4.2.3 Infrastruktur Telepon
Selain listrik dan air bersih, infrasruktur yang juga penting dalam mendorong perkembangan wilayah, dan menciptakan output, serta peningkatan
pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah adalah infrastruktur telepon. Peningkatan infrastruktur telepon ini dapat mendorong perkembangan teknologi
terutama konunikasi sehingga dapat dicapai efisiensi dalam kegiatan produksi. Namun dalam penelitian ini, karena keterbatasan data maka infrastruktur
telepon yang digunakan dengan pendekatan persentase rumah tangga pengguna telepon.
0,00 5,00
10,00 15,00
20,00 25,00
30,00 35,00
40,00 45,00
50,00
2006 2007
2008 2009
2010 Sumatera
Jawa Kalimantan
Sulawesi Bali
‐Nusa Tenggara Papua
‐Kep. Maluku Indonesia
Gambar 29 Persentase Rumah Tangga yang Menggunakan Telepon menurut Koridor Ekonomi di Indonesia, 2006-2010
Perkembangan rasio rumah tangga pengguna telepon dari tahun 2006 sampai 2010 terus mengalami peningkatan di semua wilayah koridor ekonomi di
Indonesia, baik penggunaan telepon kabel maupun telepon selular Gambar 29. Persentase rumah tangga pengguna telepon tertinggi terjadi di koridor ekonomi
Jawa pada tahun 2010 sebesar 44,69. Persentase rumah tangga yang menggunakan telepon terendah terjadi di koridor ekonomi Papua-Kep.Maluku yaitu sebesar
29,55 persen di tahun 2010.
4.2.4 Infrastruktur Jalan
Infrastruktur jalan sangat penting dalam perekonomian karena angkutan darat sampai saat ini masih menjadi sistem transportasi yang utama. Pelayanan
dan kapasitas jalan berkaitan dengan terselenggaranya mobilitas penduduk maupun barang dan jasa, menunjang aktivitas ekonomi dalam pembangunan
dan menjadi penghubung antar wilayah yang menjadi pusat produksi dengan daerah pemasarannya. Ketersediaan jalan yang efektif memungkinkan
”penularan” pertumbuhan ekonomi ke wilayah lainnya. Penularan disini memiliki arti bahwa prasarana jalan turut berperan dalam merangsang
tumbuhnya wilayah-wilayah baru yang akhirnya akan menimbulkan spillover atau trip generation baru yang akan meningkatkan volume lalu lintas yang
terjadi. Keunggulan bagi suatu negara untuk bersaing secara kompetitif dalam
memasarkan produknya harus didukung dengan sistem jalan yang baik. Disisi lain, sistem jalan yang berkualitas juga dapat meningkatkan pengembangan
industri, mendistribusikan populasi dan meningkatkan pendapatan. Sebaliknya, prasarana jalan yang minim dan buruk menjadi hambatan dalam
mengembangkan perekonomian diantaranya pengembangan industry, pemdistribusian faktor produksi, serta barang dan jasa. Sistem jalan yang tidak
memadai dapat menghambat aktivitas ekonomi, yang pada akhirnya akan mempengaruhi pendapatan wilayah.
Tabel 7 Panjang Jalan dengan Kondisi Baik dan Sedang menurut Koridor
Ekonomi di Indonesia, 2006-2010
Wilayah Koridor Ekonomi
2006 2007
2008 2009
2010 Sumatera
74.808 82.067
89.325 98.319
105.966 Jawa
76.469 77.012
77.554 82.190
84.710 Kalimantan
20.561 21.800
23.038 33.040
34.553 Sulawesi
54.033 50.937
47.840 46.500
49.868 Bali-Nusa Tenggara
18.579 20.205
21.830 22.213
22.137 Papua-Kep. Maluku
10.843 12.338
13.832 16.645
19.018 Panjang Jalan km
Perkembangan panjang jalan dengan kondisi baik dan sedang, baik jalan Negara, jalan provinsi, maupun jalan kabupatenkota dari tahun 2006 sampai 2010
mengalami peningkatan di semua wilayah koridor ekonomi di Indonesia Tabel 7. Peningkatan yang cukup tajam terjadi di koridor ekonomi Sumatera yang juga
urutan pertama di bandingkan koridor ekonomi lainnya di Indonesia, pada tahun 2006 panjang jalan dengan kondisi baik dan sedang sebesar 74.808 km meningkat
menjadi 105.966 km di tahun 2010. Koridor ekonomi Jawa berada pada uruta kedua yaitu panjang jalan yang kondisi baik dan sedang sebesar 84.710 km di
tahun 2010. Hal ini dimungkinkan bahwa di koridor ekonomi Sumatera sudah berkembang secara baik di bidang ekonomi dan social dengan sektor-sektor
unggulannya seperti perkebunan kelapa sawit, karet serta batu bara. Panjang jalan yang kondisi baik dan sedang terendah terjadi di koridor
ekonomi Papua-Kep.Maluku yaitu sebesar 10.843 km pada tahun 2006 meningkat menjadi 19.018 km di tahun 2010. Walaupun suatu wilayah memiliki panjang
jalan yang lebih dibandingkan daerah lainnya tetapi karena jumlah kendaraan bermotor yang terlalu banyak maka akan menghasilkan tingkat mobilitas yang
rendah nilai rasio tinggi. Hal ini disebabkan penambahan panjang jalan lebih rendah dibandingkan dengan penambahan kendaraan bermotor, misalnya di
DKI Jakarta dengan pertumbuhan panjang jalan rata-rata per tahun hanya 2 persen dan pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor mencapai 11 persen. Hal
ini perlu mendapat perhatian yang serius karena adanya keterbatasan daya dukung suatu wilayah sehingga jika tingkat mobilitas terlalu rendah maka akan
menimbulkan kemacetan dan dapat mengganggu kegiatan investasi sehingga pada akhirnya akan menghambat pertumbuhan ekonomi.
4.2.5 Penghitungan Indeks Infrastruktur