28 pada perairan dengan kadar oksigen sangat rendah, sedangkan molekul
nitrogen adalah produk utama dari proses denitrifikasi pada perairan dengan kondisi anaerob.
Sumber utama nitrogen antropogenik adalah berasal dari wilayah pertanian yang menggunakan urea secara intensif dan berasal dari limbah domestik rumah
tangga. Tingginya konsentrasi nitrogen suatu perairan maka akan dapat memicu pertumbuhan alga secara tidak terkontrol blooming algae. Konsentrasi nitrogen
pada perairan tidak tercemar adalah 0.1 – 5 mgL sedangkan di perairan tercemar
berat, kadar nitrogen mencapai 100 mgL Dojildo and Best, 1992 in Putri 2006. Nitrat NO
3
merupakan bentuk utama nitrogen di perairan alami dan merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan algae. Demikian halnya
dengan amonium, namun amonium lebih disukai oleh tumbuhan. Kadar nitrat- nitrogen pada perairan alami tidak pernah melebihi 0.1 mgL. Apabila suatu
perairan memiliki kadar nitrat sebesar 5 mgL maka mengindikasikan bahwa perairan tersebut mengalami pencemaran antropogenik yang berasal dari aktifitas
manusia dan kotoran hewan Effendi, 2003. Selanjutnya Effendi 2003 menambahkan bahwa kadar nitrat yang melebihi 0.2 mgL di suatu perairan dapat
memicu terjadinya eutrofikasi yang implikasinya dapat menstimulasi pertumbuhan algae dan tumbuhan air secara cepat blooming.
2.3.4 Fosfor
Fosfor merupakan salah satu nutrien yang dimanfaatkan dalam pertumbuhan algae. Dalam perairan, unsur fosfor tidak ditemukan dalam bentuk
bebas sebagai elemen, melainkan dalam bentuk senyawa organik yang terlarut ortofosfat dan polifosfat dan senyawa organik yang berupa partikulat. Ortofosfat
merupakan bentuk fosfor yang dapat langsung dimanfaatkan oleh tumbuhan akuatik. Sedangkan polifosfat harus mengalami hidrolisis terlebih dahulu untuk
dapat membentuk ortofosfat sebelum dimanfaatkan sebagai fosfor. Kadar fosfor dalam perairan alami jarang yang melebihi 1 mgL Boyd, 1988 in Effendi 2003.
Selanjutnya Effendi 2003 menambahkan bahwa berdasarkan kadar ortofosfat, perairan diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu : 1 perairan oligotrofik,
dengan kadar ortofosfat 0.003 – 0.01 mgL; 2 perairan mesotrofik, dengan kadar
ortofosfat sebesar 0.011 – 0.003 mgL; dan 3 perairan eutrofik yang memiliki
29 kadar ortofosfat 0.031
– 0.1 mgL Vollenweider in Wetzel, 1975 in Effendi, 2003.
2.3.5 Suhu
Suhu air sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya : musim, ketinggian dari permukaan laut, lintang, penutupan awan, sirkulasi udara, aliran,
serta kedalaman suatu perairan Effendi, 2003. Terkait dengan mangrove, suhu sangat berpengaruh terhadap proses fisiologis, seperti fotosintesis dan respirasi
Aksornkoae, 1993. Organisme baik teresterial terlebih akuatik sangat dipengaruhi oleh suhu. Perubahan suhu sangat berpengaruh terhadap kehidupan,
maupun perkembangbiakan biota. Hal tersebut dikarenakan organisme akuatik khususnya memiliki kisaran suhu tertentu dalam melangsungkan hidupnya. Suhu
berpengaruh baik dalam proses fisik, kimia maupun biologi air. Perubahan suhu sangat mempengaruhi terhadap proses metabolisme dan respirasi baik mangrove
maupun organisme air. Bagi organisme air perubahan suhu perairan 10 C dapat
meningkatkan 2 – 3 kali lipat konsumsi oksigen Organisme akuatik Effendi,
2003. Terkait dengan makrozoobentos Hutagalung 1988 in Amrul 2007 menyatakan bahwa suhu optimum bagi kehidupan mollusca adalah 15
– 28 C.
Siagian 2001 in Suwondo et al., 2010 menyatakan bahwa suhu optimum bagi kehidupan organisme bentik adalah berkisar antara 25-32
C. Welch 1980 in Diniarti 2010 menambahkan bahwa suhu diatas 34
– 40 C merupakan suhu letal
yang dapat menyebabkan kematian bagi makroavertebrata bentik. Secara umum mangrove memiliki kondisi pertumbuhan optimum pada
suhu di daerah tropis Aksornkoae, 1993. Pertumbuhan mangrove yang baik memerlukan suhu rata-rata minimal lebih besar dari 20
o
C dan perbedaan suhu musiman tidak melebihi 5
C, kecuali di Afrika Timur dimana perbedaan suhu musiman mencapai 10
C. Suhu optimum untuk pertumbuhan mangrove jenis Avicennia marina
berkisar 18 – 20
C, Rhizophora stylosa, Ceriops spp, Excoecaria agallocha
dan Lumnitzera racemosa pertumbuhan tertinggi daun segar dicapai pada suhu 26
– 28 C, suhu optimum Bruguiera spp 27
C, dan Xylocarpus
spp berkisar antara 21 – 26
C Aksornkoae, 1993.
30
2.3.6 Salinitas
Salinitas merupakan jumlah berat semua garam dalam gram yang terlarut dalam satu liter air yang biasanya dinyatakan dalam bentuk satuan per mil atau
gram per liter Nontji, 1987. Gradien salinitas sangat dipengaruhi oleh masukan debit air dari sungai run off, pasang surut serta dinamika perairan lainnya.
Ketersediaan air tawar dan pengaruh pasang surut sangat berdampak pada nilai salinitas yang ada di pesisir dan pulau-pulau kecil. Dalam kaitannya dengan
mangrove, salinitas memiliki peran penting bagi pertumbuhan, daya adaptif, dan zonasi mangrove Aksornkoae, 1993. Mangrove dapat tumbuh subur di daerah
estuaria dengan salinitas air payau 0,5‰ sampai dengan salinitas air laut 30‰ -
33‰. Salinitas yang tinggi 35‰ dapat berpengaruh buruk bagi vegetasi mangrove, karena dampak dari tekanan osmotik yang negatif Bengen, 2000.
Sedangkan terkait dengan makrozoobentos, salinitas merupakan salah satu parameter yang memiliki peran penting dalam mempengaruhi penyebarannya
selain kandungan bahan organik dan fraksi sedimen Wu dan Richard, 1981 in Emiryati, 2004.
2.3.7 Derajat Keasaman pH
pH merupakan gambaran jumlah aktivitas ion hidrogen dalam perairan. Setiap organisme memiliki kisaran pH yang berbeda pula dalam tingkat
toleransinya. pH yang paling disukai oleh biota akuatika dalah 7 - 8.5 Effendi, 2003. Nilai pH juga sangat mempengaruhi proses biokimiawi perairan misalnya
proses nitrifikasi perairan. Nilai pH sangat dipengaruhi oleh pasang dan surut air laut dan masukan air tawar dari daratan. Nilai pH diklasifikasikan menjadi 3 yaitu,
pH = 7 adalah netral; pH berkisar antara 0 - 7 adalah asam dan nilai pH berkisar antara 7
– 14 adalah basa.
2.3.8 Oksigen Terlarut DO
Kadar oksigen terlarut sangat mempengaruhi kelangsungan hidup organisme yang ada didalamnya. Kadar oksigen terlarut sangat dipengaruhi oleh
kualitas air lainnya, misalnya kekeruhan, suhu, salinitas, TSS, pergerakan massa air, tekanan atmosfer. Effendi 2003 menyatakan bahwa DO berfluksuasi baik
secara harian maupun musiman dimana fluktuasi tersebut sangat dipengaruhi oleh