Pencegahan Penularan HIV Pengertian HIV dan AIDS .1 Pengertian HIV
29
situasi dan kondisi yang dapat membuat kita tertular, berperilaku sesuai dengan iman dan norma agama serta adat budaya luhur bangsa kitaKemenkes: 2013..
Ada tiga cara pencegahan penularan HIV termasuk ABCDE 1
Pencegahan penularan melalui hubungan seksual ABC
- A = abstinence = puasa, tidak melakukan hubungan seksual sebelum menikah. Hubungan seksual hanya dilakukan melalui pernikahan yang sah.
- B = be faithful = setia pada pasangan, yaitu jika telah menikah, melakukan hubungan seksual hanya dengan pasangannya saja suami atau istri sendiri.
Tidak melakukan hubungan seksual diluar nikah. - C = using condom = menggunakan kondom, yaitu bagi salah satu pasangan
yang telah terinfeksi HIV agar tidak menularkan kepada pasangannya. 2
Pencegahan penularan melalui darah termasuk DE - D = drugs = tidak menggunakan narkoba, karena saat sakaw tidak ada
pengguna narkoba yang sadar akan kesterilan jarum suntik, apalagi ada rasa kekompakan untuk memakai jarum suntik yang sama secara bergantian, dan
menularkan HIV dari pecandu yang telah terinfeksi kepada pecandu lainnya. - E = equipment = Mewaspadai semua alat-alat tajam yang ditusukkan ke
tubuh atau yang dapat melukai kulit, seperti jarum akupuntur, alat tindik, pisau cukur, agar semuanya steril dari HIV lebih dulu sebelum digunakan,
atau pakai jarum atau alat baru yang belum pernah digunakan - Mewaspadai darah yang diperlukan untuk transfusi, pastikan telah dites
bebas HIV
30
3 Pencegahan penularan dari ibu kepada anak
Transmisi HIV dari ibu ke anak dapat terjadi melalui rahim in utero selama masa perinatal, yaitu minggu-minggu terakhir kehamilan dan saat
persalinan. Bila tidak ditangani, tingkat penularan dari ibu ke anak selama kehamilan dan persalinan adalah sebesar 25-45. Risiko ini semakin besar jika
ibu telah masuk ke kondisi AIDS. Risiko dapat diturunkan jika dilakukan: - Intervensi berupa pemberian obat antiretroviral ARV kepada ibu
selama masa kehamilan biasanya mulai usia kehamilan 36 minggu; - Kemudian ibu melakukan persalinan secara bedah Caesar; dan
- Ibu memberikan susu formula sebagai pengganti ASI, karena ASI ibu yang mengidap HIV mengandung virus HIV.
2.2 Voluntary Counseling and Testing VCT 2.2.1 Definisi VCT
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 1507MenkesSKX2005 tentang pedoman pelayanan konseling dan testing
HIVAIDS secara sukarela, konseling dalam VCT adalah kegiatan konseling yang menyediakan dukungan psikologis, informasi dan pengetahuan HIVAIDS,
mencegah penularan HIV, mempromosikan perubahan perilaku yang bertanggungjawab, pengobatan, ARV dan memastikan pemecahaman
berbagai masalah terkait dengan HIVAIDS.
Komisi Penanggulangan
AIDS 2007
mendefinisikan Voluntary
Counseling Test VCT sebagai proses konseling pra testing, konseling post
testing, dan testing HIV secara sukarela yang bersifat confidential dan secara
31
lebih dini membantu orang mengetahui status HIV. Konseling pra testing memberikan pengetahuan tentang HIV dan manfaat testing, pengambilan
keputusan untuk testing, dan perencanaan atas isu HIV yang akan dihadapi. Konseling post testing membantu seseorang untuk mengerti dan menerima status
HIV+ dan merujuk pada layanan dukungan. Konseling HIVAIDS adalah dialog antara seseorang klien dengan
pelayan kesehatan konselor yang bersifat rahasia, sehingga memungkinkan orang tersebut mampu menyesuaikan atau mengadaptasikan diri dengan
stress dan sanggup membuat keputusan bertindak berkaitan dengan HIVAIDS Nursalam: 2007. Konseling dalam VCT adalah kegiatan konseling yang
menyediakan dukungan psikologis, informasi dan pengetahuan HIVAIDS, mencegah penularan HIV, mempromosikan perubahan perilaku
yang bertanggungjawab, pengobatan ARV dan memastikan pemecahan berbagai
masalah terkait dengan HIVAIDS Depkes: 2006 2.2.2 Tujuan VCT
Menurut Nursalam 2007, VCT mempunyai tujuan sebagai berikut : a.
Upaya pencegahan HIVAIDS. b.
Upaya untuk mengurangi kegelisahan, meningkatkan persepsipengetahuan klien tentang faktor-faktor risiko penyebab seseorang terinfeksi HIV.
c. Upaya pengembangan perubahan perilaku klien, sehingga secara dini
mengarahkan klien menuju ke program pelayanan dan dukungan termasuk akses terapi antiretroviral, serta membantu mengurangi stigma dalam
masyarakat.