Hasil Uji Hipotesis Dua: Keadilan berpengaruh positif terhadap etika penggelapan pajak.

penggelapan pajak. Tidak terbatas hanya berfokus pada Wajib Pajak, namun intensitas pemeriksaan pajak juga menjadi alat evaluasi untuk penerapan Undang-Undang Perpajakan juga. Dengan demikian, segala tindakan yang tidak baik dalam bidang perpajakan harus dilakukan evaluasi baik bagi pihak pemerintahan maupun pihak Wajib Pajak.

2. Hasil Uji Hipotesis Dua: Keadilan berpengaruh positif terhadap etika penggelapan pajak.

Hasil uji hipotesis 2 yang ditunjukkan pada tabel 4.18, variabel keadilan pajak mempunyai tingkat signifikasi sebesar 0.031 dan nilai t sebesar 2.632. Hal ini berarti H a2 diterima sehingga dapat dikatakan bahwa keadilan pajak berpengaruh positif dan signifikan terhadap etika penggelapan pajak karena tingkat signifikasi yang dimiliki variabel keadilan pajak 0.05 0.031 0,05 dan nilai t hitung 1.68 2.632 1.68. Keadilan pajak ataupun tax fairness diharapkan mampu meningkatkan kesadaran Wajib Pajak untuk melakukan pembayaran pajak. Apabila keadilan yang diberikan oleh pihak Ditjen pajak semakin baik, maka penggelapan pajak akan semakin berkurang tentunya. Kadang kala penggelapan pajak dianggap suatu hal yang etis ataupun tidak etis tergantung bagaimana pemerintah mengelola dana yang bersumber dari pajak negara, dimana masyarakatWP menganggap bahwa perwujudan keadilan dalam perpajakan belumlah maksimal. Dalam hal ini Pemerintah harus mengantisipasi masalah Universitas Sumatera Utara yang sangat mendasar yang selalu dijumpai dalam pemungutan dan pengalokasian dana pajak, yaitu bagaimanakah cara mewujudkan keadilan pajak, hal ini tidak mudah diterapkan karena keadilan memiliki perspektif yang sangat luas, dimana menurut Siahaan dalam Suryani 2010 : 114 keadilan antara masing-masing individu berbeda- beda. Keadilan di dalam bidang perpajakan memiliki pemahaman yang cukup luas dan sulit untuk di deskripsikan. Namun demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa keadilan akan dapat dirasakan oleh masyarakat apabila telah direalisasikan. Pertanyaan yang sangat mendasar adalah, sejauh mana pemerintah sudah mampu memberikan keadilan yang layak untuk diterima masyarakat atas dana perpajakan yang telah mereka setorkan dan sejauh mana pula masyarakat telah melaksanakan kewajibannya sebagai Wajib Pajak untuk melakukan penyetoran pajak. Dengan demikian masalah keadilan ini memang harus lebih diperhatikan oleh pemerintah. Setidaknya ada tiga aspek keadilan yang perlu diperhatikan dalam penerapan pajak, yaitu: pertama, keadilan dalam penyusunan undang-undang pajak terkait penyusunan undang-undang merupakan salah satu penentu dalam mewujudkan keadilan perpajakan, karena dengan melihat proses dan hasil akhir pembuatan undang-undang pajak yang kemudian diberlakukan masyarakat akan dapat melihat apakah pemerintah juga mengakomodasi kepentingan WP dalam Universitas Sumatera Utara penetapan peraturan perpajakan, seperti ketentuan tentang siapa yang menjadi objek pajak, apa yang menjadi objek pajak, bagaimana cara pembayaran pajak, tindakan yang dapat diberlakukan oleh fiskus kepada WP, sanksi yang mungkin dikenakan kepada WP yang tidak melaksanakan kewajibannya secara tidak benar, hak WP, perlindungan WP dari tindakan fiskus yang dianggapnya tidak sesuai dengan ketentuan, keringanan pajak yang dapat diberikan kepada WP, dan hal lainnya Suryani, 2013. Kedua, keadilan dalam penerapan ketentuan perpajakan yang merupakan hal yang harus diperhatikan benar oleh Negarapemerintah sebagai pihak yang diberi kewenangan oleh hukum pajak untuk menarikmemungut pajak dari masyarakat. Dalam mencapai keadilan ini, Negarapemerintah melalui fiskus harus memahami dan menerapkan asas-asas pemungutan pajak dengan baik. Ketiga, keadilan dalam penggunaan uang pajak yang menjadi tolok ukur penerapan keadilan perpajakan, berkaitan dengan harapan sampai dimana manfaat dari pemungutan pajak tersebut dipergunakan untuk kepentingan masyarakat banyak. Keadilan yang bersumber pada penggunaan uang pajak sangat penting karena membayar pajak tidak menerima kontraprestasi secara langsung yang “dapat” ditunjuk atau yang seimbang pada saat membayar pajak. Sehingga manfaat pajak untuk pelayanan umum dan kesejahteraan umum harus benar-benar mendapatkan perhatian dan Universitas Sumatera Utara dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat yang menjadi pembayar pajak. Pendekatan manfaat adalah fundamental dalam menilai keadilan di dalam penggunaan uang pajak oleh pemerintah Suryani, 2013. 3. Hasil Uji Hipotesis Tiga: Kepatuhan Wajib Pajak berpengaruh negatif terhadap etika penggelapan pajak. Hasil uji hipotesis 3 yang ditunjukkan pada tabel 4.18, variabel kepatuhan Wajib Pajak mempunyai tingkat signifikasi sebesar 0.018 dan nilai t sebesar -2.652. Hal ini berarti H a3 diterima sehingga dapat dikatakan bahwa kepatuhan Wajib Pajak berpengaruh negatif dan signifikan terhadap etika penggelapan pajak karena tingkat signifikasi yang dimiliki variabel kepatuhan Wajib Pajak 0.05 0.018 0.05 dan nilai t hitung 1.68 -2.652 1.68. Setiap Wajib Pajak yang memiliki kesadaran yang tinggi untuk melakukan pembayaran pajak, diasumsikan memiliki tingkat kepatuhan yang tinggi pula untuk melakukan pembayaran pajak dan mematuhi undang-undang perpajakan yang dibuat oleh pemerintah. Kepatuhan Wajib Pajak memiliki hubungan yang negatif dengan etika penggelapan pajak. Mereka yang mematuhi undang- undang perpajakan akan mampu menyadari kewajibannya sebagai Wajib Pajak untuk melakukan pembayaran pajak. Dengan demikian, semakin tinggi tingkat kepatuhan Wajib Pajak maka akan semakin minim tingkat penggelapan pajak. Baik kepatuhan secara materil Universitas Sumatera Utara maupun formal memiliki hubungan yang negatif dengan etika penggelapan pajak. Tingkat kepatuhan Wajib Pajak dapat diukur dengan sejauh mana para Wajib Pajak memiliki kesadaran untuk melakukan pembayaran pajak dan enggan untuk melakukan penggelapan pajak. Salah satu hal yang mampu meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak adalah ketika para Wajib Pajak dan Pemerintah memiliki hubungan “take and give” artinya, tidak sebatas melakukan kewajibannya sebagai Wajib Pajak tetapi Wajib Pajak juga berhak untuk memperoleh hak nya sebagai Wajib Pajak. Dengan demikian, sangat jelas bahwa kepatuhan akan meningkat jika keadilan pajak juga mampu ditingkatkan. 4. Hasil Uji Hipotesis Empat: Pengetahuan Wajib Pajak berpengaruh negatif terhadap etika penggelapan pajak. Hasil uji hipotesis 4 yang ditunjukkan pada tabel 4.18, variabel pengetahuan Wajib Pajak mempunyai tingkat signifikasi sebesar 0.019 dan nilai t sebesar -3.500. Hal ini berarti H a4 diterima sehingga dapat dikatakan bahwa pengetahuan Wajib Pajak berpengaruh negatif dan signifikan terhadap etika penggelapan pajak karena tingkat signifikasi yang dimiliki variabel kepatuhan Wajib Pajak 0.05 0.019 0.05 dan nilai t hitung 1.68 -3.500 1.68. Setiap Wajib Pajak sangat diharapkan memiliki pengetahuan yang baik mengenai perpajakan. Universitas Sumatera Utara Ketika mereka paham maka mereka akan memiliki kesadaran untuk melakukan pembayaran pajak. Sangat penting untuk memberikan pemahaman kepada para Wajib Pajak mengenai segala hal tentang perpajakan dan tidak terkecuali mengenai undang-undang perpajakannya. Terutama karena Indonesia sendiri menerapkan self assessment system, maka dari itu untuk melakukan pnghitungan pajak dan melakukan pelaporan SPT maka Wajib Pajak harus paham mengenai kewajiban mereka baik kewajiban materil maupun kewajiban formalnya. Ketika mereka paham mengenai etika untuk melakukan pembayaran pajak itu bersifat mutlak maka mereka akan enggan untuk melakukan penggelapan pajak. Sangat diharapkan kepatuhan Wajib Pajak dapat meningkatkan penerimaan negara dari sektor perpajakan. 5. Hasil Uji Hipotesis Lima: Sistem Perpajakan berpengaruh negatif terhadap etika penggelapan pajak. Hasil uji hipotesis 5 yang ditunjukkan pada tabel 4.18, variabel sistem perpajakan mempunyai tingkat signifikasi sebesar 0.028 dan nilai t sebesar -2.271. Hal ini berarti H a5 diterima sehingga dapat dikatakan bahwa sistem perpajakan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap etika penggelapan pajak karena tingkat signifikasi yang dimiliki variabel sistem perpajakan 0.05 0.028 0.05 dan nilai t hitung 1.68 -2.271 1.68. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh McGee 2008, Nickerson, et al 2009, Universitas Sumatera Utara Suminarsasi 2011, dan Suryani 2013 menyatakan bahwa sistem perpajakan memiliki korelasi negatif signifikan terhadap penggelapan pajak. Sistem perpajakan yang baik dan terstruktur merupakan suatu hal yang sangat diharapkan oleh setiap Wajib Pajak. Hal ini dikarenakan sebuah sistem yang baik akan memberikan kemudahan untuk setiap Wajib Pajak dalam melakukan kewajibannya. Dengan demikian, sistem perpajakan sangat jelas memiliki hubungan yang negatif dengan etika penggelapan pajak. Sebuah sistem merupakan wadah yang akan mengatur segala keteraturan dalam berjalannya kegiatan tersebut, termasuk dalam hal pemungutan pajak. Menurut Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan penjelasan bagian umum angka 3 sistem pemungutan pajak di Indonesia memiliki corak dan ciri tersendiri dengan menganut self assessment system dimana masyarakatWP diberikan kepercayaan penuh untuk menghitung, memperhitungkan, menyetor serta melaporkan kewajiban pajaknya, dan menunjukkan sifat kegotongroyongan pajak sebagai wujud kewajiban kenegaraan setiap anggota masyarakat. Dengan berbagai akses kemudahan sistem perpajakan yang ada, baik dalam hal pelaporan SPT Surat Pemberitahuan Tahunan dan SSP Surat Setoran Pajak, serta kemudahan dalam membayar pajaknya, diharapkan masyarakatWP mampu bekerjasama dengan baik dan jujur dalam Universitas Sumatera Utara melaporkan kewajiban perpajakannya sehingga mampu menekan angka penggelapan pajak dan dapat meningkatkan penerimaan pajak untuk membiayai pembangunan nasional Suryani, 2013.

6. Hasil Uji Hipotesis Enam: Diskriminasi berpengaruh positif terhadap etika penggelapan pajak.

Dokumen yang terkait

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi Wajib Pajak Mengenai Etika Penggelapan Pajak (Tax Evasion)”.(Studi Empiris pada KPP Pratama Binjai)

11 62 145

Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak (tax evasion). (studi empiris di kpp pratama medan-polonia)

1 1 15

Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak (tax evasion). (studi empiris di kpp pratama medan-polonia)

0 0 2

Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak (tax evasion). (studi empiris di kpp pratama medan-polonia)

1 1 17

Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak (tax evasion). (studi empiris di kpp pratama medan-polonia)

1 3 52

Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak (tax evasion). (studi empiris di kpp pratama medan-polonia) Chapter III V

0 0 81

Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak (tax evasion). (studi empiris di kpp pratama medan-polonia)

0 0 6

Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak (tax evasion). (studi empiris di kpp pratama medan-polonia)

0 0 40

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Persepsi Wajib Pajak Mengenai Etika Penggelapan Pajak (Studi Empiris di KPP Pratama Medan-Polonia)

0 0 17

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Persepsi Wajib Pajak Mengenai Etika Penggelapan Pajak (Studi Empiris di KPP Pratama Medan-Polonia)

1 1 17