Analisis Hasil Pengolahan pada Level Faktor

75

4.5.2 Hasil Pengolahan Data dengan AHP secara vertikal

Pengolahan vertikal dengan menggunakan metode AHP digunakan untuk menyusun prioritas setiap elemen dalam hirarki terhadap sasaran utama. Berikut adalah hasil pengolahan data secara vertikal dengan menggunakan metode AHP.

a. Analisis Hasil Pengolahan pada Level Faktor

Berdasarkan pengolahan data pada tingkat kedua dengan menggunakan metode AHP, maka diperoleh hasil bahwa faktor yang berpengaruh dalam penyusunan strategi pengembangan agribisnis komoditas kentang di Kabupaten Banjarnegara adalah produktivitas dengan bobot sebesar 0,144. Pada Tabel 20 dapat dilihat secara lengkap bobot setiap faktor yang berpengaruh terhadap strategi pengembangan agribisnis komoditas kentang di Kabupaten Banjarnegara. Tabel 20 Bobot dan Prioritas Faktor-Faktor dalam Strategi Pengembangan Agribisnis Komoditas Kentang Faktor Bobot Prioritas Produktivitas 0,144 1 Kebijakan Pemerintah 0,135 2 Pengaturan Waktu TanamPanen 0,132 3 Keterlibatan Pemerintah Pusat dan Daerah 0,128 4 Pengaturan Penggunaan Sarana Produksi Pertanian 0,095 5 Pelatihan dan Penyuluhan 0,084 6 Sarana Produksi Pertanian 0,083 7 Pendidikan dan Pengetahuan Petani 0,078 8 Potensi Lahan 0,073 9 Informasi Hasil Litbang Mutakhir 0,047 10 Produktivitas dengan bobot 0,144 menjadi faktor yang paling berpengaruh dalam penyusunan strategi pengembangan agribisnis komoditas kentang di Kabupaten Bajarnegara. Peningkatan produktivitas akan mendorong pengembangan agribisnis kentang melalui adaptasi teknologi pengelolaan tanaman terpadu dengan menerapkan budidaya ramah lingkungan berbasis GAPSOP serta mengembangkan praktek usahatani setempat dalam upaya peningkatan produksi, produktivitas, mutu dan daya saing produk pertanian secara optimal, sehingga dapat meningkatkan pendapatan petani di Kabupaten Banjarnegara. Faktor kedua yang harus menjadi pertimbangan terhadap strategi pengembangan agribisnis komoditas kentang di Kabupaten Banjarnegara adalah 76 kebijakan pemerintah dengan bobot sebesar 0,135. Kebijakan pemerintah menjadi faktor terpenting kedua setelah produktivitas. Kebijakan-kebijakan maupun program-program yang telah dilaksanakan instansi pemerintah belum dapat dirasakan hasilnya secara optimal oleh petani. Hal ini disebabkan antara lain kebijakan maupun program dari masing-masing instansi pemerintah bersifat parsial dan tidak terintegrasi antar sektor, dimana program masing-masing intansi terkait berbeda, contohnya Perhutani memiliki program tanaman keras sedangkan Dinas Pertanian memiliki program budidaya kentang. Peraturankebijakan pemerintah yang akomodatif dan positif sangat penting untuk pengembangan agribisnis komoditas kentang dalam upaya meningkatkan kesejahteraan petani. Pengaturan waktu tanampanen merupakan faktor ketiga dengan bobot sebesar 0,132. Pengaturan tanaman hortikultura yang berumur pendek memegang peranan penting sehubungan dengan fluktuasi harga dan permintaan dalam setahun. Pengaturan waktu tanam mulai dari pembukaan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan pemupukan, penyiangan, pemberantasan hama dan penyakit, dan lain-lain, dan masa panen. Masa panen hendaknya disesuaikan dengan waktu dimana kecenderungan permintaan dan harga komoditas tersebut tinggi. Keterlibatan pemerintah pusat dan daerah menjadi faktor keempat yang perlu dipertimbangkan dalam strategi pengembangan agribisnis kentang dengan bobot sebesar 0,128. Pemerintah memegang peranan yang sangat penting dalam pengembangan agribisnis yang tangguh. Keterlibatan pemerintah dalam bentuk penyuluhan dan peran pendampingan programkegiatan pemerintah sangat penting sehingga program-program dapat terlaksana dengan baik. Di samping itu, pemerintah merupakan penanggungjawab dalam melaksanakan tugas pembangunan, dimana program pembangunan dilaksanakan secara terpadu dengan tugas dan fungsi masing-masing instansilembaga pemerintah dalam rangka pengembangan agribisnis komoditas kentang di Kabupaten Banjarnegara. Faktor kelima yang menjadi bahan pertimbangan terhadap strategi pengembangan agribisnis kentang adalah pengaturan penggunaan sarana produksi dengan bobot sebesar 0,095. Selama ini, petani menggunakan sarana produksi dengan tidak bijaksana karena ingin mendapatkan keuntungan dengan cepat. 77 Penggunaan sarana produksi yang berlebihan pada tanah akan berakibat buruk pada kelestarian unsur-unsur kesuburan dan kelestarian tanah. Pengaturan penggunaan pupuk misalnya, berapa dosis yang digunakan, kapan diberikan dan berapa kali pemberian akan berpengaruh pada jumlah produk yang dihasilkan. Dengan demikian, rekomendasi pemupukan pasti lengkap meliputi dosis, cara pemberian, saat pemberian, dan frekuensi pemberian dengan harapan apabila tepat dapat diperoleh manfaat yang maksimal. Penggunaan sarana produksi yang berkualitas serta pengalokasian sumber daya yang efisien oleh petani kentang diharapkan dapat meningkatkan jumlah produksi. Produksi kentang yang tinggi dan berkualitas baik dapat menjadi peluang bagi para petani untuk menembus pasar ekspor. Faktor keenam adalah pelatihan dan penyuluhan dengan bobot sebesar 0,084. Pelatihan dan penyuluhan kepada petani diperlukan dalam pengenalan praktek pertanian ramah lingkungan dan adopsi teknologi. Selain itu, menambah tenaga penyuluh pertanian yang berkompeten untuk mendiseminasikan inovasi teknologi. Kegiatan pelatihan dan penyuluhan dengan melibatkan lembaga tani, lembaga litbang, dan instansi pemerintah terkait. Dengan adanya pelatihan dan penyuluhan diharapkan keterampilan dan pengetahuan petani semakin meningkat. Pelatihan dan penyuluhan budidaya ramah lingkungan merupakan upaya menjaga kelestarian SDA dalam mendukung pengembangan agribisnis kentang di Kabupaten Banjarnegara. Sarana produksi pertanian adalah faktor ketujuh dengan bobot sebesar 0,083. Ketersediaan sarana produksi pertanian yang berkualitas dan kemudahan memperolehnya sangat penting bagi petani. Dengan sarana produksi yang bermutu dapat meningkatkan produktivitas kentang di Kabupaten Banjarnegara. Sarana produksi pertanian semakin tercukupi dengan adanya kerjasama antara kelembagaan tani, koperasi, dan asosiasi. Saat ini ketersediaan sarana produksi pertanian masih terbatas dan harganya relatif mahal. Kebutuhan akan benih bermutu dan pupuk siap pakai tidak dapat terpenuhi oleh ketersediaan di tingkat petani dan peternak. Walaupun pemerintah telah berupaya untuk mengatasi keterbatasan benih bersertifikat dengan menyekolahkan petani ke balai benih kentang, petani tetap menggunakan benih dari hasil perbanyakan sendiri atau 78 benih yang berasal dari sisa kentang konsumsi. Pengembangan sarana produksi pertanian diarahkan untuk menjamin aksesbilitas guna mendukung keberhasilan upaya peningkatan produktivitas. Pendidikan dan pengetahuan petani dengan bobot sebesar 0,078 merupakan faktor kedelapan yang menjadi pertimbangan terhadap strategi pengembangan agribisnis kentang di Kabupaten Banjarnegara. Pendidikan dan pengetahuan petani berpengaruh terhadap pengembangan agribisnis kentang di Kabupaten Banjarnegara. Hal ini disebabkan dengan semakin tingginya tingkat pendidikan dan pengetahuan petani tentang budidaya kentang, penanganan panen, dan pasca panen maka dapat meningkatkan produksi dan kualitas kentang. Berbagai pelatihan, penyuluhan, dan sosialisasi dilakukan dalam upaya meningkatkan pendidikan dan pengetahuan petani. Pemberian pelatihan keterampilan kepada masyarakat terutama pada usia produktif, diharapkan dapat mengembangkan peluang usaha lainnya diluar dari kegiatan pertanian tanaman kentang. Faktor kesembilan adalah potensi lahan dengan bobot sebesar 0,073. Kepedulian petani terhadap kesadaran dalam pengelolaan lahan di kawasan Dieng masih rendah. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya petani yang melakukan kegiatan pertanian yang tidak ramah lingkungan. Sebagai contoh penggunaan pupuk kimia dan pestisida dengan intensitas cukup tinggi, sehingga merusak lingkungan. Pemilihan lokasi penanaman pun menjadi salah satu faktor dalam mendukung potensi lahan. Oleh karena itu, kepedulian petani terhadap potensi lahan di kawasan Dieng perlu ditingkatkan, hal ini sangat penting untuk keberlanjutan potensi lahan. Potensi lahan merupakan faktor yang memegang peranan penting dalam pemanfaatan sumber daya untuk budidaya komoditas kentang. Petani harus dapat menjaga kelestarian SDA dan memahami pentingnya budidaya dengan pendekatan konservasi lahan. Faktor kesepuluh adalah informasi hasil litbang mutakhir merupakan faktor terakhir yang menjadi bahan pertimbangan terhadap strategi pengembangan agribisnis kentang dengan bobot sebesar 0,047. Informasi merupakan bagian yang sangat penting dalam pengembangan agribisnis, khususnya informasi teknologi mutakhir. Informasi hasil litbang mutakhir semakin meningkat sebagai dampak kemajuan teknologi informasi yang dengan mudah dapat diakses oleh 79 petani. Namun, baru sebagian kecil petani yang dapat memanfaatkan media informasi dengan baik karena adanya keterbatasan kemampuan dan pengetahuan. Petani menerapkan hasil-hasil penelitian setelah mengamati dan mengikuti demontrasi plot demplot serta upaya-upaya sosialisasi yang dilakukan pemerintah. Petani harus mampu mengakses informasi-informasi hasil litbang dan menerapkannya. Dengan adanya informasi hasil litbang tersebut, sangat bermanfaat dalam pengembangan agribisnis kentang di Kabupaten Banjarnegara.

b. Analisis Hasil Pengolahan pada Level Aktor