10. Sisa Hasil Usaha Koperasi
Sebagai suatu badan usaha, koperasi di dalam menjalankan kegiatan usahanya tentu juga menghendaki untuk mendapatkan keuntungan atau sisa hasil usaha. Jika koperasi bias
mendapatkan sisa hasil usaha yang cukup banyak, maka sisa hasil usaha tersebut dapat disishkan sebagian untuk cadangan koperasi, yang selanjutnya bias dipergunakan untuk
menambah modal stock capital koperasi. Apabila modal koperasi bertambah besar maka dengan sendirinya lingkup usaha koperasi akan bertambah besar pula.
169
Menurut ketentuan Pasal 45 Undang-Undang No.25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, bahwa sisa Hasil Usaha Koperasi merupakan pendapatan Koperasi yang
diperoleh dalam satu tahun buku dikurangi dengan biaya, penyusutan, dan kewajiban lainnya termasuk pajak dalam tahun buku yang bersangkutan. Sisa Hasil Usaha setelah
dikurangi dana cadangan, dibagikan kepada anggota standing dengan jasa usaha yang dilakukan oleh, masing-masing anggota dengan Koperasi, serta digunakan untuk keperluan
pendidikan perkoperasian dan keperluan lain dari Koperasi, sesuai dengan keputusan Rapat Anggota. Besarnya pemupukan dana cadangan ditetapkan dalam Rapat Anggota.
11. Pembubaran Koperasi
Pembubaran koperasi dapat dilakukan berdasarkan: a. keputusan Rapat Anggota, atau
b. keputusan Pemerintah. Keputusan pembubaran oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46
huruf b dilakukan apabila: a. terdapat bukti bahwa koperasi yang bersangkutan tidak memenuhi ketentuan
Undang-undang ini; b. kegiatannya bertentangan dengan ketertiban umum danatau kesusilaan;
c. kelangsungan hidupnya tidak dapat lagi diharapkan.
169
R.T. Sutantya Rahardja Hadhikusuma, Op.Cit., hal. 104-105
Universitas Sumatera Utara
Keputusan pembubaran karena alasan kegiatan koperasi bertentangan dengan ketertiban umum dan atau kesusilaan dalam ketentuan ini dilakukan apabila telah
dibuktikan dengan keputusan pengadilan. Keputusan pembubaran karena alasan kelangsungan hidupnya tidak dapat lagi diharapkan, antara lain karena dinyatakan pailit.
Keputusan pembubaran koperasi oleh Rapat Anggota diberitahukan secara tertulis oleh Kuasa Rapat Anggota kepada semua kreditor dan Pemerintah. Pemberitahuan kepada
semua kreditor dilakukan oleh Pemerintah, dalam hal pembubaran tersebut berlangsung berdasarkan keputusan Pemerintah. Selama pemberitahuan pembubaran Koperasi belum
diterima oleh kreditor, maka pembubaran Koperasi belum berlaku baginya. Yang dimaksud dengan Kuasa Rapat Anggota dalam ayat ini adalah mereka yang
ditunjuk dan diberi kuasa serta tanggung jawab oleh Rapat Anggota untuk melaksanakan tugas yang berkaitan dengan pembubaran Koperasi.
Mengenai pembubaran koperasi oleh Pemerintah, saat ini sudah diatur di dalam Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 1994 tentang Pembubaran Koperasi oleh Pemerintah.
Menurut Pasal 3 ayat 1 Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 1994, terdapat beberapa persyaratan dilakukannya pembubaran koperasi oleh Pemerintah yang dilaksanakan oleh
Mentri, yaitu apabila: a. Koperasi tidak memenuhi ketentuan dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992
tentang Perkoperasian, dan atau tidak melaksanakan ketentuan dalam Anggaran Dasar
Koperasi yang bersangkutan; atau
b. Kegiatan Koperasi bertentangan dengan ketertiban umum dan atau kesusilaan yang dinyatakan berdasarkan keputusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan
hukum yang pasti; atau
c. Koperasi dinyatakan pailit berdasarkan keputusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang pasti; atau
d. Koperasi tidak melakukan kegiatan usahanya secara nyata selama dua tahun berturutturut
terhitung sejak tanggal pengesahan Akta Pendirian Koperasi. Keputusan pembubaran Koperasi oleh Pemerintah dikeluarkan dalam waktu paling
lambat 4 empat bulan terhitung sejak tanggal diterimanya surat pemberitahuan rencana
Universitas Sumatera Utara
pembubaran tersebut oleh Koperasi yang bersangkutan. Dalam jangka waktu paling lambat 2 dua bulan sejak tanggal penerimaan pemberitahuan, Koperasi yang bersangkutan
berhak mengajukan keberatan. Keputusan Pemerintah mengenai diterima atau ditolaknya keberatan atas rencana pembubaran diberikan paling lambat 1 satu bulan sejak tanggal
diterimanya pemyataan keberatan tersebut. Sebelum mengeluarkan keputusan Pembubaran Koperasi, Menteri menyampaikan
secara tertulis dengan surat tercatat mengenai rencana pembubaran Koperasi kepada Pengurus. Bila Pengurus Koperasi tidak diketahui alamatnya, Menteri menyampaikan surat
pemberitahuan rencana pembubaran Koperasi kepada anggota Koperasi yang masih ada. Dalam hal anggota Koperasi tidak diketahui alamatnya, Menteri mengumumkan rencana
pembubaran Koperasi dengan menempelkan surat pemberitahuan rencana pembubaran Koperasi pada papan pengumuman yang terletak pada kantor Kecamatan dan atau
Kelurahan tempat kedudukan koperasi.
Pengurus atau Anggota Koperasi dapat mengajukan pernyataan keberatan terhadap
rencana pembubaran yang didasarkan pada alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
ayat 1 Huruf a dan Huruf d Peraturan Pemerintah ini, dalam jangka waktu paling lama dua bulan terhitung sejak tanggal diterimanya surat pemberitahuan rencana pembubaran
oleh Pengurus atau anggota Koperasi, atau sejak penempelan surat pemberitahuan rencana
pembubaran pada papan pengumuman yang terletak pada kantor Kecamatan dan atau
Kelurahan tempat kedudukan koperasi.
Apabila pernyataan keberatan tersebut diajukan oleh anggota Koperasi, maka
anggota tersebut harus terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dari anggota lain untuk bertindak atas nama Koperasi dalam mengajukan pernyataan keberatan tersebut. Namun,
apabila tidak ada pernyataan keberatan yang diajukan, Menteri wajib mengeluarkan Keputusan Pembubaran Koperasi dalam jangka waktu paling lama empat bulan terhitung
sejak tanggal diterimanya surat pemberitahuan rencana pembubaran oleh pengurus atau anggota Koperasi, atau sejak penempelan surat pemberitahuan rencana pembubaran pada
papan pengumuman yang terletak pada kantor Kecamatan dan atau Kelurahan tempat
kedudukan koperasi.
Universitas Sumatera Utara
Pernyataan keberatan diajukan secara tertulis dengan surat tercatat kepada Menteri, dengan menguraikan secara jelas alasan yang menjadi dasar keberatan. Terhadap keberatan
yang diajukan, Menteri wajib memutuskan untuk menerima atau menolak keberatan dalam jangka waktu paling lama satu bulan terhitung sejak tanggal diterimanya pengajuan
keberatan. Bila keberatan diterima, Menteri wajib menyampaikan pembatalan rencana pembubaran Koperasi secara tertulis dengan surat tercatat kepada Pengurus atau anggota
Koperasi dalam jangka waktu paling lama satu bulan terhitung sejak tanggal keputusan untuk menerima keberatan ditetapkan. Bila keberatan ditolak, Menteri mengeluarkan
Keputusan Pembubaran Koperasi berikut alasan penolakan dalam jangka waktu paling lama satu bulan terhitung sejak tanggal keputusan untuk menolak keberatan ditetapkan dan
Keputusan Menteri untuk menerima atau menolak keberatan yang diajukan merupakan putusan akhir.
Apabila Menteri tidak mengeluarkan Keputusan Pembubaran Koperasi dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 ayat 3 dan atau Pasal 6 ayat 4
Peraturan Pemerintah ini, atau tidak menyampaikan surat pembatalan rencana pembubaran Koperasi dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat 3 Peraturan
Pemerintah ini, rencana pembubaran Koperasi dinyatakan batal berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
Menteri dalam menyampaikan Keputusan Pembubaran Koperasi harus secara tertulis dengan surat tercatat kepada Pengurus atau anggota Koperasi dalam jangka waktu
paling lama empat belas hari terhitung sejak tanggal dikeluarkannya Keputusan Pembubaran Koperasi. Dalam hal Pengurus atau anggota Koperasi tidak diketahui
alamatnya, Menteri mengumumkan mengenai pembubaran Koperasi dengan menempelkan Keputusan Pembubaran Koperasi pada papan pengumuman yang terletak pada kantor
Kecamatan danatau Kelurahan tempat kedudukan Koperasi dalam jangka waktu paling lama empat belas hari terhitung sejak tanggal dikeluarkannya Keputusan Pembubaran
Koperasi. Untuk kepentingan Kreditor dan anggota Koperasi, Menteri wajib segera
menyelenggarakan penyelesaian pembubaran terhadap Koperasi yang dibubarkan. Selama
Universitas Sumatera Utara
dalam proses penyelesaian, Koperasi tersebut tetap ada dengan sebutan Koperasi dalam penyelesaian.
C. BADAN USAHA MILIK NEGARA BUMN 1. Pendahuluan
Keberadaan Badan Usaha Milik Negara BUMN yang merupakan salah satu wujud nyata Pasal 33 UUD 1945 memiliki posisi strategis bagi peningkatan kesejahteraan
rakyat. Namun demikian, dalam realitanya, seberapa jauh BUMN mampu menjadi alat negara untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan bangsa ini tergantung pada tingkat
efisiensi dan kinerja dari BUMN itu sendiri. Apabila BUMN tidak mampu beroperasi dengan tingkat efisiensi yang baik, pada akhirnya akan menimbulkan beban bagi keuangan
negara dan masyarakat akan menerima pelayanan yang tidak memadai dan harus menanggung biaya yang lebih tinggi.
170
Badan Usaha Milik Negara BUMN yang seluruhsebagian besar modalnya berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan, merupakan salah satu pelaku ekonomi
dalam sistem perekonomian nasional, di samping usaha swasta dan koperasi. Dalam menjalankan kegiatan usahanya, BUMN, swasta dan koperasi melaksanakan peran saling
mendukung berdasarkan demokrasi ekonomi.
171
Dalam sistem perekonomian nasional, BUMN ikut berperan menghasilkan barang danatau jasa yang diperlukan dalam rangka mewujudkan sebesar-besarnya kemakmuran
masyarakat. Peran BUMN dirasakan semakin penting sebagai pelopor danatau perintis dalam sektor-sektor usaha yang belum diminati usaha swasta. Disamping itu, BUMN juga
mempunyai peran strategis sebagai pelaksana pelayanan pengembangan usaha kecilkoperasi. BUMN juga merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang
dignifikan dalam bentuk berbagai jenis pajak, dividen dan hasil privatisasi. Pelaksanaan peran BUMN tersebut diwujudkan dalam kegiatan usaha pada hampir seluruh sektor
perekonomian, seperti sektor pertanian, perikanan, perkebunan, kehutanan, manufaktur,
170
Baca Penjelasan Umum Undang-Undang No.19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara
171
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
pertambangan, keuangan, pos dan telekomunikasi, transportasi, listrik, industri dan perdagangan, serta konstruksi.
172
Walaupun saat ini kinerja BUMN secara umum telah menunjukkan adanya peningkatan, namun pencapaian tersebut masih jauh dari hasil yang diharapkan. Dengan
kinerja demikian, masih ada potensi BUMN untuk membebani fiskal yang dapat mempengaruhi upaya mempertahankan kesinambungan fiskal. Kinerja BUMN mempunyai
pengaruh di sisi pendapatan dan di sisi pengeluaran negara. Disisi pendapatan, BUMN menyumbang pada penerimaan negara baik penerimaan pajak maupun bukan pajak.
Sedangkan disisi pengeluaran, jika BUMN memiliki kinerja yang rendah, pada akhirnya mengakibatkan beban terhadap pengeluaran negara. Pelaksanaan konsolidasi dan
revitalisasi bisnis BUMN 2002-2004 memang telah mampu meningkatkan kinerja BUMN. Hal ini dapat dilihat pada realisasi penjualan tahun 2000-2003 yang meningkat
rata-rata sebesar 17,8 persen per tahun. Sementara itu laba bersih BUMN antara tahun 2000-2003 juga mencapai peningkatan rata-rata yang cukup tinggi, yaitu 26,7 persen per
tahun. Kalau pada tahun 2000 baru mencapai sebesar Rp 14 triliun, tahun 2001 meningkat sebesar 35,7 persen, dan tahun 2002 meningkat lagi sebesar 36,8 persen. Tahun 2003 laba
bersih BUMN tersebut telah mencapai sebesar Rp 28 triliun atau meningkat dua kali lipat dibandingkan laba bersih tahun 2000. Di sisi lain, meskipun jumlah BUMN yang sehat
pada tahun 2003 turun menjadi 97 perusahaan dibanding tahun sebelumnya 102 perusahaan, akan tetapi dari sisi jumlah pajak PPh dan PPn yang disetorkan kepada
negara terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2001, jumlah pajak yang disetor sebesar Rp 8,7 triliun, tahun 2002 sebesar Rp 16,4 triliun atau naik 88,5 persen dan tahun 2003
meningkat lagi sebesar Rp22,1 triliun atau naik 34,8 persen dari tahun sebelumnya dan pada tahun 2004 BUMN diharapkan akan mampu memberikan kontribusi kepada negara
sebesar Rp 27 triliun yang berasal dari dividen Rp 6 triliun, pajak sebesar Rp 16 triliun dan privatisasi sebesar Rp 5 triliun.
173
172
Ibid.
173
http:air.bappenas.go.iddocpdfpembangunan_jangka_menengahBab201920Peningkatan 20Pengelolaan20BUMN.pdf
Universitas Sumatera Utara
Hingga akhir tahun 2004, jumlah Badan Usaha Milik Negara BUMN yang dimiliki Pemerintah tercatat sebanyak 158 BUMN. Dari keseluruhan BUMN tersebut sebanyak 127
BUMN mampu mencetak laba, jumlah ini jauh meningkat dari 103 BUMN di tahun 2003. Total keseluruhan laba yang dihasilkan adalah sebesar Rp29,43 triliun atau meningkat 15
persen dibanding tahun sebelumnya. Perkembangan yang positif ini juga didukung dengan semakin menurunnya kerugian yang dialami BUMN secara keseluruhan. Untuk tahun 2004
total kerugian tersebut turun sekitar 26 persen dibanding tahun 2003. Penurunan yang sama juga terjadi di sisi kewajiban BUMN yaitu turun sebesar 8,6 persen. Dalam kurun waktu
tersebut, telah dilaksanakan restrukturisasi BUMN sesuai dengan Master Plan BUMN Tahun 2002–2006.
174
Akhir tahun 2005, jumlah BUMN yang dimiliki Pemerintah tercatat masih sebanyak 158 BUMN. Dari keseluruhan BUMN tersebut sebanyak 128 BUMN mampu mencetak laba,
jumlah ini meningkat dari tahun sebelumnya. Sedangkan sisanya masih mengalami kerugian. Itu sebabnya realisasi penerimaan negara dari BUMN mencapai Rp. 12,3 trilliun hanya dari
pembagian keuntungan BUMN yang mencetak laba tersebut.
175
Pada tahun 2006, jumlah perusahaan yang untung dan mampu menyumbangkan dividen bagi negara mencapai 90 BUMN, sedangkan jumlah BUMN yang rugi menurun
menjadi 20 pada tahun 2006. Hingga tahun 2007 terdapat 139 BUMN yang tersisa yang bila dirinci menurut bentuk usahanya adalah 13 berbentuk perusahaan umum Perum, ll4
berbentuk Persero, 12 berbentuk Perseroan Terbuka Tbk. Di samping itu, negara juga masih memiliki saham minoritas di 21 perusahaan.
176
Pengelolaan BUMN dari tahun ke tahun terus membaik tercermin dari kinerja keuangan yang meningkat. Pada tahun 2008 laba bersih 141 BUMN mencapai Rp 75,5
triliun, meningkat dari tahun 2004 sebesar Rp 38,6 triliun. Pada saat bersamaan total pendapatan mencapai Rp 1.090 triliun, melonjak dari tahun 2004 sebesar Rp 520 triliun.
177
174
www.bappenas.go.idget-file-servernode5527
175
http:air.bappenas.go.iddocpdfrencana_kerja_pemerintahBab202020Narasi.pdf
176
www.bappenas.go.idget-file-servernode5653
177
Pemerintah Berniat Revisi UU BUMN , Inilah.com, 17 Juni 2009, dalam
http:www.inilah.comberitaekonomi20090617116878pemerintah-berniat-revisi-uu-bumn
Universitas Sumatera Utara
Mengoptimalkan peran BUMN dan mampu mempertahankan keberadaannya dalam perkembangan ekonomi dunia yang semakin terbuka dan kompetitif, maka BUMN perlu
menumbuhkan budaya korporasi dan profesionalisme antara lain melalui pembenahan pengurusan dan pengawasannya. Pengurusan dan pengawasan BUMN harus dilakukan
berdasarkan prinsip-prinsip tatakelola perusahaan yang baik good corporate governance. Peningkatan efisiensi dan produktivitas BUMN harus dilakukan melalui langkah-langkah
restrukturisasi dan privatisasi. Restrukturisasi sektoral dilakukan untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif sehingga tercapai efisiensi dan pelayanan yang optimal. Sedangkan
restrukturisasi perusahaan yang meliputi penataan kembali bentuk badan usaha, kegiatan usaha, organisasi, manajemen, dan keuangan. Privatisasi bukan semata-mata dimaknai
sebagai penjualan perusahaan, melainkan menjadi alat dan cara pembenahan BUMN untuk mencapai beberapa sasaran sekaligus, termasuk didalamnya adalah peningkatan kinerja
dan nilai tambah perusahaan, perbaikan struktur keuangan dan manajemen, penciptaan struktur industri yang sehat dan kompetitif, pemberdayaan BUMN yang mampu bersaing
dan berorientasi global, penyebaran kepemilikan oleh publik serta pengembangan pasar modal domestik. Dengan dilakukannya privatisasi BUMN, bukan berarti kendali atau
kedaulatan negara atas BUMN yang bersangkutan menjadi berkurang atau hilang karena sebagaimana dinyatakan di atas, negara tetap menjalankan fungsi penguasaan melalui
regulasi sektoral dimana BUMN yang diprivatisasi melaksanakan kegiatan usahanya. Pentingnya penataan yang berkelanjutan atas pelaksanaan peran BUMN dalam
sistem perekonomian nasional, terutama upaya peningkatan kinerja dan nilai value perusahaan, telah diamanatkan pula oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat MPR melalui
Ketetapan Nomor IVMPR1999 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara Tahun 1999- 2004. Tap MPR tersebut menggariskan bahwa BUMN, terutama yang usahanya berkaitan
dengan kepentingan umum, perlu terus ditata dan disehatkan melalui restrukturisasi dan bagi BUMN yang usahanya tidak berkaitan dengan kepentingan umum dan berada dalam
sektor yang telah kompetitif didorong untuk privatisasi. Penataan sistem pengelolaan dan pengawasan BUMN telah dilakukan Pemerintah
pada waktu yang lalu dan kiranya akan terus berlanjut. Salah satu langkah yang telah
Universitas Sumatera Utara
dilakukan adalah dengan penataan terhadap peraturan perundang-undangan yang mengatur BUMN. Pada tahun 1960, telah dikeluarkan Undang-undang Nomor 19 Prp. Tahun 1960
dengan tujuan mengusahakan adanya keseragaman dalam cara mengurus dan menguasai serta bentuk hukum dari badan usaha negara yang ada. Pada tahun 1969, ditetapkan
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1969. Dalam Undang-undang tersebut, BUMN
disederhanakan bentuknya menjadi tiga bentuk usaha negara yaitu Perusahaan Jawatan Perjan yang sepenuhnya tunduk pada ketentuan Indonesiasche Bedrijvenwet Stbl. 1927 :
419, Perusahaan Umum Perum yang sepenuhnya tunduk pada ketentuan Undang- undang Nomor 19 Prp. Tahun 1960 dan Perusahaan Perseroan Persero yang sepenuhnya
tunduk pada ketentuan Kitab Undang-undang Hukum Dagang Stbl. 1847 : 23 khususnya pasal-pasal yang mengatur perseroan terbatas yang saat ini telah diganti dengan Undang-
undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. Sejalan dengan amanat Undang-undang Nomor 9 Tahun 1969, Pemerintah membuat pedoman pembinaan BUMN
yang mengatur secara rinci hal-hal yang berkaitan dengan mekanisme pembinaan, pengelolaan dan pengawasan yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun
1983, Kemudian diperbaharui dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1998 tentang Perusahaan Perseroan PERSERO, Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1998 tentang
Perusahaan Umum PERUM dan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2000 tentang Perusahaan Jawatan PERJAN. Berbagai Peraturan Pemerintah tersebut memberikan
arahan yang lebih pasti mengenai sistem yang dipakai dalam upaya peningkatan kinerja BUMN, yaitu berupa pemberlakuan mekanisme korporasi secara jelas dan tegas dalam
pengelolaan BUMN. Namun, berbagai peraturan perundang-undangan yang ada tersebut masih belum memberi landasan hukum yang kuat di dalam pengembangan badan usaha
negara sejalan dengan perkembangan dunia korporasi seperti halnya upaya-upaya privatisasi dan pelaksanaan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik.
Berdasarkan kenyataan tersebut diatas, dan memperhatikan amanat ketetapan MPR Nomor IVMPR1999, maka dipandang perlu untuk menetapkan suatu Undang-undang
baru yang mengatur BUMN secara lebih komprehensif dan sesuai dengan perkembangan dunia usaha.
Universitas Sumatera Utara
Undang-undang tersebut dimaksudkan untuk memenuhi visi pengembangan BUMN di masa yang akan datang dan meletakkan dasar-dasar atau prinsip-prinsip tata
kelola perusahaan yang baik good corporate governance. Penerapan prinsip-prinsip tersebut sangat penting dalam melakukan pengelolaan dan pengawasan BUMN.
Pengalaman membuktikan bahwa keterpurukan ekonomi di berbagai negara termasuk Indonesia, antara lain disebabkan perusahaan-perusahaan di negara tersebut tidak
menerapkan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik good corporate
governance secara konsisten. Undang-undang BUMN dirancang untuk menciptakan sistem pengelolaan dan
pengawasan berlandaskan pada prinsip efisiensi dan produktivitas guna meningkatkan kinerja dan nilai value BUMN, serta menghindarkan BUMN dari tindakan-tindakan
pengeksloitasian di luar asas tata kelola perusahaan yang baik good corporate governance. Undang-undang ini juga dirancang untuk menata dan mempertegas peran
lembaga dan posisi wakil pemerintah sebagai pemegang sahampemilik modal BUMN, serta mempertegas dan memperjelas hubungan BUMN selaku operator usaha dengan
lembaga pemerintah sebagai regulator. Disamping itu, undang-undang ini mengatur
pula ketentuan mengenai restrukturisasi dan privatisasi sebagai alat dan cara pembenahan BUMN untuk mencapai
cita-citanya serta hal-hal penting lainnya yang mendukung dan dapat menjadi landasan bagi upaya-upaya penyehatan BUMN.
Khusus mengenai program privatisasi, Undang-undang ini mengatur pula ketentuan mengenai restrukturisasi dan privatisasi sebagai alat dan cara pembenahan BUMN untuk
mencapai cita-citanya serta hal-hal penting lainnya yang mendukung dan dapat menjadi landasan bagi upaya-upaya penyehatan BUMN.
Khusus mengenai privatisasi, undang-undang ini menegaskan bahwa privatisasi hanya dapat dilakukan terhadap BUMN yang berbentuk Persero sepanjang dimungkinkan
berdasarkan peraturan perundang-undangan di sektor kegiatan yang dilakukan Persero tersebut. BUMN Persero dapat diprivatisasi karena selain dimungkinkan oleh ketentuan di
bidang pasar modal juga karena pada umumnya hanya BUMN Persero yang telah
Universitas Sumatera Utara
bergerak dalam sektor-sektor yang kompetitif, Privatisasi senantiasa memperhatikan manfaat bagi rakyat.
Memperhatikan sifat usaha BUMN, yaitu untuk memupuk keuntungan dan melaksanakan kemanfaatan umum, dalam Undang-undang ini BUMN disederhanakan
menjadi dua bentuk yaitu Perusahaan Perseroan Persero yang bertujuan memupuk keuntungan dan sepenuhnya tunduk pada ketentuan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995
tentang Perseroan Terbatas serta Perusahaan Umum Perum yang dibentuk oleh pemerintah untuk melaksanakan usaha sebagai implementasi kewajiban pemerintah guna
menyediakan barang dan jasa tertentu untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Untuk bentuk usaha Perum, walaupun keberadaannya untuk melaksanakan kemanfaatan umum,
namum demikian sebagai badan usaha diupayakan untuk tetap mandiri dan untuk itu Perum harus diupayakan juga untuk mendapat laba agar bisa hidup berkelanjutan.
Masih banyak kendala serta permasalahan yang terdapat dalam pengelolaan BUMN dan upaya peningkatan kinerjanya. Permasalahan tersebut antara lain disebabkan masih
lemahnya koordinasi kebijakan antara langkah perbaikan internal perusahaan dengan kebijakan industrial dan pasar tempat BUMN tersebut beroperasi, belum terpisahkannya
fungsi komersial dan pelayanan masyarakat pada sebagian besar BUMN dan belum terimplementasikannya prinsip-prinsip Good Corporate Governance secara utuh di seluruh
BUMN. Di samping itu, belum optimalnya kesatuan pandangan dalam kebijakan privatisasi di antara stakeholder yang ada berpotensi memberikan dampak negatif dalam
pelaksanaan dan pencapaian tujuan kebijakan ini. Ke depan, tantangan yang dihadapi adalah memberikan sumbangan yang makin besar pada keuangan negara. Di samping itu
masyarakat yang semakin membutuhkan pelayanan yang baik serta iklim persaingan dunia usaha yang semakin ketat menuntut terciptanya BUMN yang sehat, efisien serta berdaya
saing tinggi, baik dalam maupun luar negeri.
178
178
http:air.bappenas.go.iddocpdfpembangunan_jangka_menengahBab201920Peningkatan 20Pengelolaan20BUMN.pdf
Universitas Sumatera Utara
Selama ini ada beberapa ketentuan hukum yang menjadi dasar pengaturan BUMN di Indonesia, yaitu:
1 Pasal 5 ayat 1, Pasal 20, Pasal 23 ayat 4, dan Pasal 33 Undang-undang dasar Tahun 1945;
2 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor IVMPR1999 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara Tahun 1999-2004;
3 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3587; 4 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4286;
5 Indonesische Bedrijvenwet Staatsblad Tahun 1927 Nomor 419 sebagaimana telah beberapa kali diubah dan ditambah terakhir dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun
1955 Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1955 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 850;
6 Undang-undang Nomor 19 Prp Tahun 1960 tentang Perusahaan Negara Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 1989; 7 Undang-undang Nomor 9 Tahun 1969 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1969 Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1969 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2890 tentang
Bentuk-Bentuk Usaha Negara menjadi Undang-Undang Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1969 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2904;
8 Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1983, tentang Pembinaan, Pengelolaan, dan Pengawasan Badan Usaha Milik Negara
9 Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1998 tentang Perusahaan Perseroan PERSERO,
10 Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1998 tentang Perusahaan Umum PERUM 11 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2000 tentang Perusahaan Jawatan PERJAN.
Namun dengan berlakunya Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara sejak tanggal 19 Juni 2003, maka:
1 Indonesische Bedrijvenwet Staatsblad Tahun 1927 Nomor 419 sebagaimana telah beberapa kali diubah dan ditambah terakhir dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun
1955 Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1955 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 850;
2 Undang-undang Nomor 19 Prp Tahun 1960 tentang Perusahaan Negara Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 1989; 3 Undang-undang Nomor 9 Tahun 1969 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1969 Lembaran Negara Republik
Universitas Sumatera Utara
Indonesia Tahun 1969 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2890 tentang Bentuk-Bentuk Usaha Negara menjadi Undang-Undang Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1969 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2904;
2. Sejarah Singkat BUMN
Dalam konteks pengelolaan BUMN beberapa kebijakan publik yang dilakukan oleh pemerintah dapat dirunut berdasarkan kajian legalitas dan kajian historis pengelolaan
BUMN dari satu pemerintahan ke pemerintahan lainnya. Perkembangan masalah publik dari waktu-ke waktu yang dihadapi oleh pemerintah sebagai salah satu aktor kebijakan
harus disikapi secara positif dengan mengeluarkan kebijakan yang konstruktif sehingga mampu memberikan kemanfaatan publik yang optimal implikasi positif bagi kehidupan
masyarakat sesuai dengan amanah Undang-undang Dasar 1945 dan seperangkat aturan pelaksanaanya. Artinya bahwa kesejahteraan dan kemakmuran rakyatlah yang menjadi titik
tekan paket kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah. Beberapa contoh kebijakan pengelolaan BUMN yang akan dijelaskan dibawah ini merupakan sebagian implementasi
kebijakan publik seperti: 1 kebijakan nasionalisasi perusahaan-perusahaan peninggalan Belanda; 2 kebijakan sektor perbankan; 3 kebijakan restukturisasi usaha; dan 4
kebijakan privatisasi BUMN.
179
Beberapa kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah untuk mendorong perekonomian nasional adalah dengan mendirikan perusahaan negara dalam bidang
infrastruktur yang bersifat monopoli alamiah natural monopolies dengan melakukan nasionalisasi Anspach, 1969. Pemerintah menasionalisasi beberapa perusahaan Belanda
dalam bidang infrastruktur vital seperti KLM dinasionalisasi menjadi Garuda Indonesia Airways, Batavie Verkeers Mij dan Deli Spoorweg Mij dinasionalisasi menjadi Djawatan
Kereta Api DKA untuk sektor transportasi dan Post, Telegraph en Telephone DienstPTT dinasionalisasi menjadi Jawatan Pos, Telegraph dan Telepon yang pada tahun 1961
dirubah menjadi Perusahaan Negara Pos Giro dan Telekomunikasi. Pada tahun 1965 PN Postel dipecah menjadi Perusahaan Negara Pos dan Giro PN Pos Giro, dan Perusahaan
179
Roziq M. Kaelani, Landasan Hukum dan Sejarah BUMN di Indonesia, dalam http:ketawanggede.tripod.comedisi1.pdf atau dalam http:www.blogster.comketawanggedelandasan-
hukum-dan-sejarah
Universitas Sumatera Utara
Negara Telekomunikasi PN Telekomunikasi. Tahun 1974 PN Telekomunikasi disesuaikan menjadi Perusahaan Umum Telekomunikasi Perumtel yang
menyelenggarakan jasa telekomunikasinasional maupun internasional. Untuk menjaga kesinambungan keberadaan infrastruktur seperti jalan dan jembatan, pemerintah merubah
Departement der Burgelijke Openbare Werken menjadi Departemen Pekerjaan Umum. Banyaknya pergolakan politik dan pemberontakan instabilitas politik menyebabkan
pemerintah tidak dapat berbuat banyak untuk memperbaiki prasarana publik Feith, 1962. Upaya perlindungan terhadap pengusaha pribumi juga mengalami kegagalan. Lisensi
impor yang diberikan kepada pengusaha pribumi jatuh ke tangan pengusaha Tionghoa dan Keturunan Arab. Kurangnya jiwa wira usaha entrepreneurship dari pengusaha pribumi
mengakibatkan Program Benteng yang ditujukan untuk mendorong dan menumbuhkan perekonomian tidak tercapai Anspach, 1969.
180
Demikian halnya dengan kebijakan pemerintah untuk mendirikan perusahaan negara tidaklah efektif. Pada awal tahun 1950-an, pendirian negara dibatasi pada beberapa
sektor vital sesuai pendapat Hatta, pada tahun 1958 pemerintah melakukan nasionalisasi hampir semua sektor sesuai dengan pendapat Soekarno. Kekalahan partai Masyumi dan
dan Partai Katolik yang mendukung pendapat Hatta di parlemen terkait dengan Undang- undang Nasionalisasi berimplikasi pada nasionalisasi secara besar-besaran yang dilakukan
oleh pemerintah terhadap peusahaan Belanda Anspach, 1969. Nasionalisasi secara besar- besaran ini dapat dipandang sebagai by accident dan bukan by design Sukarman, 2003.
Padahal, sebagian besar perusahaan Belanda yang dinasionalisasi sudah mengalihkan assetnya ke Belanda pemerintah banyak menasionalisasi perusahaan-perusahaan boneka
yang secara ekonomis sebenarnya tidak memberikan kontribusi positif bagi perekonomian bahkan dikemudian hari menjadi beban pemerintah, tindakan yangdilakukan oleh
pemerintah banyak merugikan negara membengkaknya anggaran pembangunan dn belanja negara, karena asset BUMN diperoleh dari penyisihan kekayaan negara dari
180
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
APBN. Kondisi ini diperparah pada saat Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan menganut Demokrasi Terpimpin3.
181
Pada masa Demokrasi Terpimpin Pemerintah menasionalisasi kurang lebih 600 perusahaan dimana setengahnya adalah perusahaan perkebunan, lebih dari seratus
perusahaan dalam bidang pertambangan dan sisanya sektor perdagangan, perbankan, asuransi, komunikasi dan konstruksi. Setelah dilakukan restrukturisasi pada akhir masa
Demokrasi terpimpin, jumlah perusahaan yang dikuasai oleh negara menjadi 233 perusahaan Mardjana, 1999. Dalam pengelolaan perusahaan negara ini Presiden
Soekarno melibatkan kalangan militer sehingga muncul istilah entrepreneurial military officer, oleh sebagian pengamat langkah ini dipandang sebagai salah satu strategi untuk
menjaga stabilitas dan loyalitas militer Muhaimin, 1989.
182
Beban pemerintah yang terlalu besar untuk menjalankan perusahaan negara, krisis pangan pada tahun 1961 sebagai akibat gagal panen dan tidak tercapainya kuota impor
beras, dan pencetakan uang secara besar-besaran mendorong munculnya hiperinflasi. Pada tahun 1961 inflasi mencapai angka 95 persen dan pada tahun 1965 inflasi mencapai 605
persen4. Untuk mengatasi hiperinflasi pemerintah melakukan kebijakan pemotongan nilai uang melalui Penetapan Presiden No. 271965 tanggal 13 Desember 1965, dimana nilai
mata uang Rupiah turun dari Rp 1000,- menjadi Rp 1,-. Kebijakan ini jelas merugikan masyarakat secara luas Sukarman, 2003. Kondisi ini terus memburuk sampai dengan
lahirnya pemerintah Orde Baru. Paradigma pembangunan Orde Baru sebagian besar merupakan antitesis dari Orde Lama. Perbedaan yang nyata adalah bahwa Soeharto
menerapkan azas pragmatisme dalam ekonomi yang dijalankan oleh para profesional dengan memperoleh dukungan dari kelompok militer. Glasburner 1971 menyatakan
bahwa: “In the New Order’s economic policy, this effort has been characterized by pragmatism, reliance on professional expertise and gradualism”. Dalam konteks
pengelolaan perusahaan negara, dalam batas tertentu antara Orde Lama dan Orde Baru
181
Ibid.
182
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
memiliki banyak kesamaan, yakni menempatkan perusahaan negara sebagai tulang punggung perekonomian.
183
Pragmatisme didefinisikan sebagai tindakan politik yang menitikbertkan pada azas kemanfaatan tanpa terpengaruh oleh ideologi tertentu. Pragmatisme ekonomi ditunjukkan
dengan penerapan kebijakan makro ekonomi khas barat neo-liberal yang menjadi rujukan strategi pembangunan. Kebijakan ini dipadu dengan keterbukaan pemerintah terhadap arus
modal asing dari negara-negara barat Sadli, 1997. Kebijakan pemerintah untuk memuka diri bagi sektor swasta untuk berperan dalam perekonomian nasional dan mengurangi
peran perusahaan negara juga dipandang sebagai wujud pragmatisme Austin, 2001.
184
Pandangan pragmatisme perekonomian dipelopori oleh ekonom-ekonom lulusan Universitas California – Berkley atau yang lebih dikenal sebagai Mafia Berkley atau
teknokrat yag menjalankan kebijakan ekonomi liberal Glasburner, 1971. Pada tanggal 12 April 1966, Presiden Soeharto dengan didampingi oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX
mengumumkan halauan ekonomi terbuka yang akan diterapkan oleh pemerintah Panglaykim, 1968. Secara politis, hal ini ditujukan untuk memperoleh kesan positif,
bahwa pemerintah Orde Baru berbeda dengan pemerintah Orde Lama yang cenderung sosialis. Hal ini ditujukan untuk memperoleh simpati Negara negara Eropa dan Amerika6.
Kajian dalam bidang ekonomi dengan diketuai oleh Widjoyo Nitisastro mengeluarkan program stabilisasi dan rehabilitasi. Program ini secara resmi diumumkan oleh Soeharto
yang mencakup: 1 penerapan anggaran yang berimbang; 2 neraca pembayaran yang berimbang; 3 rehabilitasi prasarana fisik; dan 4 produksi makanan dan pembangunan
pertanian Salim, 1996.
185
Untuk mendatangkan modal asing, pemerintah mengirim delegasi yang dipimpin oleh Hamengkubuwono IX untuk menghadiri Konferensi Tokyo yang juga dihadiri oleh
beberapa Negara Barat seperti Jerman, Inggris, Belanda, Uustralia dan Jepang serta IMF. Pada misi ini mulai ada kesepahaman dengan negara donor untuk membantu Indonesia.
Pada Februari 1967, World Bank dan IMF menerima Indonsia sebagai anggotanya
183
Ibid.
184
Ibid.
185
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Mas’oed, 1989. Sebagai konsekuensinya, pemerintah harus menyetujui komitmen untuk menerapkan ekonomi liberal Robinson, 1986. Sebagai pelaksana dan kordinator negara
donor maka pada tanggal 23-24 Februari 1967 berdirilah Inter Governmental Group for Indonesia – IGGI yang diketuai oleh Belanda dengan anggota 16 Negara dan 5 organisasi
internasional. Pada tahun 1967 dan 1968, IGGI telah menyalurkan dana sebesar US167,3 juta dan US 361,2 juta yang sebagian besar digunakan untuk menutup defisit anggaran
pemerintah Posthumus, 1968.
186
Hasil Pemilu tahun 1971 yang dimenangkan oleh Golongan Karya Golkar semakin memantapkan kelompok teknokrat7 pada pos-pos penting dalam Kabinet
Pembangunan I. Kelompok teknokrat yang sebagian besar bermazhab ekonomi liberal dalam menetapkan kebijakan ekonomi lebih mengedepankan tercapainya pertumbuhan
ekonomi yang tinggi, dengan melakukan stabilisasi harga laju inflasi yang rendah. Dalam kondisi tabungan masyarakat yang rendah, salah satu langkah yang ditempuh oleh
pemerintah adalah dengan membuka diri terhadap masuknya modal asing untuk membiayai pembangunan. Untuk itu pemerintah mengeluarkan Undang-undang
Penanaman Modal Asing UU PMA dan Undang-undang Penanaman Modal Dalam Negeri UU PMDN. Dalam prakteknya pemerintah Orde Baru tidak melakukan kontrol
atas arus masuk dan keluarnya modal asing dalam perekonomian nasional8. Dalam bidang moneter, pemerintah melalui Bappenas melakukan kordinasi dengan Bank
Indonesia untuk menetapkan sasaran makro ekonomi dalam rangka menjaga stabilitas harga pengendalian laju inflasi. Kebijakan fiskal dilakukan dengan melakukan koordinasi
dengan Departemen Keuangan dengan menutup Defisit Anggaran melalui pinjaman luar negeri melalui IGGI. Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, pemeintah mendorong
peran swasta nasional dan asing untuk terlibat dalam proses pembangunan melalui serangkaian kebijakan penanaman modal yang menarik bagi swasta. Beberapa paket
kemudahan untuk melakukan usaha bahkan pemberian hak khusus seperti monopoli dan proteksi bagi pihak swasta. Kondisi kemudian menyuburkan beberapa konglomerat9 yang
memiliki kedekatan dengan pusat kekuasaan. Dalam konteks pengelolaan BUMN, pada
186
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
awal orde baru, pemerintah menerapkan prinsip-prinsip pengelolaan BUMN yang terdiri dari: dekonsentrasi, debirokrasi, dan desentralisasi. Hal ii ditujukan untuk membuka
kesempatan bagi pihak swasta untuk terlibat dalam proses pembangunan. Upaya perbaikan kinerja BUMN dilakukan melalui ditetapkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
undang Nomor 9 Tahun 1969 tentang Bentuk Badan Usaha Negara, di mana BUMN dipisahkan berdasarkan fungsi dan peran sosial ekonomisnya yakni Perusahaan Jawatan,
Perusahaan Umum dan Perusahaan Perseroan Terbatas Hadianto dalam Subiantoro dan Riphat, 2004. Dalam perkembangan selanjutnya, BUMN di Indonesia mengalami
beberapa perubahan, disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat dan kebijakan pemerintah. BUMN sebagai salah satu tulang punggung perekonomian asset produktif yang dimiliki
oleh pemerintah diharapkan mampu memberikan kontribusi positif bagi pemerintah dalam bentuk dividen dan pajak. Pemerintah sangat berkepentingan atas kesehatan BUMN, akan
tetapi kenyataannya banyak BUMN yang mengalami kerugian karena pengelolaan yang tidak profesional dan tidak transparan. Dalam perjalanannya BUMN di Indonesia pada
masa Orde Baru mengalami tumbuh kembang dengan melakukan beberapa perubahan dan penambahan dengan melakukan pengelompokan berdasarkan kelompok industri.
Perubahan bentuk perusahaan menjadi perusahaan persero mengalami peningkatan yang pesat, dimana pada masa Kabinet Ampera pemerintah hanya memiliki 1 perusahaan
persero, pada masa Orde Baru berkembang menjadi sekitar 71 perusahaan persero10. Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan melakukan stabilitas harga dan laju inflasi
pemerintah memberikan proteksi dan hak monopoli kepada BUMN serta memberikan subsidi yang cukup besar bagi BUMN yang merugi. Kondisi ini menciptakan
ketergantungan BUMN kepada pemerintah, sehingga sebagian besar justru menjadi beban bagi pemerintah. Ketergantungan BUMN terhadap pemerintah tidak menciptakan struktur
kemandirian BUMN untuk berkompetisi dengan perusahaan swasta, dan seringkali BUMN memproduksi barang dan jasa dengan biaya yang relatif tinggi. Kinerja, kualitas, dan
produkivitas karyawan BUMN relatif rendah, jika dibandingkan dengan karyawan perusahaan swasta. Tingginya biaya produksi mempengaruhi tingkat harga produk yang
ditawarkan kepada konsumen. Dalam kasus tertentu pemerintah memberikan subsidi yang terlalu besar bagi BUMN, sehingga secara internal upaya untuk menciptakan efisiensi
Universitas Sumatera Utara
dalam tubuh BUMN menjadi makin sulit. Ketidakjelasan peran yang diambil oleh pemerintah dalampengelolaan BUMN tidak mampu mendorong efisiensi dalam BUMN
yang bersangkutan. High cost economy dalam BUMN yang diantaranya ditunjukkan oleh tingginya biaya tenaga kerja, merupakan salah satu gambaran betapa BUMN belum dapat
beroperasi secara efisien.
187
Penerbitan Undang-Undang
tentang BUMN dimaksudkan untuk menciptakan
landasan hukum yang kuat dan jelas bagi pemangku kepentingan stake holders. Melalui Undang-Undang tersebut, diharapkan dapat dirumuskan arah, sasaran, program, dan
kebijakan Pemerintah terhadap BUMN secara jelas, sehingga dapat menjadi pedoman bagi semua pihak yang terkait. Undang-Undang tentang BUMN merupakan kebutuhan mutlak,
karena landasan hukum tentang BUMN yang ada sebelumnya belum sempurna.
188
3. Pengertian