada orang asing non pelanggan masuk, LSM meminta bantuan mucikari untuk melakukan
pendekatan. Sedangkan penasun, mereka berbeda karakter masing-masing, ada yang sangat terbuka ada yang tidak, LSM melakukan pendekatan
memberikan imbalan berupa rokok dan sejenisnya untuk bisa masuk ke
99
komunitas mereka. Sedangkan ibu rumah tangga dan anak-anak, melalui suamiayah yang bersangkutan. Klien yang langsung datang ke klinik
biasanya sudah terkena HIV-AIDS, berikut kutipannya. “Ada, beda-beda kita kan caranya, masuknya kita juga beda, kalau WPS
kan mereka berkesannya takut, ngumpet gitu ya, ya kita pelan-pelan temui maminya dulu, kalau uda ketemu diisitu ya mereka mau, kalau penasun kan
mereka pemakai, kalau yang open-open banget, kalau kita masuk ya harus ada imbalan yang mereka terima entah itu rokok atau apa gitu, ibu rumah
tangga kita kan dari suami dulu, suami ketahuan, kita tanya, gimana pak, apa bapak sendiri yang bilang ke istrinya, atau kita bantu bicaranya,
biasanya mereka lebih kena sama kita ketimbang penjelasan dari suami, kalau yang langsung ke layanan mereka uda kena biasanya, kita udah tahu,
wah ini suspek nih, ya kita ajak ngobrol dulu lah, buat mereka nyama dulu baru kita tanya punya istri pak? Punya anak?” C-RS-4
Sedangkan untuk identifikasi tahapan dalam perubahan perilaku pemanfaatan layanan VCT masyarakat stage of changes, Informan dari
LSM mengatakan, pembedaannya dapat dilihat dari perilaku, dari yang tidak mau tes VCT menjadi mau, dari klien yang memiliki hasil VCT negatif,
ketika mengetahui perilaku beresiko penyebab HIV-AIDS mereka akan menunjukkan perubahan perilaku menjadi tidak berperilaku berisiko setelah
didampingi lewat pertemuan-pertemuan rutin tiga kali dalam satu bulan bersama teman-teman ODHA.
“Biasanya dari mereka yang nggak mau sampai mau gitu ya, terus mereka yang
uda tahu risikonya, kalau mreka hasilnya negatif, mereka langsung
100
berubah, ganti perilaku dari yang berisiko, jadi ngga, caranya gimana sih, perilaku sehatnya langsung ada dan kita rutin ada pertemuan, biasanya
sebulan kita tiga kali ya, untuk pertemuan FGD yang hadir teman-teman ODHA kita, ada teman dari kemenkes juga TB Paru, ada ODHA meeting
juga, kita untuk ODHA meeting kita di puskesmas bisa, bisa juga di luar wilayah” C-RS-4,
Sedangkan klien VCT mengaku pada awalnya takut untuk tes VCT, tapi setelah mengetahui manfaatnya dari penjelasan bidan klien akhirnya
mau tes VCT. klien yang belum tes VCt juga mengatakan hal yang sama, secara umum masyarakat akan takut untuk tes tapi jika mendapat penjelasan
melalui penyuluhan maka masyarakat akan dengan sukarela tes VCT, “Awalnya takut, tapi setelah diberi penjelasan puskesmas, jadi mauS-RS-
5 “Motivasi berperilaku, jadi HIVnya aja orang uda takut ya, apa lagi untuk
tes, ya harus kuat, menurut saya harus ada penyuluhan, kalau mereka tahu, mereka juga akan mau tes HIV” H-RS-5
Secara umum, informan mengakui upaya puskesmas dalam memanfaatkan jejaring sosial dan asset masyarakat yaitu menggunakan
website Dinas Kesehatan, kader kesehatan, forum kelompok dukungan sebaya, forum pertemuan ODHA, mouth to mouth oleh Bidan Puskesmas.
“Ada, VCT di Ciputat bisa dilihat di website dinas kesehatan, banyak yang datang kesini karna tahu dari google
D-RS-1. “LSM itu, kalo jejaring media sosial nggak” F-RS-2
“LSM, website, kader” A-RS-3
101
“Kita ada forum Kelompok Dukungan Sebaya KDS Pelangi, Forum perkumpulan ODHA sebulan tiga kali ” C-RS-4
“ada pertemuan ODHA, di website juga lengkap” P-RS-5 “Sosialisasi ke ibu hamil ketika periksa aja” S-RS-6.
“Setahu saya saja juga belum pernah tes itu, belum tahu pastinya, kayaknya nggak ada” H-RS-7.
Kendala yang biasanya muncul dalam perencanaan segmentasi pasar yaitu jarang tercapainya target. Berikut kutipannya,
“Jarang tercapainya target, k
alau dibantu LSM tercapai, kadang 30 dalam sebulan” D-RS-1