Faktor ekonomi keluarga sebagai penghambat anak usia sekolah menengah
115 Dukungan lingkungan internal ini hanya berakhir berupa asa karena
kembali terkendala permasalahan ekonomi. Lingkungan eksternal berupa keberadaan industri dan teman
sepermainan peer group. Kabupaten Purbalingga terkenal dengan industri rambut dan bulu mata palsunya dan berdasarkan penelitian
lembaga penelitian, Pengembangan Sumber Daya dan Lingkungan Hidup LPPSLH, sejumlah perusahaan itu menyumbang 56,1 total
investasi industri secara nasional Suara Merdeka, 2582014. Keberadaan
industri jelas
memberi kontribusi
positif bagi
pertumbuhan ekonomi daerah. Dengan industri padat karya, tenaga kerja yang terserap cukup besar. Disisi lain industri padat karya ini
justru menjadi bumerang bagi dunia pendidikan. Pesatnya plasma industri rambut dan bulu mata palsu hingga kepelosok desa terpencil,
mempengaruhi minat anak untuk melanjutkan sekolah anak-anak lulusan pendidikan dasar. Untuk menjadi salah satu buruhnya tidak
memerlukan banyak syarat cukup memberikan foto copy KTP Kartu Tanda Penduduk atau bagi yang belum memiliki karena belum cukup
umur hanya perlu memberikan komitmen untuk rajin bekerja. Mereka bisa mendapakan upah sesuai UMR dengan memenuhi target harian
yang telah ditentukan. Selanjutnya anak-anak lulusan SMPMTs yang terserap
menjadi tenaga kerja dari industri rambut dan bulu mata palsu menjadi pengaruh berikutnya. Banyak anak-anak disekitar lingkungannya yang
116 tidak sekolahmelanjutkan sekolah menengah apalagi kalau mereka
adalah teman sepermainan peer group. Kondisi lingkungan eksternal yang seperti ini kurang mendukung terhadap pendidikan dan tentunya
sangat berpengaruh terhadap keputusan anak untuk melanjutkan atau tidak.
d. Faktor geografi sebagai penghambat anak usia sekolah menengah 16-18 tahun tidak melanjutkan pendidikan SMASMKsederajat.
Berada di ketinggian 40 m diatas permukaan laut dengan permukaan tanah yang cukup rata tidak berbukit-bukit merupakan sebuah
keuntungan apabila dimanfaatkan dengan baik guna memperlancar anak dalam memperoleh akses pendidikan. Faktor geografis jarak
tempuh dari rumah ke lokasi sekolah merupakan salah satu alasan yang menjadi penghambat anak tidak melanjutkan sekolah setelah lulus
SMPMTs. Jarak sekolah biasanya mempengaruhi dalam memilih sekolah karena apabila dalam pandangan jarak yang jauh biasanya sulit
untuk sampai atau lama. Pada kenyataannya kondisi geografis yang menguntungkan ini
kurang maksimal dengan ketersedian angkudes yang makin berkurang dalam menjangkau keseluruh desa di Kecamatan Kemangkon. Dari
hasil wawancara dengan Bapak RWI selaku Kepala UPTD Dinas Pendidikan Kecamatan kemangkon diperoleh informasi bahwa untuk
beberapa desa diantaranya Desa Kedungbenda dan Desa Kalialang yang berjarak 8,5 km dan 12,5 km dari kota kecamatan mengalami
117 kesulitan dalam mengakses pendidikan. Jarak yang jauh ini tidak
menguntungkan bagi anak-anak yang tinggal jauh dari lokasi sekolah, karena untuk menempuh perjalanan yang jauh mereka harus bangun
pagi-pagi sekali. Hal yang terjadi saat mereka bangun pagi-pagi dan sudah harus menempuh jarak yang jauh sehingga menguras banyak
energi adalah mengantuk. Padahal di sekolah nanti mereka harus menerima banyak pelajaran yang membutuhkan konsentrasi. Setelah
jam sekolah selesai mereka masih harus menempuh jarak yang sama, untuk sekian jam mereka sudah harus kehilangan banyak energi hingga
merasa kelelahan. Kondisi seperti ini yang pada akhirnya berpengaruh besar pada keputusan anak untuk berangkat sekolah hingga pada
keputusan untuk melanjutkan sekolah atau tidak. Butuh adanya kerjasama antara pihak terkait untuk
menyelesaikan permalsahan tranportasi umum berupa angkudes. Perlu adanya jam-jam khusus dimana angkudes harus beroperasi hingga ke
seluruh desa di Kecamatan Kemangkon. Mereka wajib beroperasi hingga ke desa terjauh pada saat jam berangkat sekolah dan jam
pulang sekolah.
3. Faktor Pendukung Anak Usia Sekolah Menengah 16 – 18 Tahun Untuk Melanjutkan Pendidikan SMASMKSederajat