81 Pada  kondisi  surut  terendah  seluruh  stasiun  memiliki  karakteristik  yang
berbeda pula seperti halnya pada saat pasang tertinggi Gambar 18. Pada gambar tersebut diketahui bahwa stasiun A3, A9, A9, A12 dan A14 memiliki karakteristik
lingkungan yang sama yaitu DO. Demikian halnya yang terjadi pada stasiun A11 yang memiliki karakter kuat pada seluruh parameter namun lebih menonjol pada
parameter  DO.  Pada  stasiun  tersebut  berkorelasi  positif  dengan  bahan  pencemar berupa  nitrat,  amonia,  TSS,  kekeruhan,  BOD
5
,  fosfat,  dan  deterjen.  Adapun stasiun  A4,  A7,  dan  A10  memiliki  pola  yang  sama  memiliki  karakteristik  yang
didominasi oleh nitrat, amonia, TSS, kekeruhan, dan TOM. Sedangkan stasiun A1 memiliki  karakteristik  yang  berbeda  sama  sekali  dengan  stasiun-stasiun  lainnya
dimana  memiliki  karakteristik  yang  kuat  dalam  menyumbang  bahan  pencemar berupa  BOD
5
,  fosfat,  deterjen,  dan  nitrit.  Adapun  stasiun  A6,  A8,  dan  A13 memiliki karakter yang kuat pada seluruh parameter, namun lebih menonjol pada
faktor lingkungan berupa kedalaman, pH, dan kecepatan arus.
5.2.3 Karakteristik Fisika Kimia Sedimen
Analisis  terhadap  sifat-sifat  tanah  dilakukan  pada  14  stasiun  penelitian. Sifat-sifat  tanah  tersebut  diharapkan  dapat  menjadi  gambaran  secara  umum  bagi
lokasi  penelitian  dalam  upaya  diketahuinya  kapasitas  asimilasi  ekosistem mangrove di lokasi penelitian. Adapun rincian dari stasiun-stasiun tersebut adalah
disajikan pada Gambar 19, 20, dan 21. Sifat-sifat  tanah  yang  diamati  dalam  penelitian  ini  meliputi  beberapa
parameter,  diantaranya  :  fraksi  sedimen,  C  organik  sedimen,  N  organik,  dan  P. Pengukuran  tersebut  selain  digunakan  untuk  mengetahui  kapasitas  asimilasi
ekosistem  mangrove,  juga  digunakan  untuk  mengetahui  karakteristik  sedimen pada mangrove di lokasi penelitian. Penelitian terkait dengan fraksi sedimen pada
seluruh  lokasi  penelitian  dilakukan  pada  keseluruhan  stasiun  penelitian.  Pada masing-masing  stasiun  penelitian  dilakukan  pengambilan  sample  pada  3  layer
yang berbeda, yaitu layer 10 cm, 30 cm, dan 60 cm kecuali pada beberapa stasiun yang  tidak  memungkinkan  untuk  dilakukan  pengambilan  sample.  Adapun  hasil
analisis  fraksi  sedimen  disajikan  pada  Lampiran  2.  Berdasarkan  hasil  penelitian, fraksi sedimen di Pulau Sepanjang adalah pasir dengan kisaran 46,89
– 99,43,
82 debu  dengan  kisaran  rata-rata  0,00
–  21,49,  dan  liat  berkisar  antara  0,57  - 51,66.  Diketahuinya  prosentase  sedimen  adalah  setelah  dilakukan  pengukuran
fraksi  sedimen  dengan  menggunakan  metode  pipet  dan  hasil  tersebut  kemudian dimasukkan ke dalam Segitiga Miller. Hasil yang didapat merupakan interpretasi
dari gambaran umum sedimen di Pulau Sepanjang. Secara  umum  substrat  yang  terdapat  di  Pulau  Sepanjang  berupa  substrat
pasir. Hal tersebut dikarenakan material penyusun Pulau Sepanjang secara umum adalah berupa pulau karang sehingga substrat  yang mendominasi adalah substrat
berpasir. Pada stasiun S1, S4, S7, dan S10 yang merupakan lokasi berkumpulnya beban pencemar mimiliki substrat yang bervariasi antar baik antar stasiun maupun
antar  layernya.  Pada  stasiun  S7  misalnya,  pada  stasiun  tersebut  memiliki perbedaan  di  setiap  layernya,  yaitu  bersubstrat  pasir  di  layer  atas,  lempung
berpasir  di  layer  tengah,  dan  lempung  liat  berpasir  di  layer  bawah.  Namun demikian, pada stasiun S4 dan S10 memiliki karakteristik substrat yang sama pada
ketiga  layer  di  masing-masing  tipenya,  yaitu  liat  berpasir  di  stasiun  S4  dan lempung berpasir di stasiun S10.
Stasiun  yang  terdapat  pada  ekosistem  mangrove  S2,  S5,  S8,  dan  S11 juga  memiliki  kondisi  substrat  yang  mayoritas  berpasir.  Pada  stasiun  S5  dimana
substrat  pada  lokasi  tersebut  mutlak  berpasir  dan  berhadapan  langsung  dengan laut  lepas,  hanya  memiliki  mangrove  dengan  spesies  Pandanus  tectorius.
Demikian  halnya  dengan  stasiun  S2  dimana  substrat  adalah  pasir  dan  pasir berlempung,  maka  mangrove  yang  dapat  hidup  dengan  baik  adalah  spesies
Avicennia  officinalis. Kusmana  et  al.  2008  menjelaskan  bahwa  pertumbuhan
mangrove sangat dipengaruhi oleh substrat dimana habitat mangrove berada baik berpasir, koral, tanah berkerikil, maupun tanah gambut.
Adapun  stasiun  S3,  S6,  S9,  dan  S12  yang  merupakan  stasiun  paling  luar berada  di  posisi  paling  depan  menghadap  ke  laut,  kesemuanya  terdiri  dari
substrat berpasir dari ketiga layernya. Perbedaan hanya didapat pada layer 60 cm pada stasiun S6 dan layer 30 cm pada stasiun S12 yang masing-masing bersubstrat
lempung  berpasir.  Perbedaan  tipe  substrat  sangat  mempengaruhi  terhadap  faktor fisik,  kimia,  maupun  biologi  suatu  perairan.  Pada  substrat  berpasir  sangat  jarang
bisa  ditemui  mollusca  namun  masih  bisa  ditemui  crustacea.  Demikian  halnya
83 dengan  spesies  mangrove  yang  dapat  hidup  pada  tipe  substrat  tersebut.  Hal
tersebut  dikarenakan  masing-masing  spesies  mangrove  memiliki  karakteristik sedimen yang berbeda-beda tiap jenisnya.
Selain  itu  tekstur  sedimen  sangat  menentukan  terhadap  daya  dukung penerimaan limbah yang masuk. Semakin kasar suatu tekstur, maka semakin besar
pula kemampuannya dalam menerima laimbah. Sebaliknya semakin kecil ukuran suatu  tekstur  sedimen,  maka  semakin  kecil  pula  daya  dukung  sedimen  dalam
menerima  beban  limbah.  Kemampuan  tersebut  sangat  terkait  dengan  kondisi oksidatif sedimen. kondisi oksidatif tersebut menyebabkan hasil degradasi bahan-
bahan  organik  tidak  akan  bersifat  toksik,  namun  sebaliknya  akan  lebih  bisa bermanfaat bagi organisme akuatik pada umumnya.
Kandungan bahan organik dalam sedimen berbeda-beda berdasarkan jenis substrat  yang  menyusunnya.  Substrat  yang  lebih  halus  memiliki  kemampunya
menyimpan  bahan  organik  yang  lebih  baik  dari  pada  substrat  yang  lebih  kasar. Nilai  rata-rata  C-organik  pada  masing-masing  stasiun  penelitian  menunjukkan
perbedaan  yang  cukup  signifikan  pada  masing-masing  lokasi  yang  berbeda. Stasiun  S1,  S4,  S7,  dan  S10  yang  merupakan  pusat  pencemaran  memiliki
konsentrasi  C  organik  sebanyak  14,53 –  18,36  pada  saat  surut  dan  13,47  –
16,47  pada  saat  pasang.  Sedangkan  stasiun  S2,  S5,  S8,  dan  S11  merupakan kawasan  ekosistem  mangrove  memiliki  konsentrasi  C  organik  pada  saat  surut
berkisar  antara  17,04 –  24,04  dan  pada  saat  pasang  sebesar  15,12  –  22,86.
Adapun  pada  stasiun  S3,  S6,  S9,  dan  S12  konsentrasi  C  organik  pada  saat  surut berkisar antara 6,19
– 30,67 dan pada saat pasang sebesar 10,12 – 25,82. Tingginya  konsentrasi  C  organik  pada  stasiun  S1,  S4,  S7,  dan  S10
dikarenakan posisi stasiun tersebut berada pada pusat pencemaran sehingga bahan organik  dari  limbah  antropogenik  banyak  terendap  pada  stasiun-stasiun  tersebut.
Sedangkan tingginya C organik pada stasiun dimana ekosistem mangrove berada dikarenakan  banyaknya  serasah  mangrove  yang  mengakibatkan  kandungan  C
organik tinggi. Selain itu kondisi substrat juga sangat berpengaruh, semakin halus fraksi  substrat  di  suatu  lokasi,  maka  semakin  banyak  pula  kandungan  C
organiknya.  Menurut  Foth  1978  in  Iswahyudi  2008,  faktor  yang