VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DISPARITAS WILAYAH
6.1. Disparitas antar Provinsi di Indonesia
Estimasi faktor-faktor yang mempengaruhi disparitas wilayah antar provinsi di Indonesia dilakukan dengan menggunakan variabel dependen koefisien variasi
Williamson PDRB per kapita, dengan menggunakan data di 33 provinsi di Indonesia. Model data panel statis yang terpilih untuk analisis disparitas antar
provinsi di Indonesia ini adalah random effect berdasarkan uji Hausman dengan p- value sebesar 0,468. R-square sebesar 0,349. Artinya variasi variabel independen
dapat menjelaskan 34,9 persen variasi disparitas pengeluaran rumah tangga, sedangkan 65,1 persen sisanya dijelaskan oleh variabel lainnya yang tidak
dijelaskan dalam model. Kecilnya R-square ini disebabkan sedikitnya variabel independen yang signifikan dalam model, yaitu hanya variabel share tenaga kerja
berpenddidikan SMA keatas dan infrastruktur telepon. Disparitas pembangunan antar wilayah di Indonesia dipengaruhi oleh share
tenaga kerja berpendidikan SMA ke atas secara negatif, dan persentase rumah tangga yang menggunakan telepon secara negatif. Peningkatan tenaga kerja yang
berpendidikan SMA keatas, serta peningkatan infrastruktur telepon dapat menurunkan disparitas pendapatan wilayah di Indonesia. Besarnya pengaruh
faktor-faktor tersebut dapat dilihat dari besarnya koefisien regresi yang dimilikinya dan arah dari nilai koefisien tersebut positif atau negatif. Semakin
besar nilai koefisiennya, semakin besar pula pengaruh variabel tersebut sesuai dengan arah nilainya, begitu juga sebaliknya. Variabel yang memiliki koefisien
bernilai positif menunjukkan bahwa peningkatan variabel tersebut akan dapat meningkatkan disparitas, sedangkan variabel yang memiliki koefisien negatif akan
mempengaruhi penurunan disparitas. Tingkat kualitas tenaga kerja yang diproksi dengan share tenaga kerja
berpendidikan SMA keatas mempengaruhi disparitas PDRB per kapita dengan elastisitas 0,31. Jika kontribusi tenaga kerja berpendidikan SMA keatas meningkat
1 persen, maka disparitas akan menurun sebesar 0,31 persen, dengan asumsi variable lain dianggap tetap ceteris paribus. Hal ini sesuai dengan penelitian
Samuel 2006 bahwa faktor yang mempengaruhi disparitas pendapatan antar provinsi di Indonesia diantaranya dipengaruhi oleh tenaga kerja berpendidikan
SMA keatas yang berpengaruh negatif. Arah yang sama juga pada variabel infrastruktur telepon yang diproksi dengan persentase rumah tangga pengguna
telepon. Dimana disparitas kabupatenkota di Indonesia dipengaruhi oleh peningkatan infrastruktur telepon. Jika share rumah tangga pengguna telepon
meningkat sebesar 1 persen, maka diaparitas pendapatan menurun sebesar 0,24 persen, ceteris paribus Tabel 26.
Tabel 26 Hasil Estimasi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Disparitas Wilayah antar Provinsi Pendekatan PDRB per kapita di Indonesia,
2006-2010
Variable Coefficient
Std. Error Prob
ln govexp 0,0286
0,0709 0,6870
ln agri 0,1084
0,0643 0,0920
ln manu -0,1097
0,0914 0,2300
ln edu -0,3094
0,1172 0,0080
ln electric -0,0434
0,1148 0,7050
ln water -0,0953
0,1486 0,5220
ln phone -0,2379
0,0625 0,0000
ln road 0,0022
0,0197 0,9120
cons 0,4257
0,9973 0,6690
R-squared 0,3494
F-statistic 49,1800
Prob F-statistic 0,0000
Catatan: signifikan pada
α 5; signifikan pada α 10
Estimasi faktor-faktor yang mempengaruhi disparitas wilayah-wilayah kabupatenkota di Indonesia, juga dilakukan dengan menggunakan variabel
dependen koefisien variasi Williamson pendapatan per kapita rumah tangga yang diproksi dengan pengeluaran rumah tangga per kapita. Model data panel statis
yang terpilih untuk analisis disparitas ini adalah fixed effect berdasarkan uji Hausman dengan p-value sebesar 0,001.
Disparitas wilayah dengan pendekatan pengeluaran rumah tangga dalam penelitian ini secara signifikan hanya dipengaruhi oleh variabel infrastruktur air
bersih dan infrastruktur telepon secara negatif. Peningkatan infrastuktur ternyata mampu menurunkan disparitas pengeluaran rumah tangga di Indonesia
Tabel 27 Hasil Estimasi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Disparitas Tingkat Wilayah antar Provinsi Pendekatan Pengeluaran Rumah Tangga di
Indonesia, 2006-2010
Variable Coefficient
Std. Error Prob
ln govexp -0,1368
0,1315 0,3000
ln agri -0,0879
0,2704 0,7460
ln manu 0,4492
0,2508 0,0760
ln edu 0,8544
0,2197 0,6980
ln electric -0,2038
0,2158 0,3470
ln water -0,7313
0,2764 0,0090
ln phone -0,3604
0,0993 0,0000
ln road 0,0286
0,0668 0,6700
cons 1,6583
2,1228 0,4360
R-squared 0,2302
F-statistic 4,6400
Prob F-statistic 0,0001
Catatan: signifikan pada
α 5; signifikan pada α 10 Peningkatan infrastruktur air bersih yang diproksi dengan pendekatan
persentase rumah tangga pengguna air bersih mempengaruhi disparitas pengeluaran rumah tangga dengan elastisitas 0,73. Artinya setiap kenaikan
infrastruktur air bersih sebesar 1 persen maka disparitas akan menurun sebesar 0,73 persen, ceteris paribus. Peningkatan infrastruktur telepon berpengaruh
terhadap penurunan disparitas pengeluaran di Indonesia dengan elastisitas sebesar 0,36 persen. Jika infrastruktur telepon meningkat sebesar 1 persen, maka
disparitas akan menurun sebesar 0,36 persen, ceteris paribus Tabel 27.
Gambar 31 Pengguna Telepon Tetap Kabel dan Nirkabel Menurut Wilayah,
2010
Berdasarkan data statistik ponsel dari Kementerian Komunikasi dan Informatika, pada tahun 2010 teledensitas tertinggi terdapat pada wilayah Jakarta-
Banten yang mencapai 73,72. Angka ini jauh lebih besar daripada wilayah lain di Indonesia. Bahkan wilayah Jawa Barat, Jawa Tengah, dan DI Yogyakarta,
teledensitasnya hanya 5,50 dan lebih rendah dari wilayah Jawa Timur, Bali, dan Nusa Tenggara yang mencapai 12,23. Demikian juga teledensitas telepon tetap
nirkabel, teledensitas tertinggi juga berada di wilayah Jakarta-Banten. Hal ini disebabkan pengguna pada kedua wilayah tersebut jauh lebih besar dibanding
wilayah lain. Tetepon tetap fixed telephone dihitung dengan membagi jumlah saluran telepon tetap dengan total penduduk kemudian mengalikan dengan 100.
Keadaan tersebut menyebabkan bahwa meningkatnya pembangunan infrastruktur telepon dapat menyebabkan menurunnya disparitas di Indonesia.
6.2. Disparitas antar Provinsi di Koridor Ekonomi Sumatera