BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan sebuah negara yang sedang berkembang dan memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup baik. Berangkat dari
sebuah permasalahan dimana Indonesia, memiliki penduduk yang sangat banyak yaitu sekitar 237.641.326 jiwa maka pemerintah Indonesia memiliki
kecemasan yang sangat tinggi dalam hal memakmurkan kehidupan perekonomian masyarakat Indonesia. Dimana, dapat diketahui bahwa
Indonesia merupakan sebuah negara agraris yang sangat kaya akan sumber daya alam dan sumber daya manusia dan seharusnya sudah mampu menjadi
sebuah negara maju. Dalam rangka memakmurkan kehidupan masyarakat Indonesia, maka pemerintah harus mampu meningkatkan pembangunan
nasional di Indonesia salah satunya adalah dengan cara meningkatkan penerimaan negara dalam sektor perpajakan.
Menurut Andriani dalam Ilyas 2012 : 20, “pajak merupakan iuran untuk negara yang dalam pelaksanaannya bisa dipaksakan, pajak ini berguna
untuk penyelenggaraan pemerintahan pada suatu negara untuk hal-hal umum yang berkaitan dengan tugas negara sebagai penyelenggara pemerintahan”.
Dapat dipahami bahwa penerimaan negara dari sektor pajak memiliki
Universitas Sumatera Utara
persentase yang paling besar jika dibandingkan dengan penerimaan negara dari sektor lainnya, hal ini sangat wajar karena sebuah negara yang memiliki
penduduk yang sangat banyak merupakan negara yang notabene memiliki subjek pajak yang banyak pula. Setiap subjek pajak belum tentu merupakan
Wajib Pajak, namun demikian Wajib Pajak di Indonesia memiliki persentase yang sangat besar, maka seharusnya Indonesia mampu memaksimalkan
penerimaan negaranya di sektor perpajakan. Dimana Wajib Pajak adalah rakyat dan semua yang berkedudukan di suatu negara dan memperoleh hasil
serta manfaat dari terselenggaranya pemerintahan di negara tersebut. Mereka semua memiliki kewajiban untuk membayar pajak sesuai dengan ketentuan
tarif yang diberlakukan oleh pemerintah Yahya, 2012 : 5. Seperti yang dapat dipahami bahwa penerimaan negara dari sektor
perpajakan belumlah maksimal, salah satu penyebabnya adalah administrasi perpajakan yang cenderung rumit. Dengan demikian, hal ini sangat berkaitan
erat dengan rendahnya motivasi para Wajib Pajak untuk melaksanakan kewajiban mereka dalam membayar pajak. Administrasi perpajakan
berkorelasi langsung dengan penghindaran pajak tax avoidance, penggelapan pajak tax evasion, korupsi dan berbagai tindakan amoral
lainnya dalam bidang perpajakan. Masih banyak hal yang harus dibenahi di dalam bidang perpajakan ini untuk meningkatkan penerimaan negara dalam
sektor perpajakan. Hal ini sebenarnya merupakan sebuah masalah yang sederhana,
dimana ketika masyarakat mampu merasa turut menikmati berbagai fasilitas
Universitas Sumatera Utara
ataupun manfaat yang mereka peroleh dari hasil pembayaran pajak yang mereka lakukan, tentu masyarakat akan mendisiplinkan diri untuk turut serta
dalam pembangunan nasional yaitu dengan cara menjadi Wajib Pajak yang taat dan patuh terhadap Undang-Undang Perpajakan. Berikut ini peneliti
menyajikan tabel mengenai realisasi penerimaan negara dari sektor pajak dan sektor bukan pajak.
Table 1.1 Realisasi Penerimaan Negara Milyar-Rupiah Tahun 2007-2013
Sumber Penerimaan Tahun
Penerimaan Pajak
Penerimaan Bukan Pajak
Total Persentase
Penerimaan Pajak Terhadap APBN
2007 490.988
215.120 706.108
69,53 2008
658.701 320.604
979.305 67,26
2009 619.922
227.174 847.096
73,18 2010
723.307 268.942
992.249 72,86
2011 878.685
286.568 1.165.253
75,41 2012
1.019.333 272.720
1.292.053 78,89
2013 1.139.323
260.550 1.399.873
81,38 Sumber: Kementrian Keuangan diolah
Dilihat dari daftar tabel 1.1 diatas, dapat diketahui bahwa penerimaan pajak selama tujuh tahun terahir ini mengalami fluktuasi yang cukup
signifikan. Tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa penerimaan negara dari sektor perpajakan lebih besar dari penerimaan negara bukan pajak. Hal ini menjadi
ukuran bahwa penerimaan pajak di Indonesia, sangat berpotensi jika penerimaan tersebut dapat diperoleh 100. Dengan demikian, dapat diketahui
bahwa penerimaan dari sektor perpajakan selalu diatas 50 jika dibandingkan dengan penerimaan bukan sektor pajak. Kemudian, berikut ini peneliti
Universitas Sumatera Utara
menampilkan target dan realisasi penerimaan pajak di provinsi Sumatera Utara.
Table 1.2 Target dan Realisasi Penerimaan Pajak Daerah di Provinsi Sumatera Utara
Tahun Target Penerimaan
Pajak Realisasi
Penerimaan Pajak Persentase
Penerimaan Pajak
2007 1.458,4 triliun
1.542,34 triliun 105,76
2008 1.967,61 triliun
2.002,004 triliun 101,75
2009 1.946,447 triliun
1.834,682 triliun 94,26
2010 2.204,109 triliun
2.271,474 triliun 103,06
2011 2.890 triliun
638,324 miliar 22,09
2012 1.032,6 triliun
1.548,8 triliun 100,61
2013 4.519 triliun
3.685 triliun 81,4
Sumber: www.otax.com Pada tabel 1.2 di atas, dapat dilihat bahwa target dan realisasi
penerimaan pajak di Provinsi Sumatera Utara juga mengalami tingkat kenaikan dan penurunan yang cukup fluktuatif. Mulai dari tahun 2007 sampai
dengan tahun 2013 persentase antara target dan realisasi mengalami penurunan. Pada tahun 2007 persentasenya adalah 105,76 dan pada tahun
2013 persentasenya mengalami penurunan hingga sebesar 81,4 namun yang paling menyedihkan pada tahun 2011 persentasenya turun terlalu jauh yaitu
senilai 22,09 .
Table 1.3 Target dan Realisasi Penerimaan Pajak di Kota Medan
Tahun Target Penerimaan
Pajak Realisasi
Penerimaan Pajak Persentase
Penerimaan Pajak
2007 254,664 miliar
180,793 miliar 57,9
2008 3.703,35 miliar
4.285,53 miliar 115,72
2009 4.820,846 miliar
5.162,15 miliar 107,08
2010 7.289,118 miliar
6.101,636 miliar 83,71
2011 11.216,150 miliar
5.884,401 miliar 52,46
Universitas Sumatera Utara
2012 16.000 miliar
6.838,441 miliar 42,74
2013 1.197,019 miliar
496,072 miliar 41,44
Sumber: Dinas Pendapatan Pelayanan Terpadu dan Dinas Perhubungan Kota Medan 2014.
Kemudian, pada tabel 1.3 ini, memaparkan target dan realisasi penerimaan pajak di Kota Medan secara lebih spesifik. Melihat persentase
penerimaan pajak mulai dari tahun 2007 sampai dengan 2013, maka dapat dilihat bahwa persentase tersebut tidak mengalami kenaikan yang singnifikan,
melainkan juga mengalami tingkat penurunan yang cukup jauh. Misalnya saja dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2010, penurunan penerimaan pajak
cukup jauh yaitu persentasenya dari 107,08 menuju ke 83,71 . Hal ini merupakan sebuah masalah yang harus di atasi.
Salah satu yang menyebabkan penurunan penerimaan pajak adalah rendahnya kepatuhan Wajib Pajak yang disebabkan oleh maraknya berbagai
kasus penggelapan pajak yang ada di Indonesia. Hal ini sangatlah wajar mencemaskan masyarakat mengenai pengelolaan dana perpajakan yang tidak
mampu di realisasikan secara baik dalam rangka meningkatkan pembangunan nasional di Indonesia terkhususnya di kota Medan. Hal ini dikarenakan
maraknya penggelapan pajak tersebut banyak dilakukan oleh kaum intelektual yang notabene adalah para pengelola ataupun orang-orang yang merupakan
fiskus dan para pegawai yang ada di Direktorat Jendral Pajak tersebut. Terjadinya korupsi ataupun penggelapan pajak yang mereka lakukan
tentunya mengikis kepercayaan masyarakat yang seharusnya mereka telah memiliki kesadaran yang tinggi dan partisipasi yang baik untuk melakukan
pembayaran pajak. Seharusnya masyarakat mampu memperoleh keadilan
Universitas Sumatera Utara
fairness sebagai hasil dari pembayaran pajak yang mereka lakukan. Menurut Duadji 2010, penggelapan pajak tax evasion adalah “tindak pidana karena
merupakan rekayasa subyek pelaku dan obyek transaksi pajak untuk memperoleh penghematan pajak secara melawan hukum unlawfull, dan
penggelapan pajak boleh dikatakan merupakan virus yang melekat inherent pada setiap sistem pajak yang berlaku di hampir setiap yurisdiksi”.
Begitupun penggelapan pajak mempunyai resiko terdeteksi yang inherent pula, serta mengundang sanksi pidana badan dan denda. Penggelapan
pajak dapat dilakukan oleh Wajib Pajak maupun fiskus pajak. Berbagai upaya dapat dilakukan untuk menggelapkan pajak dengan tujuan untuk mencari
keuntungan pribadi. Cara yang digunakan oleh Wajib Pajak dengan melanggar dan menentang Peraturan Undang-Undang unlawful yang berlaku disebut
Tax Evasion yang akan merugikan negara dan tentunya akan dikenakan sanksi administrasi dan pidana bagi pihak-pihak yang melakukan cara tersebut.
Sedangkan upaya dalam meminimalkan beban pajak sepanjang masih menggunakan peraturan yang berlaku lawful diperbolehkan dengan
penanganan dan pengelolaan yang baik disebut Tax Avoidence Masri, 2012:1. Berikut ini disajikan beberapa kasus penggelapan pajak di Indonesia :
Table 1.4 Beberapa Kasus Tindak Pidana Penggelapan dan Mafia Pajak di Indonesia
No. Tersangka
Dugaan Kasus Penggelapan
dan Mafia Pajak Tahun
Tuduhan Kasus Kecurangan
KPPPerusahaa n yang Terlibat
Sanksi Bagi FiskusWajib
Pajak
1. Vincentius
Melakukan PT Asian Agri
Dikenakan denda
Universitas Sumatera Utara
Amin Sutanto Vincent,
Group financial controller AAG
2006 transfer pricing
secara terperinci untuk
menggelapkan pajak Asian Agri
Group AAG. Group dan
Perusahaan Afiliasinya di
Luar Negeri. Rp 2,5 triliun,
namun Asian Agri mengajukan
banding dan hingga saat ini
masih menunggu hasil persidangan.
2. Gayus
Halomoan Tambunan
2009 Penggelapan
pajak, Suap pajak dan Hakim, Mafia
Pajak, Pemalsuan Paspor, dan
gratifikasi. PT Mega Cipta
Jaya Garmindo, PT Metropolitan
retailermart, PT Megah Citra
Raya, PT Surya Alam, Bakrie
Group. Vonis hukuman
penjara total 28 tahun dan masih
ada beberapa kasus dengan
tahap banding.
3. Sawir Laut
2011 Penggelapan
pajak, penyampaian surat
pemberitahuan keterangan palsu.
PT Asian Agri Group.
Denda dua kali lipat tagihan
pajak yakni sebesar Rp 2,5
triliun plus sanksi denda 48 dari
tagihan pajak.
4. Inisial DFS 34
yang bertugas sebagai kasir
dan dua tenaga kerja kontrak
TKK berinisial D dan
KS di UPT Samsat
Kabupaten Lebak
2011 melakukan
penggelapan uang pajak Bea Balik
Nama Kendaraan Bermotor Baru
BBNKB, dengan kerugian mencapai
Rp1,6 miliar. Kasus ini akan
segera dilimpahkan ke
kejaksaan. Surat pemberitahuan
dimulainya penyidikan
SPDP sudah kami kiri ke
Kejaksaan Tinggi Kejati Banten,”
Samsat Kabupaten
Lebak. Hukuman penjara
sebagai tindak pidana korupsi
menggelapkan uang sejumlah Rp
1,6 miliar dan pencopotan
jabatan.
5. Bahasyim
Assifie 2011 Menerima suap
dari wajib pajak yang melakukan
keberatan dan Kepala KPP
Jakarta VII, KPP Koja dan KPP
Palmerah. Hukuman 6 tahun
penjara dan denda Rp. 500 juta.
Universitas Sumatera Utara
banding atas kasus pencucian uang.
6. Johny Basuki
2012 Kasus suap kepada
pegawai pajak. PT Mutiara
Virgo MV. Hukuman penjara
dua tahun dan denda Rp. 100
juta.
7. Herly
Isdiharsono 2012
Menerima suap untuk mengurani
pajak PT Mutiara Virgo dan
pencucian uang. KPP Pratama
Jakarta Palmerah,
Jakarta Barat dan PT Mutiara
Virgo. Penjara selama
enam tahun dan denda Rp. 500
juta, subsider enam bulan
kurungan penjara.
8. Dhana
Widyatmika 2012
Penggelapan pajak, pencucian
uang, suap pajak, dan pemerasan
pajak. KPP Pratama
Jakarta Pancoran, PT
Kornet Trans Utama dan PT
Mutiara Virgo. Hukuman 10
tahun penjara dan denda Rp. 300
juta, subsider tiga bulan kurungan
penjara.
Sumber: Diolah dari berbagai referensi Buku dan Media, 2014. Tabel tersebut memaparkan berbagai kecurangan fraud dalam bentuk
penggelapan pajak tax evasion yang dilakukan oleh orang-orang yang memiliki wewenang yang kokoh dimana seharusnya mereka mampu menjadi
contoh bagi masyarakat awam untuk melakukan pembayaran pajak dengan baik. Berangkat dari berbagai permasalahan penggelapan pajak ini, maka
pihak Direktorat Jendral Pajak sudah seharusnya melakukan berbagai upaya untuk mengatasi permasalahan ini, misalnya saja lebih menegakkan keadilan
dengan cara mempertegas sanksi bagi para pelaku mafia pajak. Setiap elemen ataupun masyarakat yang telah melakukan pembayaran pajak berhak
memperoleh hak mereka untuk merasakan manfaat dari kontribusi yang telah mereka berikan terhadap pembangunan nasional tersebut.
Mayoritas literatur yang meneliti penggelapan pajak dari perspektif etika menyimpulkan bahwa penggelapan pajak dapat dibenarkan dalam situasi
Universitas Sumatera Utara
tertentu, meskipun alasan berbeda-beda. Dikatakan pada sebuah situasi tertentu karena terdapat cara yang dilegalkan untuk meminimalkan
pembayaran pajak. Berdasarkan literatur Islam menunjukkan bahwa penggelapan pajak mungkin etis jika pengaruh pajak adalah untuk menaikkan
harga atau jika pendapatan menyebabkan kenaikan pajak. Dengan demikian, pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai dan tarif pajak dapat di lihat dari
segi moral pemerintahan termasuk pejabat pajak yang tidak baik sehingga menimbulkan persepsi tidak perlunya membayar pajak.
Namun, percakapan pribadi dengan ulama mendapatkan kesimpulan, setidak-tidaknya beberapa sarjana Muslim berpendapat bahwa penggelapan
pajak tidak selalu etis. Ulama dan sarjana Muslim mengutip dari segi perspektif Quran untuk membenarkan pendapatnya. Cara berpikir, bersikap,
dan bertindak seseorang pastilah diwarnai oleh ajaran agama yang dianutnya, jika ia sungguh-sungguh dalam kehidupan beragama. Dengan demikian,
jikalau ajaran agama itu mengandung nilai-nilai yang dapat memacu pembangunan, jelaslah bahwa agama akan turut menentukan jalannya
pembangunan atau modernisasi. Pajak hanyalah sebuah sistem yang dijalankan dan dikendalikan oleh manusia fiskus dan WP.
Bagaimanapun tampilan pemungutan pajak tidak bisa dilepaskan dari nilai-nilai etika dan religi yang dianut oleh manusia pelaksanaannya. Dengan
kata lain, etika fiskus dan Wajib Pajak merupakan faktor yang mempengaruhi kesuksesan pemungutan pajak. Menurut literatur katolik memberikan
beberapa alasan yang menyatakan bahwa penggelapan pajak dianggap suatu
Universitas Sumatera Utara
hal yang etis, termasuk kemampuan untuk membayar pajak dan korupsi pemerintah dalam pengelolaan dana yang didapatkan dari pajak Nickerson, et
al, 2009 : 3, sedangkan menurut literatur Yahudi menyimpulkan bahwa penggelapan pajak selalu tidak etis.
Dengan demikian, penggelapan pajak merupakan suatu polemik yang sangat mencemaskan para Ditjen Pajak selaku penanggung jawab atas dana
perpajakan dan bahkan mencemaskan terjadinya berbagai tindakan kriminal yang mengikis moral para akademisi. Salah satu alasan untuk kesimpulan ini
karena ada tekanan pemikiran di dalam literatur Yahudi bahwa terdapat kewajiban untuk tidak meremehkan orang Yahudi lain. Jika seorang Yahudi
melakukan penggelapan pajak, hal itu akan membuat semua orang Yahudi lainnya terlihat buruk McGee, 2008 : 5.
Nickerson, et al, 2009 : 4 membahas tentang dimensionalitas skala etika tentang penggelapan pajak. Banyak hal yang menyebabkan terjadinya
penggelapan pajak, dan sangat beraneka ragam cara yang dilakukan oleh para oknum penggelap pajak untuk menyembunyikan berbagai tindak kriminal
yang mereka lakukan. Mereka mensurvei sekitar seribu seratus orang di enam negara. Sebuah skala pertanyaan sebanyak delapan belas item disajikan,
dianalisis, dan dibahas. Temuan menunjukkan bahwa penggelapan pajak tax evasion secara keseluruhan memiliki tiga dimensi persepsi skala etis dari
item-item yang diuji, yaitu: 1 keadilan, yang terkait dengan kegunaan positif dari uang, 2 sistem perpajakan, yang terkait dengan tarif pajak dan kegunaan
negatif atas uang, dan 3 diskriminasi, yang terkait dengan penggelapan pajak
Universitas Sumatera Utara
dalam kondisi tertentu. Determinan-determinan atas kecenderungan untuk melakukan penghindaran pajak dengan menggunakan studi kasus di
Argentina. Dengan menggunakan lima indikator, yaitu: 1 persepsi menjadi cemas, 2 persepsi tentang seberapa adil sistem pajak, 3 persepsi tentang
seberapa baik pengeluaran pemerintah, 4 persepsi tentang informasi dan teknologi yang dimiliki pemerintah, 5 kecenderungan untuk menghindari
pajak Ayu, 2009 : 2. Berbagai riset telah dilakukan untuk mengidentifikasi atau bahkan
meminimalkan penggelapan pajak ini, namun pada kenyataannya keadaan ini masih sulit diatasi. Berbagai kecanggihan yang mampu dihasilkan oleh
teknologi-teknologi masa kini mampu mengendus permasalahan etika penggelapan pajak ini. Banyak pertimbangan yang harus dilakukan untuk
mengatasi permasalahan ini. Khususnya untuk negara Indonesia yang notabene adalah negara hukum namun pada kenyataannya tidak mampu
menerapkan hukum secara adil dan belum mampu mengatasi etika penggelapan pajak yang marak di Indonesia.
Penelitian selanjutnya telah dilakukan oleh salah seorang mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun 2013 lalu. Penelitian tersebut
mengacu pada variable-variabel yang cukup kompleks diantaranya adalah keadilan, diskriminasi, sistem perpajakan dan kemungkinan tedeteksinya
kecurangan. Maka dari hasil penelitian terdahulu dapat diketahui bahwa keadilan dan diskriminasi berpengaruh positif, sedangkan sistem perpajakan
dan kemungkinan terdeteksinya kecurangan berpengaruh negatif terhadap
Universitas Sumatera Utara
etika penggelapan pajak. Beranjak dari penelitian ini, maka peneliti berikutnya tertarik untuk melakukan penelitian dengan variabel yang lebih kompleks
dengan tujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel-variabel yang akan di teliti dan di uji terhadap etika penggelapan pajak yang saat ini
marak di masyarakat khususnya terhadap Wajib Pajak Orang Pribadi yang terdaftar di KPP Pratama Medan-Polonia.
Adapun perbedaan penelitian yang dilakukan oleh peneliti saat ini dengan penelitian terdahulu adalah :
1. Peneliti menambahkan variabel independen menjadi tujuh variabel
diantaranya adalah pemeriksaan pajak tax audit, keadilan tax fairness, kepatuhan wajib pajak tax compliance, pengetahuan wajib pajak tax
knowledge, sistem perpajakan tax system, diskriminasi discrimination, dan kemungkinan terdeteksinya kecurangan fiscal fraud.
2. Penelitian ini dilakukan di kota Medan tepatnya di Kantor Pelayanan Pajak
KPP Pratama Medan Polonia, dengan cara melakukan penyebaran kuesioner. Sedangkan peneliti sebelumnya melakukan penelitian di KPP di
Kota Jakarta. 3.
Penelitian ini dilakukan pada tahun 2014, sedangkan penelitian sebelumnya dilakukan pada tahun 2011 dan 2013. Jadi, penelitian ini
dilakukan pada tempat dan objek peneliti yang berbeda. Dari berbagai uraian yang telah di paparkan diatas, maka peneliti
termotivasi untuk melakukan sebuah penelitian mengenai etika penggelapan pajak. Penelitian ini dilakukan sebagai suatu bentuk kontribusi untuk
Universitas Sumatera Utara
mengetahui, memahami, dan bahkan melakukan analisis yang mendalam mengenai motivasi-motivasi para mafia pajak yang melakukan penggelapan
pajak. Penelitian yang senantiasa terus dikembangkan ini, diharapkan mampu memberikan kontribusi untuk mengatasi permasalahan penggelapan pajak
yang sudah sangat mendarah daging. Mampu menerapkan keadilan, menghindari diskriminai, meningkatkan penerimaan pajak dan bahkan
meminimalkan berbagai penggelapan pajak yang mungkin terjadi. Untuk itu, penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti memiliki judul sebagai berikut :
“Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi Wajib Pajak mengenai etika penggelapan pajak
Tax Evasion.” Studi Empiris di KPP Pratama Medan-Polonia
B. Perumusan Masalah