konsistensi model dilakukan dengan melihat tingkat signifikansi AB
m1
yang signifikan pada tingkat 5 persen dan AB
m2
yang btidak signifikan pada level 5 persen, artinya tidak ada serial correlation atau model konsisten.
Tabel 23 Estimasi Konvergensi KabupatenKota Pendekatan Pengeluaran Rumah Tangga di Koridor Papua-Kep. Maluku dengan Metode Data Panel
Dinamis FD-GMM
EstimatedCoefficients Standard Error
P-value ln income
t-1
0,0824 0,0437
0,0590 ln inv
0,0137 0,0116
0,2370 ln labour
0,5626 0,4431
0,2040 Implied
λ 249,5953
Wald-Test 13,6400
0,0034 AB
m1
-3,4235 0,0006
AB
m2
-0,7535 0,4512
Sargan Test 22,4907
0,0010 Catatan: variabel pengeluaran rutin pemerintah digunakan sebagai instrumen
Parameters
5.8. Perbandingan Konvergensi antar KabupatenKota di Beberapa Koridor di Indonesia
Penghitungan estimasi konvergensi dengan data panel dinamis memerlukan kriteria validitas dan konsistensi. Uji Sargan merupakan suatu pendekatan untuk
mendeteksi apakah ada masalah dengan validitas instrument. Hipotesis nol menyatakan bahwa tidak ada masalah dengan validitas instrumen variabel
instrumen valid, artinya instrument tersebut tidak berkorelasi dengan galat pada persamaan data panel dinamis. Sementara itu untuk melihat konsistensi hasil
estimasi dilakukan dengan uji autokorelasi oleh statistic
m1
yang signifikan dan nilai statistic
m2
yang tidak signifikan. Hasil pengujian validitas instrument dan konsistensi model data panel dinamis dalam stimasi kabupatenkota antar koridor
di Indonesia, dengan pendekatan PDRB per kapita dan pengeluaran per kapita disajikan pada Tabel 24.
Perbedaan kecepatan pertumbuhan antar wilayah dapat menyebabkan disparitas wilayah apabila wilayah-wilayah yang telah maju tumbuh lebih cepat
dibandingkan wilayah yang lebih tertinggal. Namun, disparitas akan berkurang
apabila terjadi sebaliknya dan wilayah yang kurang maju dapat mengejar ketertinggalannya dengan wilayah yang sebelumnya telah maju lebih dulu.
Disparitas pendapatan wilayah di Indonesia masih tinggi dan proses konvergensi tidak terjadi, artinya wilayah yang kaya semakin besar
pendapatannya dan yang miskin tidak mampu mengejar ketertinggalannya dengan wilayah yang telah maju lebih dulu. Berbeda dengan fenomena yang terjadi pada
level rumah tangga, disparitas kesejahteraan rumah tangga telah berkurang, hal ini dibuktikan dengan koefisien lag variabel pengeluaran rumah tangga yang positif
dan menghasilkan konvergensi pada tingkat yang relatif besar.
Tabel 24 Pengujian Validitas Instrumen dan Konsistensi Model Data Panel Dinamis FD-GMM dalam Estimasi Konvergensi KabupatenKota di
Indonesia
Uji Validitas Uji Konsistensi
Pendekatan PDRB Indonesia
valid konsisten
Sumatera valid
konsisten Jawa
valid konsisten
Kalimantan valid
tidak konsisten Sulawesi
valid konsisten
Bali-Nusa Tenggara valid
tidak konsisten Papua-Kep. Maluku
valid konsisten
Pendekatan Pengeluaran Rumah Tangga Indonesia
tidak valid konsisten
Sumatera valid
konsisten Jawa
valid konsisten
Kalimantan valid
konsisten Sulawesi
valid konsisten
Bali-Nusa Tenggara valid
konsisten Papua-Kep. Maluku
valid konsisten
Uraian
Proses konvergensi pendapatan kabupatenkota di Indonesia tidak terjadi karena PDRB per kapita meliputi konsumsi, investasi dan semua aktivitas
ekonomi yang dilakukan oleh seluruh pelaku ekonomi, baik rumah tangga, perusahaan swasta maupun pemerintah. Pendekatan pengeluaran hanya
melibatkan unsur rumah tangga dalam penghitungannya. Hal ini menunjukkan bahwa pemerataan pembangunan akan lebih cepat terjadi apabila fokus
pembangunan diarahkan pada level rumah tangga dan kesejahteraan masyarakat yang menyangkut kemampuan daya beli masyarakat dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya.
Kalimantan 0,1728
175,5620 Sulawesi
0,5162 66,1208
Bali-Nusa Tenggara 0,2109
155,6382 Papua-Kep. Maluku
0,0824 249,5953
Tabel 25 Estimasi Tingkat Konvergensi Wilayah-wilayah Koridor Ekonomi di Indonesia dengan Model Data Panel Dinamis FD-GMM
Koefisien y
t-1
Implied λ
Pendekatan PDRB Indonesia
1,0512 NA
Sumatera 0,6609
41,4118 Jawa
0,9232 7,9896
Kalimantan 0,3625
101,4740 Sulawesi
0,9626 3,8156
Bali-Nusa Tenggara 0,5169
65,9817 Papua-Kep. Maluku
0,7485 53,5289
Pendekatan Pengeluaran Rumah Tangga Indonesia
0,6699 40,0572
Sumatera 0,0971
233,2314 Jawa
0,0678 269,1193
Uraian
Berdasarkan Tabel 25 terlihat bahwa tingkat konvergensi pendapatan paling tinggi terjadi di koridor ekonomi Kalimantan, selanjutnya koridor ekonomi Bali-
Nusa Tenggara. Tingkat konvergensi koridor ini lebih besar dibandingkan seluruh koridor karena spillover aktivitas ekonomi suatu wilayah akan lebih dirasakan
wilayah lain dalam satu koridor dibandingkan seluruh koridor ekonomi. Hal ini didukung oleh kebijakan desentralisasi fiskal yang memberi dampak semakin
besarnya kewenangan wilayah untuk mengatur keuangan wilayah sesuai dengan prioritas wilayahnya. Namun berdasarkan pendekatan pengeluaran rumah tangga,
koridor ekonomi Jawa mempunyai tingkat konvergensi yang paling besar di antara koridor ekonomi lainnya. Selanjutnya koridor ekonomi Papua-Kep.
Maluku. Disparitas yang terjadi di koridor ekonomi Jawa dan Papua-Kep. Maluku merupakan yang terbesar dbandingkan dengan koridor ekonomi lainnya dilihat
dari koefisien variasi Williamson. Walaupun koefisien variasi Williamson koridor Jawa dan Papua-Kep. Maluku menunjukkan disparitas wilayah yang masih tinggi,
namun ada upaya untuk mengurangi tingkat pembangunan wilayahnya sehingga semakin merata, hal ini ditunjukkan dengan konvergensi yang terjadi.
VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DISPARITAS WILAYAH