94 sedangkan  baku  mutu  bagi  biota  laut  dalam  Kep  Men  LH  No.  51  Tahun  2004
menyatakan bahwa oksigen terlarut harus lebih dari 5 mgL. Mangrove  memiliki  hubungan  yang  erat  dengan  substrat.  Jenis  substrat
sangat  mempengaruhi  bagaimana  zonasi  terbentuk.  Selain  itu  substrat  sangat berpengaruh  terhadap  lingkungan  yang  di  sekitar  mangrove.  Pada  lokasi
penelitian secara umum substrat berpasir baik apda layer 10 cm, 30 cm, maupun 60  cm.  Sebagai  contoh  pada  stasiun  S7,  S10,  S12,  dan  S13  Lampiran  2
menunjukkan  bahwa  substrat  utama  yang  ada  berupa  substrat  berpasir,  dan ternyata  pada  stasiun  tersebut  spesies  Rhizophora  mucronata  dapat  tumbuh
dengan  cukup  baik.  Steenis  1958  in  Aksornkoae  1993  menjelaskan  bahwa Rhizophora  mucronata
dapat  hidup  dengan  baik  pada  substrat  berpasir,  dan Gledhy 1963 in  Aksornkoae 1993 juga menambahkan bahwa substrat lumpur
berpasir sangat mendukung bagi kehidupan Avicennia marina dan Bruguiera spp. Gambar  25  menunjukkan  hasil  analisis  faktorial  koresponden  pada  saat
surut  terendah.  Terlihat  jelas  pada  kuadran  1  dimana  stasiun  S11  berada  sangat didominasi  oleh  mangrove  dari  spesies  Rhizophora  apiculata.  Stasiun  ini
cenderung berada pada substrat lempung berpasir dengan faktor  lingkungan yang paling  mempengaruhi  adalah  pH  dan  deterjen.  Dengan  kata  lain  bahwa
lingkungan  yang  berada  pada  lokasi  ini  sangat  menonjol  pada  nilai  pH  dan deterjen.  Adapun  pada  kuadran  2  dimana  S8  dan  S13  berada,  masing-masing
memiliki  mangrove  spesies  Bruguiera  gymnorrhiza  dan  Avicennia  officinalis ternyata  banyak  ditemukan  gastropoda.  Parameter  yang  paling  berpengaruh  dari
kuadran  ini  adalah  TOM,  pH,  deterjen,  P,  dan  N.  Sedangkan  pada  stasiun  S5 dimana  spesies  Pandanus  tectorius  mendominasi  memiliki  substrat  berpasir  dan
tidak  ditemukan  makrozoobentos.  Parameter  yang  mendominasi  apda  stasiun  ini adalah  C  organik  dan  deterjen.  Kuadran  4  dimana  stasiun  S2  berada  didominasi
oleh mangrove dari spesies Avicennia marina. Parameter yang mendominasi pada stasiun ini adalah N organik, P, TOM, dan pH.
95
Gambar 25 Distribusi spasial hubungan mangrove dan karakteristik lingkungan pada saat surut terendah
Gambar 26 Distribusi spasial hubungan mangrove dan karakteristik lingkungan pada saat pasang tertinggi
96 Sebaran  spasial  hubungan  ekosistem  mangrove  dengan  lingkungannya
pada  saat  pasang  tertinggi  disajikan  pada  Gambar  26.  Kondisi  pasang  tertinggi pada kuadran 1 dimana stasiun S5 berada ditemukan spesies Pandanus tectorius.
Pada stasiun ini parameter lingkungan yang mendominasi adalah N organik, P, C organik,  pH  dan  tidak  ditemukan  makrozoobentos.  Sedangkan  pada  kuadran  2
dimana stasiun S2 berada memiliki substrat pasir dan didominasi oleh parameter TOM, pH, dan deterjen. Tidak ditemukannya makrozoobentos disini dikarenakan
makrozoobentos  sulit  untuk  hidup  pada  substrat  berpasir  yang  disebabkan  oleh dinamika substrat pasir yang lebih dinamis.
Kuadran  3  dimana  stasiun  S8  dan  S13  dimana  tumbuh  mangrove  spesies Bruguiera  gymnorrhiza
dan  Avicennia  officinalis  ternyata  sangat  disukai  oleh makrozoobentos  dari  kelas  gastropoda.  Parameter  kualitas  lingkungan  yang
dominan  pada  stasiun  ini  adalah  C  organik,  N  organik,  P,  dan TOM.  Sedangkan pada  kuadran  4  dimana  stasiun  S11  berada  memiliki  substrat  lempung  berpasir
dengan  dominasi  spesies  Rhizophora  apiculata  memiliki  karakter  lingkungan yang didominasi oleh C organik, TOM, dan deterjen. Mendominasinya C organik
pada stasiun dimana ekosistem mangrove berada dikarenakan banyaknya  serasah mangrove  yang  mengakibatkan  kandungan  C  organik  tinggi.  Selain  itu  kondisi
substrat  juga  sangat  berpengaruh,  semakin  halus  fraksi  substrat  di  suatu  lokasi, maka  semakin  banyak  pula  kandungan  C  organiknya.  Menurut  Foth  1978  in
Iswahyudi  2008  faktor  yang  mempengaruhi  jumlah  dan  penyebaran  bahan organik antara lain mencakup iklim, vegetasi, kondisi drainase dan tekstur tanah.
Selain itu tingginya C organik pada lokasi penelitian sangat dipengaruhi guguran serasah  maggrove  baik  yang  berasal  dari  daun,  batang,  ranting,  buah,  maupun
akar. Semakin rapat tegakan mangrove yang ada pada suatu lokasi, maka semakin
tinggi pula kandungan bahan organiknya.
5.4 Analisis Beban Pencemaran dan Kapasitas Asimilasi Pulau Sepanjang
Beban  pencemar  merupakan  istilah  yang  dikaitkan  dengan  jumlah  total bahan  pencemar  yang  masuk  ke  dalam  suatu  lingkungan  yang  dihasilkan  oleh
manusia  dalam  upaya  pemenuhan  kebutuhan  hidupnya  pada  suatu  kurun  waktu tertentu  baik  secara  langsung  maupun  tidak  langsung  Sutisna,  2007.  Tingkat
pencemaran  pada  pesisir  Pulau  Sepanjang  sampai  dengan  saat  ini  masih  belum
97 dirasakan  mengalami  peningkatan  secara  signifikan.  Hal  tersebut  dikarenakan
masih  alaminya  ekosistem  yang  ada  serta  jumlah  penduduk  yang  mendiaminya tidak terlalu padat. Pada tahun 2006 penduduk Pulau Sepanjang berjumlah hanya
7.843 jiwa yang masing masing terbagi atas Desa Sepanjang 4747 jiwa dan Desa Tanjung  Kiaok  3096  jiwa.  Sedangkan  pada  Tahun  2008  penduduk  pada  pulau
Sepanjang  meningkat  menjadi  9.730  jiwa  yang  terbagi  dalam  2  desa,  masing- masing desa tersebut adalah Desa Sepanjang sebanyak 409 jiwa dan Desa Tanjung
Kiaok  sebanyak  3.131  jiwa  BPS,  2009.  Namun  demikian,  peningkatan  jumlah penduduk  tersebut  berpotensi  mengancam  lingkungan  dengan  makin
meningkatnya buangan limbah yang dihasilkan. Belum  terjamahnya  Pulau  Sepanjang  oleh  industri  yang  disertai  aktivitas
transportasi  yang  tidak  terlalu  padat,  menjadikan  pulai  ini  tetap  terjaga kealamiannya.  Hal  tersebut  dibuktikan  dengan  keberadaan  ekosistem  mangrove
yang masih luas dan rapat ditambah dengan potensi terumbu karang yang luas dan masih  alami  serta  keanekaragaman  biota  yang  mendiaminya.  Disisi  lain,  dengan
kealamian  tersebut  terdapat  suatu  potensi  dan  sekaligus  ancaman  bagi  pulau tersebut. Potensi yang ada sangat mendukung pagi pengembangan pulau tersebut
sebagai  kawasan  wisata  yang  berpotensi  dalam  meningkatkan  perekonomian penduduk  setempat,  namun  ancaman  yang  sekaligus  didapat  adalah  potensi
pencemaran yang sekaligus berpotensi merusak ekosistem yang saat ini ada. Adapun tujuan dari perhitungan beban pencemar adalah untuk mengetahui
jenis  beban  pencemar  yang  ada  di  Pulau  Sepanjang  serta  untuk  mengetahui seberapa  besar  jumlah  yang  masuk  ke  dalam  perairan.  Perhitungan  kapasitas
asimilasi  dilakukan  dengan  membandingkan  konsentrasi  dan  beban  limbah  yang ada pada kondisi eksisting dengan konsentrasi dan beban limbah yang didasarkan
pada baku mutu bagi kehidupan biota laut yang tercantum dalam Kep Men LH No 51  Tahun  2004.  Apabila  hasil  perhitungan  terhadap  konsentrasi  bahan  pencemar
dan beban limbah tidak melebihi grafik baku mutu, maka dapat dikatakan belum melampaui kapasitas asimilasi, namun apabila telah melebihinya, maka dikatakan
telah melampauinya. Nilai  beban  pencemar  dari  seluruh  parameter  pada  seluruh  stasiun
didapatkan dengan mengalikan konsentrasi pencemar maksimum dengan volume
98 air  yang  didapat  pada  lokasi  penelitian.  Nilai  volume  didapatkan  dengan
mengalikan  lebar  aliran  air  dan  ketinggian  aliran  air  serta  kecepatan  arus  yang ada.  Untuk  stasiun  pada  ekosistem  mangrove  nilai  volume  didapatkan  dengan
mengalikan  luasan  ekosistem  mangrove  dengan  ketinggian  air  rata-rata  serta kecepatan arus rata-rata yang terdapat pada stasiun-stasiun tersebut. Adapun nilai
beban  pencemar  maksimum  yang  ditampilkan  dan  dimiliki  oleh  seluruh  stasiun dengan harapan nilai yang didapat dalam kapasitas asimilasi nantinya adalah nilai
maksimum dari beban pencemar yang ada pada lokasi penelitian. Besarnya beban masukan limbah sangat tergantung dari aktivitas manusia
yang  mendiami  sekitar  aliran  perairan  mulai  dari  hulu  sungai  yang  mengalir kearah  laut  Suharsono,  2005.  Pada  stasiun  A1,  A4,  A7,  dan  A10  konsentrasi
beban pencemar secara umum memiliki nilai lebih tinggi pada saat surut dari pada
saat  pasang.  Perbedaan  nilai  tersebut  tidak  lebih  dikarenakan  banyak  faktor diantaranya laju penguraian, konsentrasi beban pencemar dan waktu pembilasan.
Pada  saat  pasang,  beban  limbah  yang  masuk  akan  sangat  kecil  dikarenakan tertahan  oleh  tingginya  atau  terjadinya  peningkatan  oleh  massa  air  yang  berasal
dari laut. Sedangkan sebaliknya pada saat surut beban limbah yang ke muara dan pantai akan besar Rafni, 2004; Hadi, 2005 in Mezuan, 2007.
Kapasitas asimilasi merupakan kemampuan dari suatu lingkungan ataupun ekosistem dalam menerima limbah ataupun bahan pencemar tanpa menyebabkan
gangguan  ataupun  kerusakan  bagi  lingkungan  ataupun  ekosistem  tersebut. Perhitungan  kapasitas  asimilasi  sangat  tergantung  dari  lingkungan  studi  dan
bersifat  sangat  spesifik,  sehingga  antara  suatu  lingkungan  dengan  lingkungan yang  lain  akan  berbeda  penilaiannya.  Nilai  kapasitas  asimilasi  dapat  ditentukan
dengan  cara  memplotkan  nilai-nilai  kualitas  perairan  pada  kurun  waktu  tertentu dengan beban limbah yang dikandungnya pada suatu grafik. Setelah itu hasil yang
diperoleh  direferensikan  dengan  baku  mutu  yang  berlaku  dan  berkaitan  dengan biota laut Rajab, 2005.
5.4.1 Stasiun pada Ekosistem Mangrove A8, A11, dan A13
Stasiun  pada  ekosistem  mangrove  A8,  A11,  dan  A13  secara  umum memiliki  kondisi  yang  unik  pada  setiap  stasiunnya.  Persamaan  regresi  pada
konsentrasi dan beban pencemaran deterjen adalah y = 329,22x – 7,547 dengan R
2