PDRB per kapita dan pengeluaran perkapita per kabupaten, sedangkan variabel independen yang digunakan adalah investasi dan tenaga kerja. Hasil penelitiannya
menyimpulkkan bahwa melalaui pendekatan PDRB perkapita dengan panel dinamis metode FD-GMM konvergensi pendapatan wilayah kabupatenkota di
Pulau Jawa tidak terjadi, sedangkan berdasarkan pendekatan pengeluaran rumahtangga perkapita ternyata konvergensi terjadi di Jawa. Konvergensi juga
terjadi di Provinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah baik dengan pendekatan PDRB dan pengeluaran, sedangkan Jawa Timur konvergensi terjadi dengan pendekatan
pengeluaran perkapita, dari pendekatan PDRB tidak terjadi konvergensi. Faktor- faktor yang ssecara signifikan berpengaruh terhadap ketimpangan pendapatan
wilayah dari hasil penelitianya diantaranya share manufaktur, pendidikan tenaga kerjan, infrastruktur kesehatan, listrik, dan air bersih.
Berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya, penelitian ini dilakukan berdasarkan wilayah koridor ekonomi pada kabupatenkota di Indonesia yaitu
menganalisis disparitas wilayah berdasarkan pembagian wilayah koridor ekonomi Indonesia. Variabel infrastruktur yang digunakan dalam penelitian ini
ditambahkan selain dari penelitian terdahulu diantaranya adalah persentase rumahtangga yang menggunakan listrik, persentase rumahtangga yang
menggunakan air bersih, persentase rumahtangga pengguna telepon, dan rasio jumlah kelas SMA terhadap jumlah penduduk usia 16-18 tahun untuk pendekatan
infrastruktur pendidikan. Selain itu variabel independen yang berpengaruh terhadap disparitas juga ditambahkan selain kontribusi sektor pertanian dan
manufaktur terhadap PDRB, sehingga diharapkan lebih dapat menjelaskan fenomena yang ada.
2.6. Kerangka Pemikiran
Pembangunan perekonomian di suatu wilayah diupayakan untuk mencapai tingkat kesejahteraan yang optimal walaupun pada tingkat pembangunan berbeda.
Penelitian perekonomian antar wilayah koridor ekonomi di Indonesia ini memasukkan variabel tingkat pembangunan ekonomi yang diproksi dengan share
kontribusi sektor pertanian dan sektor manufaktur karena menentukan output produksi setiap wilayah. Adanya keseimbangan umum dalam setiap input
produksi dilakukan oleh pelaku-pelaku ekonomi. Oleh karena itu penelitian ini menggabungkan peranan pemerintah dan swasta termasuk didalamnya
rumahtangga dalam meningkatkan output perekonomian, yang merupakan proksi dari pendapatan regional. Peranan pemeintah dilihat dari dua sisi, yaitu sisi
penerimaan dan pengeluaran, sesuai dengan format APBD sejak diberlakukannya desentralisasi fiskal. Variabel yang dikaji dalam sisi penerimaan adalah pajak,
sedangkan dari sisi pengeluaran adalah belanja rutin yang merupakan belanja keperluan operasional untuk menjalankan kegiatan rutin pemerintahan dan belanja
pembangunan yang merupakan pengeluaran yang berkaitan dengan proyek-proyek yang meliputi belanja modal dan belanja penunjang. Selanjutnya peranan swasta
dilihat menurut faktor-faktor produksi, meliputi investasi, tenaga kerja dan pendidikan tenaga kerja.
Ukuran kesejahteraan yang biasanya digunakan dalam penelitian- penelitian kewilayahan adalah PDRB, yang menunjukkan output regional yang
dihasilkan, tanpa memperhatikan kepemilikan faktor produksinya. Sekalipun pemilik faktor produksinya berasal dari luar wilayah, namun jika kegiatan
ekonominya dilakukan di wilayah tersebut, tetap dihitung dalam PDRB. Oleh karena itu sebagian ukuran kesejahteraan rakyat, PDRB mempunyai kelemahan
karena kurang mampu merepresentasikan tingkat kesejahteraan masyarakat yang sesungguhnya. Ukuran kesejahteraan masyarakat yang seyogyanya digunakan
adalah pendapatan yang diperoleh dari aktivitas ekonomi seluruh masyarakat. Karena ukuran ini sangat sulit diperoleh, penelitian ini menggunakan proksi
jumlah pengeluaran yang dilakukan oleh rumahtangga. Angka ini diharapkan lebih menjelaskan seberapa besar kebutuhan masyarakat telah terpenuhi jika
dilihat dari sisi konsumsi. Agar dapat melihat konvergensi dari sisi pendapatan wilayah dan
pendapatan rumahtangga, penelitian ini menggunakan dua pendekatan. Pertama, pendekatan pendapatan melalui total output yang dihasilkan setiap wilayah yang
tercermin dalam nilai PDRB Produk Domestik Regional Bruto. Data yang digunakan adalah PDRB atas dasar harga konstan 2000, sehingga menghilangkan
inflasi. Kedua, pendekatan pendapatan rumahtangga secara agregat yang diproksi dengan menggunakan data pengeluaran rumahtangga yang diperoleh dari data
Susenas BPS. Data pengeluaran juga telah dideflasi dengan menggunakan deflator PDRB. Berdasarkan beberapa pendekatan tersebut, diharapkan adanya implikasi
kebijakan yang lebih dapat diaplikasikan secara nyata demi kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian, kebijakan yang diambil nantinya bisa
memperbaiki perekonomian antar wilayah koridor ekonomi di Indonesia yaitu adanya pertumbuhan ekonomi dengan disertai pemerataan antar wilayah tersebut.
Perekonomian antar wilayah koridor ekonomi di Indonesia
Gambar 15 Diagram alur kerangka pemikiran penelitian
Tingkat Pembangunan Ekonomi
Share Pertanian
Share Manufaktur
Swasta Pemerintah
Investasi Tenaga
kerja Pendidikan
Tenaga Kerja
Infrastruktur Rutin
Pembangunan
Disparitas Wilayah
Strategi peningkatan pertumbuhan ekonomi dan pengurangan disparitas
antar wilayah koridor ekonomi Jalan
Listrik Air Bersih
Telepon Kesehatan
Konvergensi
Pendekatan PDRB adhk 2000
Pendekatan Pengeluaran Rumahtangga
2.7. Hipotesis Penelitian