sumberdaya serta peluang terjadinya degradasi lingkungan dan problem eksternalitas lebih besar karena terbatasnya pengaturan pengelolaan sumberdaya.
b Karakteristik Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir
Masyarakat pesisir pada umumnya sebagian besar penduduknya bermatapencaharian di sektor pemanfaatan sumberdaya kelautan marine resource
based , seperti nelayan, pembudidaya ikan, penambangan pasir dan transportasi
laut. Penduduk Kabupaten Kepulauan Seribu tahun 2010 berpenduduk 21.071 jiwa, sekitar 69,36 merupakan nelayan sedangkan sisanya terdiri dari pedagang,
buruh, PNS, swasta dan lain-lain BPS Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu, 2010. Tingkat pendidikan penduduk wilayah pesisir juga tergolong
rendah, dimana penduduk Kabupaten Kepulauan Seribu sekitar 6.800 jiwa hanya menamatkan Sekolah Dasar SD, 1.463 jiwa tamat SMP dan 1.076 jiwa tamat
SMA dengan fasilitas pendidikan yang ada masih sangat terbatas. Kondisi lingkungan pemukiman masyarakat pesisir, khususnya nelayan
masih belum tertata dengan baik dan terkesan kumuh. Dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat yang relatif berada dalam tingkat kesejahteraan rendah,
maka dalam jangka panjang tekanan terhadap sumberdaya pesisir akan semakin besar guna pemenuhan kebutuhan masyarakat.
2.2 Sea Farming
2.2.1 Sejarah Sea Farming
Menurut PKSPL-IPB 2004, konsep sea farming sudah dimulai sejak abad ke-17 di Jepang, Norwegia dan Amerika Serikat. Pada awal
pengembangannya, teknologi sea farming merupakan teknologi yang ditujukan
kepada aktivitas perikanan berupa ranching, sehingga disebut sea ranching. Istilah ini didefinisikan sebagai aktivitas melepas telur, larva, juvenile atau ikan
muda ke laut untuk meningkatkan populasi ikan dan meningkatkan hasil tangkapan. Di Norwegia dan Amerika Serikat, kegiatan pelepasan larva ikan yang
masih mengandung kuning telur dimulai sejak tahun 1887, dan kegiatan ini terus berlanjut sampai dengan tahun 1967. Hanya saja, di Norwegia kegiatan ini tanpa
diikuti oleh evaluasi keberhasilan maupun dampak kegiatan tersebut terhadap populasi ikan ataupun hasil tangkapan sehingga tidak diketahui secara pasti
dampak ekologis dari aktivitas yang sudah dilakukan. Strategi yang digunakan untuk melepas larva ke laut pada saat itu adalah
dengan mensinkronkan waktu penglepasan dengan waktu dimana makanan larva di area penglepasan mencapai kepadatan yang tertinggi agar kelangsungan hidup
larva dapat ditingkatkan. Strategi tersebut masih dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pemangsa, pola arus dan sangat sulit sekali menentukan waktu yang tepat
terkait dengan kelimpahan prey untuk melepaskan larva di suatu area. Faktor- faktor ini tentu mempengaruhi tingkat kelangsungan hidup dan pertumbuhan di
awal kehidupan larva ikan yang dilepas. Sehingga tingkat keberhasilan penglepasan larva ini diperkirakan sangat kecil sekali bahkan mendekati tingkat
nol. Dari pengamatan yang dilakukan, pada umumnya kematian total larva ikan yang dilepas terjadi pada akhir stadia pertama dari perkembangan larva ikan laut
memiliki beberapa tahapan tumbuh kembang stadia pada saat larva. Berdasarkan hal diatas, maka dikembangkan suatu teknik baru agar ikan
yang dilepas dapat dipertahankan kelangsungan hidupnya. Hasil dari teknologi tersebut memberikan suatu kesimpulan bahwa tingkat keberhasilan atau
kelangsungan hidup penglepasan juvenile lebih baik dibandingkan dengan penglepasan stadia larva. Oleh sebab itu, penglepasan ikan pada stadia juvenile
atau ikan muda dijadikan landasan dalam proses kegiatan sea farming. Tentunya dibutuhkan upaya dan biaya untuk mendapatkan juvenile ikan untuk dilepas
dibanding melepas ikan dalam stadia larva. Penglepasan ikan pada stadia juvenile diawali atau dipelopori oleh Jepang
pada tahun 1965, yang kemudian diikuti oleh Norwegia pada tahun 1976 dan Amerika Serikat pada tahun 1979. Selanjutnya teknologi penglepasan ikan
berkembang dimana metode evaluasi, hitungan ekonomis dan dampak sosialnya terus dikembangkan hingga saat ini. Sampai saat ini hanya tiga negara tersebut
yang memiliki perhatian yang tinggi terhadap kegiatan sea farming, dan Jepang menjadi kiblat dari kegiatan ini.
2.2.2 Pengertian dan Tujuan Sea Farming