Penghitungan Indeks Infrastruktur Dinamika Pembangunan Infrastruktur

mengalami peningkatan di semua wilayah koridor ekonomi di Indonesia Tabel 7. Peningkatan yang cukup tajam terjadi di koridor ekonomi Sumatera yang juga urutan pertama di bandingkan koridor ekonomi lainnya di Indonesia, pada tahun 2006 panjang jalan dengan kondisi baik dan sedang sebesar 74.808 km meningkat menjadi 105.966 km di tahun 2010. Koridor ekonomi Jawa berada pada uruta kedua yaitu panjang jalan yang kondisi baik dan sedang sebesar 84.710 km di tahun 2010. Hal ini dimungkinkan bahwa di koridor ekonomi Sumatera sudah berkembang secara baik di bidang ekonomi dan social dengan sektor-sektor unggulannya seperti perkebunan kelapa sawit, karet serta batu bara. Panjang jalan yang kondisi baik dan sedang terendah terjadi di koridor ekonomi Papua-Kep.Maluku yaitu sebesar 10.843 km pada tahun 2006 meningkat menjadi 19.018 km di tahun 2010. Walaupun suatu wilayah memiliki panjang jalan yang lebih dibandingkan daerah lainnya tetapi karena jumlah kendaraan bermotor yang terlalu banyak maka akan menghasilkan tingkat mobilitas yang rendah nilai rasio tinggi. Hal ini disebabkan penambahan panjang jalan lebih rendah dibandingkan dengan penambahan kendaraan bermotor, misalnya di DKI Jakarta dengan pertumbuhan panjang jalan rata-rata per tahun hanya 2 persen dan pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor mencapai 11 persen. Hal ini perlu mendapat perhatian yang serius karena adanya keterbatasan daya dukung suatu wilayah sehingga jika tingkat mobilitas terlalu rendah maka akan menimbulkan kemacetan dan dapat mengganggu kegiatan investasi sehingga pada akhirnya akan menghambat pertumbuhan ekonomi.

4.2.5 Penghitungan Indeks Infrastruktur

Penghitungan indeks infrastruktur dalam penelitian ini bertujuan mendapatkan suatu ukuran yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi atau membandingkan pembangunan infrastruktur antar koridor ekonomi. Komponen infrastruktur yang dilibatkan dalam penghitungan indeks dibatasi sesuai dengan infrastruktur yang digunakan dalam penelitian ini infrastruktur listrik, air bersih, telepon, jalan, dan puskesmas. Untuk masing-masing infrastruktur digunakan beberapa nilai penghitungan, yaitu yang berkaitan dengan kuantitas dan kualitas. 0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00 80,00 90,00 100,00 1.Sumatera 2.Jawa 3.Kalimantan 4.Sulawesi 5.Bali ‐Nusa Tenggara 6.Papua ‐Kep. Maluku 2006 2010 Gambar 30 Indeks Infrastruktur menurut Koridor Ekonomi di Indonesia, 2006 dan 2010 persen Peringkat indeks infrastruktur sangat ditentukan oleh kinerja tiap indikator yang digunakan. Indikator yang digunakan hanya dibatasi lima jenis infrastruktur. Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penghitungan indeks infrastruktur Gambar 30 dapat disimpulkan bahwa pada tahun 2006, koridor ekonomi yang masuk dalam tiga peringkat teratas yaitu: Jawa, Sumatera, dan Sulawesi. Sedangkan koridor ekonomi yang mempunyai indeks infrastruktur peringkat tiga terendah yaitu: Bali-Nusa-Tenggara, Kalimantan, dan Papua-Kep. Maluku. Selama kurun waktu 2006 hingga 2010, koridor ekonomi yang mengalami penurunan peringkat indeks infrastruktur yaitu Bali-Nusa Tenggara. Pada tahun 2006 koridor ekonomi Bali-Nusa Tenggara menduduki peringkat ke-4 sedangkan pada tahun 2010 turun menjadi peringkat ke-5. Penurunan ini disebabkan penurunan panjang jalan yang kondisi baik dan sedang di koridor Bali-Nusa Tenggara selama kurun waktu 2006 hingga 2010. Sedangkan koridor ekonomi yang mengalami peningkatan peringkat indeks infrastruktur yaitu Kalimantan. Pada tahun 2010 koridor ekonomi Kalimantan menduduki peringkat 4, sebelumnya tahun 2006 koridor ekonomi ini berada pada urutan ke-5 Tabel 9. Kenaikan peringkat ini disebabkan karena kinerja kedua jenis infrastruktur terutama telepon dan panjang jalan dengan kondisi baik dan sedang meningkat. Jika diamati untuk masing-masing infrastruktur maka semua infrastruktur listrik, air bersih, telepon, jalan, dan puskesmas mempunyai jangkauan nilai yang paling besar, hal ini dapat diartikan bahwa kondisi kelima infrastruktur tersebut, setiap koridor ekonomi di Indonesia sangat beragam. Nilai yang terkecil untuk indeks infrastruktur listrik berada di koridor ekonomi Papua-Kep. Maluku yaitu 32,00 persen Tabel 8. Kecilnya indeks infrastruktur listrik ini mengindikasikan sangat kurangnya listrik di wilayah koridor ekonomi tersebut, baik secara kuantitas maupun kualitas. Keadaan ini juga terjadi untuk indeks infrastruktur telepon dan jalan. Indeks infrastruktur listrik yang terbesar berada di koridor ekonomi Jawa 99,50 persen. Tidak dapat dipungkiri bahwa koridor ekonomi Jawa yang merupakan juga dekat dengan ibukota negara mempunyai infrastruktur listrik yang paling memadai baik kuantitas maupun kualitas. Tabel 8 Indeks Infrastruktur menurut Jenis Infrastruktur dan Koridor Ekonomi di Indonesia, 2010 Wilayah Rata-rata Koridor Ekonomi Listrik Air Bersih Telepon Jalan Puskesmas 1 Sumatera 64,19 26,96 50,72 97,25 61,70 60,16 2 Jawa 99,50 99,50 99,50 99,50 32,00 86,00 3 Kalimantan 61,97 32,00 67,87 47,70 47,55 51,42 4 Sulawesi 42,80 71,26 39,40 69,76 53,01 55,25 5 Bali-Nusa Tenggara 38,73 96,21 33,31 44,50 35,73 49,69 6 Papua-Kep. Maluku 32,00 39,31 32,00 32,00 99,50 46,96 Rata-rata Indonesia 56,53 60,87 53,80 65,12 54,91 58,25 No Indeks Infrastruktur Indeks infrastruktur listrik, air bersih, dan telepon, koridor ekonomi Jawa menduduki peringkat pertama pada tahun 2010, namun untuk infrastruktur panjang jalan yang kondisinya baik dan sedang peringkat pertama diduduki oleh koridor ekonomi Sumatera. Pada indeks infrastruktur kesehatan peringkat pertama diduduki oleh koridor ekonomi Papua-Kep. Maluku. Hal ini dimungkinkan karena jumlah penduduk di koridor tersebut lebih sedikit dibandingkan koridor lainnya sehingga rasio jumlah puskesmas terhadap jumlah penduduk di koridor Papua indeksnya tertinggi. Indeks infrastruktur puskesmas untuk koridor Jawa adalah yang terkecil, hal ini bisa dimungkinkan bahwa walaupun jumlah puskesmas di koridor tersebut jumlahnya relatif banyak, namun fasilitas infrastruktur tersebut masih belum sesuai yang diharapkan karena secara umum kebutuhan juga terus meningkat. Sehingga di koridor Jawa untuk indeks infrastruktur puskesmas nilainya rendah yang disebabkan jumlah penduduk di koridor Jawa sangat banyak yaitu sekitar 57 persen dari penduduk Indonesia. Akibatnya nilai indeknya menjadi rendah karena infrastruktur puskesmas belum menjangkau seluruh penduduk di koridor Jawa. Jika dilihat dari rata-rata indeks infrastruktur dari dari lima infrastruktur yang dihitung, maka koridor Jawa termasuk tinggi nilainya. Dengan kata lain koridor Jawa memiliki ketersediaan fasilitas infrastruktur yang lebih baik dibandingkan lima koridor ekonomi lainnya. Keadaan infrastruktur yang tinggi di koridor Jawa tersebut berbanding lurus dengan nilai PDRB per kapita atas dasar harga konstan yang tinggi pula. Namun dengan nilai indeks infrastrktur baik, tidak selalu diikuti dengan PDRB per kapita. Tabel 9 Hasil Penghitungan Indeks Infastruktur dan Peringkatnya antar Koridor Ekonomi di Indonesia, 2006 dan 2010 Wilayah Koridor Ekonomi Indeks Peringkat Kategori Indeks Peringkat Kategori 1 Sumatera 56,95 2 tinggi 60,16 2 tinggi 2 Jawa 85,86 1 tinggi 86,00 1 tinggi 3 Kalimantan 50,42 5 tinggi 51,42 4 tinggi 4 Sulawesi 54,25 3 tinggi 55,25 3 tinggi 5 Bali-Nusa Tenggara 48,53 4 sedang 49,69 5 sedang 6 Papua-Kep. Maluku 45,96 6 sedang 46,96 6 sedang 2010 No 2006 Keterangan : rendah 0 – 29; sedang 30 – 50; tinggi 51 – 100 Sebaran indeks infrastruktur tahun 2006 dan 2010 dapat dilihat pada Tabel 9. Koridor ekonomi yang mempunyai indeks infrastruktur tinggi jika nilainya lebih besar dari 50 persen. Koridor ekonomi dengan indeks sedang jika nilainya antara 30-50 persen, dan rendah jika nilainya kurang dari 30 persen. Indeks infrastruktur tertinggi tidak berubah, baik di tahun 2006 dan 2010 terjadi di koridor Jawa, sedangkan indeks terendah terjadi di koridor Papua-Kep. Maluku. Hal ini mengindikasikan disparitas pembangunan inrastruktur antara antara koridor di Indonesia masih tinggi, terlihat dari hasil indeks koridor antar KBI dan KTI yang diwakili dengan koridor Jawa dan Papua-Kep. Maluku yang terlalu jauh range- nya.

V. KONVERGENSI WILAYAH ANTAR KORIDOR DI INDONESIA 5.1.